#1

579 38 2
                                    

Tiga hari. Apa yang bisa Sara dapatkan dari tiga hari?

Sara mengusap kedua sudut matanya dengan cepat, masih menyisakan sesak di dada. Rasanya seperti semua harapan yang telah dibangunnya telah runtuh begitu saja. Keinginan untuk hidup bahagia sampai akhir hayatnya, menikmati semua yang ia miliki bersama Alka. Semuanya hanya omong kosong yang tidak akan pernah terealisasikan sekarang.

Sara mengambil amplop yang sempat dilupakannya untuk sesaat tadi. Menatap pintu tempat Alka menghilang, pergi setelah memberikan informasi yang tidak pernah Sara harapkan. Sara memeluk kertasnya, membalikkan tubuh untuk berlari ke kamar. Dia akan tidur sendirian malam ini, atau paling tidak itu yang diyakininya.

"Tiga hari," gumam Sara. Tertawa pelan, menertawakan dirinya sendiri.

Sekali lagi, apa yang dia harapkan dari tiga hari milik mereka nanti? Sara menyembunyikan tubuhnya di dalam selimut.

...

Sara tidak pernah menyangka, pagi akan datang lebih cepat dari yang ia perkirakan. Alka tidak pulang semalam, dan dia telah sibuk dengan semua urusan rumah tangga sejak dini hari tadi.

Sara terbangun dengan kondisi yang jauh lebih kacau. Rambut berantakan, kepala super berat, juga kantung mata yang jauh lebih mengerikan dibanding kemarin.

Setelah membereskan dirinya sendiri, dia mulai menata kembali kamar tidur. Membersihkan sampah-sampah yang belum sempat ia urus selama tiga hari belakangan. Mencuci semua pakaian dan piring kotor. Sara melakukan semuanya hingga tempat yang ia tinggali bisa disebut sebagai rumah lagi.

Tangannya bergerak lincah untuk memotong sayuran, menyiapkan sarapan yang akan mereka nikmati nantinya. Meski Alka tidak pulang semalam, Sara tahu jika suaminya adalah orang yang akan menepati janji. Janji tiga hari milik mereka yang akan dimulai hari ini.

Pukul tujuh tepat, bel rumah berbunyi. Sara meletakkan piring terakhir, tersenyum lembut setelah melepas apronnya. Berlari menghampiri pintu rumah, dan semakin mengembangkan senyumannya saat melihat sosok Alka yang berdiri di sana.

"Al," panggilnya, mengalungkan kedua tangan di leher Alka, memberikan ciuman lembut yang sama sekali tidak menuntut. "Aku merin—" Sara terdiam, berdeham pelan. "Ayo masuk. Aku sudah menyiapkan sarapan. Kau sudah mandi?"

"Iya," balas Alka pendek. Sara sama sekali tidak mempermasalahkan sikap dingin yang suaminya berikan. Tidak peduli juga jika semua yang ada di depannya akan direnggut dalam tiga hari. Sara hanya ingin menikmati waktu yang ada bersama Alka.

Membiarkan Alka duduk di kursi, lalu mengambilkan piring penuh lauk-pauk untuknya. "Apa kau sudah mengosongkan semua jadwal untuk tiga hari ini?" tanya Sara, memberikan piring untuk Alka.

"Iya. Tiga hari."

"Terima kasih," ucap Sara dengan tulus. Sama sekali tidak ada rasa kecewa ataupun lega di sana. Sara hanya terdengar menghargai keputusan Alka.

"Apa yang mau kau lakukan dengan tiga hari ini?"

Sara mengedikkan bahunya. Dia juga tidak memiliki rencana. Semua terlalu tiba-tiba. "Aku hanya ingin menikmatinya denganmu."

"Baiklah. Mau pergi ke villa?" tawar Alka. "Atau, hotel? Ada hotel yang bagus di Bandung."

"Al," panggil Sara, menahan kalimat lain yang mungkin akan semakin banyak Alka lontarkan. "Cukup di rumah ini saja. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu, di tempat-tempat yang dekat dengan rumah ini," jelas Sara.

"Baiklah, kalau itu keinginanmu." Alka hanya membalas pendek, sedangkan Sara terlihat memamerkan senyuman tipisnya.

Sara sesekali memerhatikan wajah Alka yang melahap makanannya. Menikmati setiap gerak-gerik yang suaminya lakukan. Tersenyum, mengambil fokus untuk memasukkan makanan ke mulutnya sendiri, lalu kembali mencuri pandang pada Alka. Dia menikmati waktunya.

Three Days Before Divorce •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang