Bab 3

25 17 13
                                    

Lonan menghampiri teman-temannya yang asik mengobrol dan bercanda, di pojok kelas.

"Wassup bro!" sapa salah satu teman Lonan yang menyadari kehadirannya, Grey.

"Wih, keliatannya seneng banget nih hari ini," ucap Willi, teman Lonan.

Lonan duduk di antara Grey dan Willi dengan bibir yang mengukir senyum lebar.

"Wait, parfume lo ganti? Jadi kayak wangi cewek gini," celetuk Willi.

Melihat ekspresi yang di tunjukkan Lonan, Grey menimpali, "Kayaknya dia abis peluk cewek, terus parfume nya nempel."

"100 poin buat lo, Grey."

"Hah, cewek? Lo udah move on dari Aeris?" ujar Willi, kaget.

"Move on? Enak aja lo. Wanginya Aeris nih." Sombong Lonan pada dua temannya.

Willi yang sedang menyeruput minumannya, sontak tidak sengaja menyemburkannya.

"Jorok lo, ah."

"Anjir si Willi, untung gak kena."

"Hehe, sorry," kata Willi, menyengir kuda.

"Tapi, tunggu. Lo beneran abis pelukan sama Aeris?" tanya Grey tidak percaya.

"Yah, gak bisa di sebut pelukan sih. Gue tadi berangkat sama dia, terus di motor gak sengaja dia peluk gue, karena gue bawa motornya agak ngebut. Terus jaket gue, hehe ... gue pakein ke dia buat nutupin pahanya."

Willi dan Grey memasang wajah tak enak. "Ah anjing, modus aja lu."

"Perjuangan gue nih buat dapetin Aeris, bukannya dukung lo pada."

"Eh tapi, kalo Aeris udah punya cowok gimana, makanya dia gak ngubris lo," ujar Willi.

Terlihat perubahan jelas di wajah Lonan. "Gak mungkin lah, aura-aura Aeris tuh keliatan kalo dia gak punya cowok," sergah Lonan.

"Yeu, santai aja dong, lagian kan ini misalnya."

"Aeris cantik sih, banget lagi. Mana mungkin gak punya cowok," timpal Grey, yang ikut memanasi Lonan.

Lonan terdiam sebentar, bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Mana mungkin! Ah, diem deh. Gue jadi kepikiran," kesal Lonan.

Melihat Lonan yang frustasi, dua temannya tersenyum jail. Senang sekali rasanya melihat Lonan frustasi karena perempuan.

***

Di sisi lain, terlihat Maggie yang memberi seribu pertanyaan kepada Aeris.

"Gila, parfume cowok banget, abis ngapain lo," selidik Maggie.

"Apaan sih."

"Alah, abis pelukan ya lo sama Lonan."

Aeris melototkan matanya ke arah Maggie, "Dih, ngapain gue pelukan sama dia. Gak sengaja doang."

Menutup mulutnya tak percaya. "Sumpah? Udah move on lo dari barista itu?"

"Enak aja, lagian gue gak sengaja peluk Lonan gara-gara dia ngebut, salahin aja dia tuh."

"Tunggu, tunggu. Lo berangkat bareng Lonan?" sela Maggie. Di balas dengusan dari Aeris.

"Cie-ciee, gue dukung banget kalo lo sama Lonan, dari pada sama barista itu."

Mendengarnya, Aeris memutar bola matanya malas. "Udah lah, gak usah bahas begituan. Tuh, ada pak Rudi," tunjuk Aeris pada guru yang berjalan masuk ke dalam kelas.

"Iya deh, iya."

Pelajaran pagi itu pun berjalan lancar, walau Aeris sama sekali tidak mengerti apa yang di sampaikan guru di depannya.

Bel istirahat berbunyi, kebanyakan dari mereka memilih ke kantin untuk mengisi perutnya yang kosong, termasuk Aeris dan Maggie.

Duduk di dekat pintu masuk, karena di sana tempat yang paling dekat dengan mie ayam Bu Tanti. Makanan langganan Aeris dan Maggie.

Memesan dua porsi mie ayam dan dua air putih dingin. Saat mereka sedang asik-asiknya makan diselingi obrolan, tiba-tiba ada yang menghampiri mereka berdua.

"Woi, Keris. Beliin gua makanan dong."

Mendengar suara yang sudah sangat familiar di telinganya, ia mendengus sebal. Mengapa laki-laki di sekelilingnya sangat menyebalkan. Aeris mengabaikan laki-laki tersebut, terus melanjutkan makannya.

"Ck, pura-pura budek lo."

"Lo kan punya kaki, punya tangan, punya mulut. Beli sendiri lah sono," gerutu Aeris.

"Oh, atau mau gua bocorin rahasia lo ...." Laki-laki tersebut mengukir senyum miring yang sangat menyebalkan di mata Aeris.

Aeris membelakkan matanya. Sialan, jika sudah diancam seperti ini, ia jadi tidak bisa berkutik. Menghentakkan kakinya seraya berjalan ke stan yang menjual bakso. Sedangkan laki-laki yang mengancam Aeris tadi tertawa senang, duduk di depan Maggie yang sudah menatap jengah laki-laki di depannya.

"Gev, beli sendiri lah lu sana, nyuruh-nyuruh temen gua. Demen mah bilang aja kali."

Laki-laki yang bernama Gevi itu mengerutkan dahinya, memasang wajah tak suka. "Najis gua suka sama Keris."

Maggie memutar bola matanya malas. "Lo aja buat nama panggilan tuh ke dia, denial aja terus sampe Aeris beneran punya cowok, gua ketawain abis-abisan lo, Gev."

"Ngaco lo! Mana mungkin gua suka sama Keris, pend—"

Belum sempat Gevi menyelesaikan ucapannya, kepalanya sudah ditepuk keras oleh Aeris yang datang dengan semangkuk bakso.

"Mau ngatain gua pendek lagi lo, hah?!" Aeris menaruh kasar mangkuk bakso ke depan Gevi yang sedang mengaduh sakit. Aeris duduk di sebelah Gevi, menggeser mangkuk mie ayam yang belum sempat ia habiskan.

"Emang kenyataannya kan." Aeris melotot, bersiap untuk memukul Gevi jika tidak dihentikan oleh Maggie.

"Ck, udah ah ribut mulu lo bedua, jadian baru tau rasa!"

Aeris dan Gevi sontak memasang wajah mual, lalu berucap, "Ogah!" Dibalas kekehan mengejek dari Maggie.

A Cup Of CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang