Menetralkan debaran jantungnya, Aeris menarik napas perlahan.
Jatuh cinta memang membuat orang jadi berubah. Itu yang Aeris rasakan. Seingatnya dulu ia anti dengan namanya lelaki, apa lagi jatuh cinta. Tapi sekarang? Huh.
Aeris memakan salah satu dari tiga cookie tersebut.
"Enak banget!" seru Aeris menatap cookie di depannya.
"Besok harus nanya sih ini beli di mana."
Ia sangat menikmatinya, hingga tidak sadar jika cookie yang di pegangnya sudah habis.
Menatap dua cookie yang tersisa. "Ah, pengen lagi," desahnya. "Tapi, sayang banget kalo langsung abis gini."
Memutuskan untuk menyisakan cookie itu untuk ia makan nanti.
Lupa jika ia belum berganti pakaian, Aeris berganti pakaian dengan baju santai. Menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang yang lembut. Membuka ponselnya, melakukan rutinitasnya di saat ia merasa bosan, yaitu menstalking akun Instagram milik Kalias.
Hanya ada satu postingan yang memperlihatkan gambar coffee. Tiba-tiba masuk notifikasi yang memberitahukan bahwa Kalias baru saja memperbarui insta story-nya.
Aeris langsung terduduk begitu melihat isi insta story dari Kalias. "Dia nyanyi sambil main gitar?" pekiknya girang.
Tampan, yang ada di pikiran Aeris. Begitu mengagumi paras indah ciptaan Tuhan ini.
Memutar video tersebut berulang-ulang tanpa bosan. Merasa hari ini adalah hari keberuntungannya.
"Tunggu, bukannya gue punya gitar?"
Aeris melihat ke atas lemarinya, ada benda besar yang tertutupi kain hitam di sana. Karena tidak sampai, ia menaiki kursi untuk mengambil sesuatu di atas sana.
Dapat. Saat ingin turun Aeris malah terselandung kakinya sendiri, menyebabkan ia jatuh sambil memeluk gitarnya erat.
Dugh
"Awh, sakit banget."
Aeris menaduh sakit, memegang bokongnya yang menjadi sasaran utama. Melihat gitar yang sudah ada di pelukannya, Aeris kembali bangkit, berjalan dengan pincang ke ranjangnya.
Di bukanya kain penutup itu, terlihat gitar berwarna hitam doff, ia mencoba memetiknya asal.
Meringis saat suara yang dikeluarkan tidak sesuai kehendaknya. Mulai menyesal mengapa tidak dari dulu ia belajar bermain gitar, sekarang susah sendiri kan. Ia jadi tidak bisa modus.
Tanpa menyerah, Aeris membuka Youtube mencari tutorial bermain gitar untuk pemula sepertinya. Ugh, Kalias harus tau pengorbanannya untuk bisa dekat dengannya.
Satu jam, dua jam, Aeris masih tidak menyerah walau jari-jari tangannya sudah terasa nyeri dan mengelupas.
Aeris sudah lumayan hafal kunci-kunci dasar, walau terkadang suara yang di keluarkan terdengar aneh.
Hingga tidak sadar jika sinar matahari sudah tergantikan dengan sinar bulan yang indah. Dengan bintang-bintang yang mengiasi langit.
***
Aeris terbangun dari tidurnya, karena cahaya matahari yang masuk melewati celah jendela kamarnya. Menyesuaikan cahaya matahari yang terasa menusuk ke matanya.
Tangannya meraba ke samping ranjang, mencari keberadaan gitarnya yang semalam tidak sengaja ia pukul karena terlanjut kesal ia tidak lancar-lancar bermain.
Ia bergegas bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Melihat jari-jari tangannya yang kapalan, ia mencari plester luka di lacinya. Menutupi tiap-tiap jari yang kapalan dengan plester.
Segera keluar dari kamarnya, mengabaikan rumah yang terasa begitu sepi. Melihat jam yang menunjukkan pukul 07.15, ia berjalan dengan sedikit berlari, lima menit lagi gerbang akan di tutup. Ia tidak ingin terlambat.
Tin Tin
Bunyi klakson motor dari arah belakang, Aeris sedikit menoleh ke belakang.
"Hehe, halo Aeris. Mau bareng Lonan gak nih?" ucap Lonan dengan cengiran khasnya.
"Gak!"
"Waduh, masa langsung di tolak gitu sih, yakin nih gak mau bareng Lonan?" Menaik turunkan alisnya, menggoda.
Aeris mempertimbangkan ajakan Lonan, melihat jam yang melingkar cantik di tangannya. Ia tidak akan sempat sampai sekolah jika berjalan kaki. Tidak ada pilihan lain.
Aeris mendengus. "Ck, iya gue bareng."
Lonan tersenyum senang, membantu Aeris untuk menaiki motor besarnya.
Menyadari sesuatu, Lonan langsung memberikan jaket yang ia kenakan pada Aeris, untuk menutupi bagian atas kaki jenjang Aeris yang tidak tertutupi rok.
"Untuk apa?" Aeris bertanya bingung.
"Nutupin paha lo lah."
Semburan merah tercetak jelas di pipi Aeris, bukan karena ia salah tingkah, melainkan malu karena pahanya terekspos jelas.
Buru-buru menerima jaket itu dan menutupi bagian yang terlihat. Lonan terkekeh melihat ekspresi malu Aeris dari kaca spion.
"Udah buruan jalan," ujar Aeris.
"Pegangan nanti jatoh."
"Gue bukan anak kecil!"
Lonan melajukan motornya tiba-tiba, membuat Aeris terjungkal ke depan dan tanpa sengaja memeluk Lonan.
Memukul punggung Lonan, "Modus lo!"
Yang di balas tawa riang dari Lonan.
Mereka sampai di depan gerbang yang masih terbuka lebar. Siswa lain pun berjalan santai memasuki gerbang. Aeris menghela napas lega.
Lonan memarkirkan motornya di parkiran sekolah, berjejer rapih di antara motor lainnya. Aeris turun, menyodorkan jaket kepada sang pemilik.
"Udah bawa aja dulu, siapa tau pas di kelas lo kangen ke gue, bisa lo peluk deh tu jaket."
Mengernyitkan dahinya, membuat ekspresi seolah, siapa juga yang bakal kangen sama lo.
Memutar bola matanya malas, Aeris menaruh jaket itu di atas motor Lonan. "Thanks, tumpangannya." Berlalu pergi begitu saja.
Melihat kepergian Aeris, Lonan terkekeh pelan, mengambil jaket tersebut dan memakainya. Mematung, saat wangi khas Aeris berada di jaketnya.
"Shit, wangi banget."
"Gak bakal gue cuci ini mah," ujarnya tersenyum.
Melangkah masuk ke dalam sekolah dengan perasaan berbunga-bunga. Bahkan sepanjang jalan, siswa lain tidak henti-hentinya menatap heran pada Lonan yang seperti tidak waras.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cup Of Coffee
RomanceDi cintai terasa jauh lebih menyenangkan dari pada mencintai. Namun, pilihanku adalah mencintai walau terasa begitu menyakitkan.