Anneline berjongkok, menatap mawar merah yang tengah mekar walau udara kian menjadi rendah.
Sebentar lagi musim dingin. Itu sebabnya Patricia tampak sibuk mengurus keperluan kediaman untuk memenuhi kebutuhan selama musim dingin nanti. Tidak hanya itu, Samuel juga sibuk melakukan patroli bersama para pasukan milik kerajaan. Andreas juga sibuk mengerjakan dokumen dukedom agar dapat beristirahat di saat salju akan turun.
Ayah Samuel itu mengatakan jika dia berniat berlibur bersama sang Istri tanpa membawa Samuel. Tidak terlalu jauh, hanya di kediaman Castova lainnya yang ada di daerah dukedom.
"Hai, kau makan dengan baik?" Tangan dengan jari-jari lentik itu bergerak masuk kedalam semak berduri mawar. Menggapai salah satu tangkai dan mematahkannya. "Astaga... Gembul sekali."
Gadis itu tertawa pelan, memerhatikan ulat bulu dengan warna mencolok itu dengan serius. "Kau akan segera mati jika terus berada di suhu rendah seperti ini, tapi membawamu ke rumah kaca juga akan buruk. Bibi pasti akan memarahiku," ocehnya sembari menjatuhkan tangkai itu di rerumputan dan menginjaknya.
"Nona?"
"Iris! Oh- Licencia juga datang?"
Pelayan yang berusia lebih muda dari Iris itu tersenyum dan mengangguk. Mengikuti langkah Anneline ke salah satu gazebo terdekat. "Saya membawakan earl grey tea dan obat dari tabib."
"Wah, baguslah. Udaranya mulai dingin saat ini..."
Iris menyusun semua bawaan mereka di meja bundar itu. "Anda butuh sesuatu lagi?"
"Tidak, tidak, semua sudah sempurna. Thanks."
"Tangan anda-" intrupsi Licencia saat Anneline mengangkat gelas dan piring kecilnya.
"Oh? Tidak apa, hanya luka kecil. Besok pagi pasti akan hilang," ucap Anneline santai sembari menatapi tangan kirinya yang tergores duri-duri mawar. Tidak parah hanya saja cukup banyak. "Tidak terlalu sakit. Aku baik-baik saja."
"Saya akan ambilkan obat. Lice, temani lady disini," ucap Iris cepat dan pergi terburu-buru setelah memakaikan mantel kepada Anneline.
Anneline menghela nafasnya, "Iris terlalu paranoid," gumamnya santai, kembali mengangkat cangkir. Menghirup aroma teh yang menenangkan.
Licencia tersenyum kikuk sembari meringis melihat keadaan tangan Anneline. "Itu karena Iris menyayangi anda."
"Ya, memang benar. Tapi terkadang Iris bisa menjadi terlalu berlebihan."
"Jika tidak begitu anda hanya akan terus mengabaikan kondisi diri sendiri. Seperti kemarin contohnya," jawab Licencia sembari membenarkan letak mantel tebal Anneline.
Pipi gadis itu memerah, entah karena kedinginan atau justru karena demamnya yang belum turun. Licencia tidak tahu.
"Hanya demam biasa, mungkin aku pingsan karena kelelahan."
Mata cokelat gelap Licencia menyipit, "Itu demam luar biasa, Iris bilang anda sampai kejang-kejang malamnya," balasnya.
"Tabib bilang anda alergi dengan obat anestesi yang beliau berikan, tubuh anda menolak hingga suhu tubuh meningkat. Itu berbahaya..."
Anneline tersenyum sembari meringis, "Maaf jika itu membuat kalian khawatir..." ucapnya sembari menggenggam tangan Licencia. "Tapi aku sudah baik-baik saja."
Licencia menghela nafas, kekerasan kepala majikannya tidak berubah. Wajah perempuan itu masih sangat pucat namun ucapannya benar-benar seperti orang sehat yang bisa berlarian seharian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Running To You
Historical FictionAnneline Rievera Donovan merasa hidupnya tidak pernah menjadi miliknya sendiri. Semua orang terus ikut campur tangan dan mengawasinya setiap saat. Belum lagi perasaan iri terhadap saudari kembarnya yang memiliki hidup lebih bebas. Membuat Anneline m...