BAB 3: OLAHRAGA

13 2 0
                                    

Sebelum membaca, dimohon untuk memberikan follow, vote, dan sharenya demi kepentingan cerita. Done? Oke tysm, so let's get started!

Hope u enjoy🙏

***

Sebenarnya terik matahari waktu itu tidak begitu panas, bisa dibilang hangat mengingat sekarang masih jam sepuluh. Namun kepala Senia rasanya mau pecah, pusing hebat menderanya saat ini pelajaran olahraga dan Senia hanya terdiam di tengah lapangan sedari tadi.

Ah mungkin karena ia tidak sarapan tadi, makannya sekarang dia jadi begini. Ditambah semalam Senia begadang, lembur mengerjakan tugas fisika.

Padahal teman-temannya sedang melakukan olahraga basket, salah satu dari mereka terdiam begitu menyadari atensi Senia yang tengah menunduk dalam seraya memegangi kepalanya. Ia segera menghampiri gadis itu dan hendak menyentuh pundak Senia "Sen?? Lo gapa--"

BRUK!

Belum sempat gadis berambut di kucir kuda itu menyelesaikan perkataannya, tiba tiba tubuh Senia ambruk ke belakang begitu saja. Menghasilkan reflek jeritan "SENIAA!!" Teriaknya dengan sigap menunduk guna menahan kepala Senia agar tidak terbentur cor.

"EH TOLONGG DONG! TOLONG!!" Teriaknya, membuat orang-orang berdatangan mengerumuni Senia.

Arta yang sedari tadi berada di kursi penonton dan hanya menonton sebab Ia tidak bisa berolahraga serta sesekali menanggapi para gadis-gadis yang tengah menggoda dirinya reflek menoleh ketika ada yang meneriakkan nama sang calon istri. Dilihatnya Senia sudah terkapar tak berdaya di tengah lapangan, buru buru berdiri dan berlari menghampiri si gadis.

Namun belum sempat sampai, dilihatnya seorang pria asing mengambil langkah lebar membelah kerumunan yang mengerumuni Senia, kemudian menggendong gadis itu ala bridal dan membawanya pergi entah kemana. Arta mematung, cowok itu siapa? Batinnya. Ah tapi yasudah lah, yang penting sekarang Senia sudah tertolong.

Ia segera menyusul berlari mengikuti dari belakang, cowok itu membawa Senia ke UKS. Di lihatnya si gadis sudah berbaring di atas ranjang UKS, keringatnya mengucur deras disampingnya ada pemuda yang membawa Senia ke sini tadi, tengah menggenggam tangan sang gadis dan sesekali mengecupi tangan lentik itu.

Alis Arta bertaut, siapa sih cowok ini? Nolongin kok sampai cium-cium tangan gadisnya sih. Pemuda berambut cokelat itu menghampiri, Ia hendak menegur cowok yang tidak sopan itu akan tetapi tiba-tiba Senia terbangun.

"Sen, kamu gak apa-apa?" Tanya si pemuda yang menggenggam tangan Senia, dibarengi tatapan tak suka Arta. "Jeano.." ucap Senia parau, lalu tersenyum dan mengangguk bertanda dia tidak apa-apa.

"Mau minum dulu?" Tawar pemuda yang diketahui bernama Jeano itu, setelah diangguki ia mengambil gelas yang berisi air di atas nakas UKS dan membantu Senia untuk agak menegakkan tubuhnya.

"Sen..." Arta menatap sedih ke arah Senia, Ia sedih melihat keadaan Senia yang sedang lemah hari ini. Tidak seperti biasa yang kerjaannya ngomel terus, Arta juga sedih melihat pria yang siapa namanya tadi Jeano? Jaeno? Jono? Ah sudahlah tidak penting, sangat perhatian kepada Senia. Beribu pertanyaan tentang siapa cowok ini sebenarnya terlintas di kepala Arta.

Senia menoleh setelah selesai menenggak air yang di suapi oleh Jeano, di lihatnya Arta sudah berkaca-kaca. Duh cengeng banget heran, tapi kasian juga sih, tapi bodo amat lah! "Siapa?" Arta tetap bertanya meskipun Senia menatap tak ramah, raut wajahnya kelewat datar.

"Cowok gue, kenapa?" Ujar Senia sinis, Ia menggenggam tangan Jeano erat. Sengaja membuat Arta cemburu, Jeano menoleh ke arah pemuda dengan hidung merah itu. "Dia siapa babe?" Tanyanya lembut pada sang terkasih.

Senia menggeleng "Tidak tahu tuh, tidak kenal." Jawabnya kemudian mengalihkan pandangannya dari Arta. Bibir cowok itu bergetar, duh Senia jahat banget sih, tak lama senyuman terukir di bibir tipis itu. Yaudah tak apa, Senia kan memang tidak menyukainya. Dia membenci Arta, jadi Arta harus apa dong?

"Oh iya, ya tidak kenal, yasudah maaf ganggu. Cepat sembuh." Arta kemudian melenggang pergi dari sana, Ia mengusap air matanya yang akhirnya menetes setelah dibendung sekuat tenaga dengan kasar.

***

Arta menidurkan kepalanya lesu di atas meja, moodnya hancur di kepalanya terus saja mengingat kejadian di UKS tadi, kenapa Senia tidak memberi tahu dari awal saja sih kan Arta tidak harus berharap jika begitu awalnya. Angin terasa sedikit menghempas sisi kirinya, dilihatnya dari sudut mata namun masih dengan posisi yang sama Senia sedang mendudukkan dirinya di atas kursi.

Arta terdiam enggan menegakkan kepalanya sedikitpun, padahal biasanya cowok itu cerewet dengan terus menanyakan hal apapun pada gadis di sampingnya. Senia mencoba menahan nahan dirinya agar tidak mengobrol dengan cowok softboy ini. Tetapi tiba-tiba mulutnya malah bersuara.

"Lo marah?" Tanyanya, Arta bergeming. Senia tidak menanyakan lagi, Ia kemudian mengambil handphone nya yang berada di saku seragamnya. "Enggak." Belum sempat membuka room chat dengan sang kekasih, tiba-tiba Arta bersuara.

Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum manis, Senia menoleh "Ngapain marah?" Gadis disampingnya terdiam, menunggu perkataan selanjutnya dari cowok itu. Masih dengan senyuman manisnya yang dapat membuat siapapun merasa nyaman dan turut tersenyum itu menyambung "Toh itu juga hak kamu, ngapain aku marah?"

Senia tersenyum, syukur deh kalau gitu. "Tapi lo ga cepu, kan?" hardiknya dengan tatapan menyelidik. Arta menggeleng pelan, "Tenang.. aman kok, Arta gak gitu orangnya"

"Bagus deh.."

Arta berbalik kemudian membuka tasnya, dikeluarkannya kotak bekal berwarna biru dan yang satunya oranye. Yang oranye Ia sodorkan pada Senia, gadis yang tengah berkutat pada ponselnya itu menoleh. "Ini, bunda tadi sengaja masak bekal juga buat, Senia. Kamu belum makan, kan?" Senia mengangguk, menerima bekal itu. Begitu dibuka dapat dilihatnya lauk pauk yang begitu lengkap juga makanan penutup berupa buah dan kue brownies coklat berada di wadah bekal itu.

"Makasih." Arta mengangguk, kemudian membuka penutup kotak bekal itu dan menyantapnya dengan nikmat.

***

Arta berjalan melewati lorong menuju tempat parkir, Ia di suruh sang bunda untuk pulang bareng Senia. Gadis itu bisa naik motor, Arta tidak bisa sama sekali. Namun tiba-tiba suara klakson motor mengejutkan dirinya, sebuah motor matic yang ia ketahui milik Senia menghampirinya. Namun cowok yang membawa Senia ke UKS tadi terlihat mengendarainya, dengan Senia yang membonceng di belakang.

"Sen?"

Senia dengan sengaja memeluk pinggang Jeano dengan romantis "Eh, Ta. Gue pulang bareng Jeano, jangan bilang-bilang Mama. Lo bisa kan pesen ojol apa naik angkot?" Arta mengangguk patuh lalu tersenyum lagi. "Iya, Sen." Setelah itu motor yang ditumpangi Jeano dan Senia menjauh pergi meninggalkan Arta sendirian.

Arta menengadah, matanya tertutup rapat langit mulai berwarna orange, ia menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya "Apa aku batalin aja ya? Perjodohan ku sama Senia." Cewek itu juga gak terlihat setuju sama sekali dengan perjodohan ini, kalo emang bukan jodoh Arta. Arta terima kok

Eh tapi enggak, boong ding. Sebentar lagi kan Senia resmi jadi istrinya ya? Jadi Ia yang lebih berhak dong, Si Jono Jono tidak ada hak sama sekali atas Senia setelah itu. Kenapa harus merasa kalah, justru Arta lah yang lebih menang dari Jeano. Selagi janur kuning belum melengkung mah terobos aja lah anj! Kata menyerah tidak pernah ada dalam kamus seorang Fernando Arta Abimanyu.

Pemuda itu tetap tersenyum lebar walaupun harinya tadi dipenuhi mendung hitam yang sengaja dibuat Senia. Lihat aja nanti, Arta pasti akan membuat Senia cinta mati dengannya.

Begitu sampai rumah, Senia langsung di sapa dengan tatapan memincing sang mama. "Tadi pulang bareng Arta, kan?" Tanyanya, Senia mula-mula mematung, duh.. ia menatap ke arah atas membuat kernyitan tajam timbul di wajah mamanya, kemudian batuk-batuk mengangguk dan menyengir lebar agar sang mama tidak curiga "Iya tadi Senia bareng Arta kok." dustanya.

"Beneran?"

"Iya mah, sumpil. Dua rius" tandasnya mencoba meyakinkan sang ibunda. Wanita itu menghembuskan nafasnya pelan.

Entah percaya atau tidak karena mengetahui begitu dendamnya sang putri pada calon suaminya "Yauda, sana mandi terus makan." Perintahnya pada sang putri, Senia mengangguk menuruti perintah sang bunda kembali berjalan seraya menyeret tasnya yang terasa begitu berat.
















TBC

Heyyo what's up guys

ARTA DAN SENIA | Huang Renjun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang