SELAMAT HARI SENIN TERIMAKASIH YANG SELALU SETIA BUAT BACA CERITAKU. SEMOGA KALIAN SELALU SUKA DENGAN PENOKOHAN INI, ATAU SEBENERNYA AKU LEBIH BERHARAP LAGI KALIAN TERBAWA SUASANA DENGAN CERITANYA. hehe~. OKEEE LETS GO!!! 🦋
Tch, "Arghhh!" Tirta semakin kesal. Kuncoro menahan amarahnya. Winata menarik buffnya yang terpasang di leher untuk menutupi hidungnya tampa sadar memiringkan kepala menahan kesal. Yayan menghela napas mengalah. Dengan terpaksa mereka melanjutkan pendakian karena tidak mungkin membiarkan Hengky naik dengan kondisi yang baru saja sadar.
Langit menampilkan goresan orange, matahari dibawah cakrawala sekitar pukul 17.45 sore. Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kuncoro meminta Hengky berjalan di paling depan agar dapat terus dipantau, kondisi badannyanya masih agak lemas namun bersemangat. Dari belakang, Winata, Tirta dan Yayan memperhatikan Hengky agak jengkel dengan sabar, "Kejadian tadi nggak usah diungkit-ungkit lagi. Nanti kalo Hengky nanya, jawab aja kalau dia kecapean" kata Tirta sambil menatap punggunnya.
Yayan mengaggukan kepala pelan dan terus memperhatikan gerak Hengky dengan mengingat kejadiiannya sejak turun dari bus. "Waktu Hengky ngebasahin bibirnya terus ngerapihin rambutnya, itu masih biasa lah. Dia emang orang yang suka bercanda. Tapi, yang gue inget, tatapan matanya itu kosong. Terus, waktu dalam perjalanan menuju pos satu, pas gue menyelak berdiri di tengah-tengah dia sama juna, badannya bau nyengat bunga melati! pas gue coba mengendus bahunya buat mastiin, nggak di sangka, dia justru makin bikin gw geli, Hengky malah ngelus balik dada gue genit banget! Dan, lagi-lagi tatapan mata Hengky beda! batin Yayan. Yayan merinding.
Tepat di belakang Hengky, Kuncoro terus khawatir dan bertanya berkali kali memastikan kesehatannya. Arjuna yang di sebelah Kuncoro tak habis-habis dimarahi.
Arjuna diam menundukan wajahnya menelaah wejangan dari Kakaknya. Sejak awal seolah abai dengan apa yang terjadi pada Hengky.
Semburat cahaya biru menjelang malam kini hadir berganti shift, goresan orange bersama sepoi-sepoi angin sejuk datang menyambut. Mereka kembali memutuskan berhenti sejenak. Sekitar pukul 18.30 WIB mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Di luasnya hutan, udara yang seharusnya dapat terhirup segar dan bebas namun terasa tidak masuk akal, udara terasa sesak seperti di dalam ruang sempit yang pengap, seolah berebut oksigen. Tidak ada pendaki lain selain mereka ber-enam. Hawanya terasa penuh tidak berongga, pernapasan menjadi lebih mudah sesak. "Pengap ya?" Kata Kuncoro membuyarkan suara-suara jangkrik
"Kalo malem gini, angin cenderung lemah dari pada siang. Sirkulasi udaranya kurang, jadi bikin udara terasa nggak seger" jawab Tirta
"Hhhhhh... Pengap banget, bang" Winata menyambar
Yayan memukul-mukul dadanya pelan meredakan ketidaknyamanan pernapasan.
"Pengap yang terasa beda, hehe..." Celetuk Hengky
"Hush, Heng! Yang bener lo kalo ngomong" Tirta mengingatkan. Arjun dan Yayan menghela napas menahan kesal. Kalau bisa dan jika memungkinkan ingin rasanya Yayan menyumbat mulut Hengky.
Sambil terus berjalan dengan penerang senter yang terpasang di kepalanya masing-masing. Tiba-tiba, tiupan angin berbau busuk menerpa hidung Winata, sontak kepalanya bergerak menyaping, pandangannya menangkap pemandangan yang tidak enak. Dengan cepat Winata menunduk, detak jantungnya hampir berhenti. "Fokus jalan, Nat!" ucap Kuncoro yang berada di sampingnya.
Sekitar jarak dua meter di depan mereka, di sebelah kiri, sesosok pocong setinggi dua meter dengan kain kafan penuh lempungan tanah berdiri mengawasi mereka. Baunya busuk seperti bangkai namun lebih tajam, wajahnya gosong dan matanya merah. Pandangannya terus mengintai setiap pergerakkan. Alih-alih Kuncoro juga melihat apa yang baru saja Winata lihat dan menahan diri agar tidak terpancing.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 DAYS | WAYV - HOROR
HorrorBayangan prajurit memegang bambu runcing dan lenggok wanita menari dengan selendang diiringi lantunan bonang mengalun lembut. Bayangan-bayangan itu mengepung dan mengelilingi tenda dimalam yang mencekam.