#4

471 42 1
                                    

Ada sesuatu yang mengusik pikiran Alka. Melihat Sara tertawa bersama teman-temannya, Alka merasa kurang nyaman. Sara yang ia kenal adalah orang tertutup dan tidak mudah tersenyum selain pada dirinya. Alka mengerti sekarang, alasan dirinya bersikap dingin pada Chandra pagi tadi. Semua karena Sara yang dengan mudah memberikan senyuman manisnya.

Senyuman manis yang dulu hanya akan menjadi milik Alka seorang. Banyak yang berubah, dan Saranya juga semakin menawan sekarang.

Alka, semakin menyesal. Dia melewatkan banyak hal. Melewatkan bagaimana Sara yang kini berhasil membaur dengan orang-orang. Kakinya sulit melangkah, takut mendekat, apalagi mengambil bagian di antara Sara yang semakin bersinar.

"Aku tidak habis pikir, Sara. Apa tanganmu memiliki sihir? Ini sangat enak!" Lelaki yang Alka ketahui bernama Kris itu memberikan pujian. Pujian pada masakan Sara yang memang selalu luar biasa.

"Kau berlebihan. Tanganku memang ajaib, tapi tidak ada sihir di sana. Kalaupun ada, aku hanya memiliki sihir penghancuran," kekeh Sara. Alka tersenyum geli di tempatnya. Tangan Sara memang terlalu ajaib, merusak benda-benda yang dipegangnya dalam sekejap. Tapi anehnya, Sara juga pandai melakukan banyak hal. Membereskan rumah, memasak, juga berkebun. Masih banyak lagi, tentu saja.

"Oh, Alka. Kenapa tidak bergabung dengan kami?" Sara menyadari keberadaan Alka, memanggil dengan nada ceria dan tangan melambai. Alka tersenyum tipis, duduk di antara Sara dan pria bernama Kris.

"Ini suamiku, Kris mungkin sudah kenal. Chandra juga, hehe." Sara tersenyum malu-malu, sesekali melirik Alka seperti gadis yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Dia terlihat sangat imut nan menggemaskan, seperti orang yang kembali merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Yuni, istri Chandra mengatupkan bibirnya dengan rapat. Menatap ke sembarang arah. Dia berteman dengan Sara sejak duduk di bangku SMP, lalu berpisah setelah lulus SMA. Sara dan dirinya pernah hilang kontak, lalu kembali menjalin hubungan saat Yuni pindah ke kompleks yang sama dengan rumah Sara dan Alka. Rasanya, dia melihat drama besar di sini. Saranya yang sangat baik hati itu, menutupi setiap luka dengan apik.

"Ehm, aku mau ke belakang sebentar," ucap Yuni, meminta izin. Dia tidak bisa berlama-lama melihat senyuman Sara yang lebih terlihat seperti orang bodoh itu.

"Oke. Panggil aku kalau ada yang kau butuhkan," celetuk Sara. "Itu Yuni. Sepertinya aku pernah membicarakannya denganmu dulu. Dia teman baikku, tapi kalian baru bisa bertemu sekarang. Sayang sekali," gumam Sara. Melirik Alka, bergelayut manja pada lengan suaminya.

"Aku sepertinya lupa."

"Yah, aku hanya membicarakannya sekali saja denganmu. Kau tidak mungkin bisa ingat," kekeh Sara.

Sara bersandar pada bahu Alja, terlihat begitu nyaman dengan posisi mereka. Menawarkan makanan dan menyuapi Alka dengan telaten. Mengundang tatapan canggung dari kelima temannya yang masih duduk di sekitar mereka.

"Sara." Perempuan yang duduk di sebelah kiri Kris memanggilnya, berdeham pelan. "Sepertinya aku harus meminta resep untuk lobster yang kau masak. Kris pasti menyukainya." Terkekeh pelan untuk menutupi rasa gugup di hati.

"Denis, aku akan mengirimkannya padamu nanti. Okay?" balas Sara. Denis mengangguk pelan, lalu sedikit berdeham.

Keadaan kembali canggung. Sara terlarut dalam situasi memperhatikan Alka. Melupakan teman-temannya dan menjadi sibuk untuk mengurusi sang suami.

"Apa rasanya terlalu asam? Aku lupa kalau kau tidak terlalu suka asam," sesalnya saat melihat wajah Alka yang menampilkan ekspresi tidak nyaman.

"Tidak apa, masih bisa kuatasi." Alka membalas setelah menelan makanannya. Sara mengangguk pelan, mengambilkan gelas berisi susu untuk Alka.

"Yah, Darren juga sesekali bersikap manis padaku," goda Lia. Sara tersedak udara, menatap garang, sedangkan Lia hanya menertawakannya.

Chandra, Yuni, Kris, Denis, Lia, dan Darren. Sara memulai pertemanannya akhir-akhir ini. Dekat dengan Yuni membuatnya memberanikan diri untuk mulai berteman dengan orang lain lagi. Bisa dikatakan, keberadaan Yuni membawa Sara untuk keluar dari kegelapan miliknya.

"Chan, sepertinya kita harus pergi sekarang." Yuni memperlihatkan wajahnya yang cemas, ada sisa air mata yang tampak di sana. Chandra segera menghampiri, memasangkan jaket pada wanita pujaan hatinya itu. "Mama menelepon, katanya Ryan kembali masuk rumah sakit. Ayo kita pergi," isaknya.

Ryan, anak angkat Chandra dan Yuni. Mereka sangat menyayangi Ryan, meskipun Yuni dan Chandra sekarang sudah memiliki Jackson. Bagi mereka, Ryan sama berartinya dengan Jackson.

Sara menatap keduanya, merasa iba. Jackson memiliki imunitas yang lemah dan mudah sakit. Meski seringnya bukan penyakit serius, tetap saja itu mengkhawatirkan bagi setiap orang tua, bukan? Meski belum pernah merasakannya sendiri, Sara tahu rasanya takut kehilangan orang yang disayangi. Takut kehilangan buah hati, itu bukan sesuatu yang mudah. Mungkin, perceraiannya dengan Alka tidak akan pernah sebanding dengan perasaan Chadra dan Yuni yang harus cemas setiap saat. Itu sesuatu yang berbeda.

"Sara, kami izin pulang dulu, ya?" pamit Chandra setelah mengambil barang-barangnya dan Yuni.

"Aku akan menjenguk Ryan kalau sudah pulang nanti," ucap Sara.

"Iya. Terima kasih, Sara." Yuni mengecup pipi Sara sekilas. Mengundang sedikit kelegaan di hati temannya.

Hening. Tidak ada yang bisa melanjutkan makan malam setelah melihat kekalutan Yuni. Sara sendiri sudah tidak bernafsu, tidak juga tertarik untuk bersikap manis di depan Alka.

"Sepertinya, lebih baik kalau kami juga pulang sekarang?" ucap Darren, memecah keheningan.

"Iya. Kau juga harus banyak istirahat, Sara," ucap Lia.

Sara mengangguk lemah. Dia tidak tahu harus berkata apa sekarang. Rasanya, semua kesadaran yang Sara miliki direngut dengan kepergian Yuni.

Sara mendongak, mendapati Kris yang mengusap puncak kepalanya pelan. "Itu bukan salahmu. Setelah bercerai, mungkin kau bisa mengangkat anak dan hidup berdua dengannya?"

Alka tersentak, menatap satu per satu wajah yang ada di sekitarnya. Dia merasa bodoh sekarang. Dengan semua perlakuan manis Sara padanya, dan dia adalah satu-satunya orang yang tidak tahu apa-apa. Alka pikir, teman-teman Sara tidak tahu tentang perceraian yang akan mereka lakukan.

"Akan kupikirkan," gumam Sara, suaranya bergetar. Membiarkan dirinya mendapat satu kecupan di pipi oleh Kris, sepupu jauh Sara.

Semua orang telah pergi, menyisakan Sara dan Alka di depan meja besar. Tidak ada yang membuka percakapan. Menatap satu sama lain pun rasanya begitu berat.

Alka pikir, Sara sangat kuat dan juga bodoh. Bertingkah manis di depan orang-orang yang mengetahui rencana perceraian mereka. Isi kepalanya berputar terlalu cepat, membuatnya kebingungan sendiri.

"Kau tahu, Al," lirih Sara, memecah keheningan yang sempat terjadi. Alka menoleh, menahan napas untuk sesaat. "Tanpa kau beritahu pun, aku sudah mengerti. Aku tidak bisa hamil dan itu sangat menyakitkan untukku sendiri. Tapi, kemarin kau mengatakannya dengan begitu mudah." Sara tertawa getir, menahan tangis.

Membuang napas dengan berat, mendongak dan menatap langit-langit. "Sepertinya aku ingin kau peluk saat tidur."

"Sara."

"Bisakah?"

Alka menghela napas pelan. "Ya. Tiga hari ini, waktuku adalah milikmu," ucapnya lemah.

Alka tahu, dia hanya akan lebih menyakiti Sara dengan menerima semua permintaan istrinya itu. Tapi, dia juga tidak memiliki alasan untuk menolak.

Waktunya adalah milik Sara dalam tiga hari ini, sesuai perjanjian yang mereka buat.

...

TBC

Three Days Before Divorce •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang