#2

409 32 0
                                    

"Manis," gumam Sara, melepaskan ciuman singkat keduanya. Sara mengusap sudut bibir, memalingkan wajah. Alka sendiri tidak banyak bereaksi. Atmosfer di sekitar mereka terasa lebih panas dari bisanya, menciptakan nuansa merah jambu pada pipi masing-masing.

"Aku harus membeli keperluan untuk tiga hari ke depan. Mau belanja bersama?" tanya Sara.

Alka mengangguk singkat, lalu Sara segera menghilang dari pandangannya setelah mengatakan akan mengambil tas selempang dan ponsel. Alka menunggu di pinggir ranjang, memikirkan apa saja yang sudah Sara lakukan padanya. Terlalu banyak ciuman, sesuatu yang tidak akan pernah Alka lakukan sebelum ini. "Apa pernikahan kami sedingin itu?" gumamnya.

Tidak. Mereka bukannya tidak pernah saling menempelkan bibir seperti itu. Atau, bukannya mereka tidak pernah bertingkah lugu karena melakukan sesuatu yang terlihat menggelikan tapi menyenangkan di saat yang sama. Hubungan mereka tidak sedingin itu pada awalnya.

Mereka hanya mulai menjauh. Atau lebih tepatnya, Alka mulai menjauh dan memberi batasan pada apa yang harus dan tidak seharusnya mereka lakukan. Memberi batasan pada dirinya sendiri untuk tidak terlalu dekat dengan istrinya sendiri.

"Apa aku yang aneh?" Alka menyugar rambutnya sendiri, membuang napas kasar. Dia semakin kebingungan sekarang.

"Alka, ayo!" Sara muncul dari balik pintu, tersenyum lebar. Matanya menyipit, memberikan kesan manis.

Alka berdeham pelan, memalingkan wajahnya untuk sesaat sebelum berdiri dan menghampiri Sara yang sudah menunggunya. Tanpa memberi aba-aba, Sara mengalungkan tangannya pada lengan kanan Alka, terlihat berpikir dengan konsentrasi penuh.

Mereka berjalan beriringan melewati jalanan yang ramai. Gang perumahan mereka tidak pernah sepi, tapi tidak juga terlihat menyesakkan. Keramaian khas anak-anak desa, menampakkan beragam ekspresi dari orang-orang.

Sara menatap sekitar, sesekali memberitahu Alka tentang orang-orang yang dikenalnya. "Aku suka makan di sana, biasanya saat kau tidak pulang dan malas nemasak," cerita Sara, menunjuk pada salah satu kedai yang cukup terkenal. "Chan! Hei, Chandra!" teriak Sara, memanggil pemilik kedai.

"Oh, Sara. Mau mampir?" Chandra berlari menghampiri Sara dan Alka, tersenyum lebar. Matanya menyipit, terlihat sekali kebahagiaan terpancar di sana.

"Tidak," balas Sara santai, semakin mengeratkan pelukannya pada lengan Alka. "Aku mau masak hari ini. Suamiku di rumah, lihat?"

Chandra menggaruk tengkuknya, menatap canggung pada Alka. Dia tahu jika Sara sudah menikah, tapi ini kali pertamanya bertemu dengan suami Sara. "Maafkan kelancangan saya. Saya tidak berniat menggoda istri Anda, sungguh. Kami hanya berteman." Chandra semakin salah tingkah saat hanya ekspresi dingin yang didapatnya.

"Chandra, kenapa minta maaf?" Sara berujar sedih. "Aku mau pergi ke toko di depan. Nanti kubawakan es krim saat kembali, okay?"

"Sa—sara ...." Chandra mendesis pelan. Dia tidak berani menatap mata Alka yang menurutnya menyeramkan.

"Tata, Chandra!" Dan Sara terlihat tidak peka sama sekali dengan situasi yang Chandra hadapi. Membawa Alka untuk kembali melangkah, menuju tujuan awal mereka. Sebuah minimarket di ujung gang.

Alka membukakan pintu untuk Sara, mulai ikut ke permainan yang istrinya buat. Alka mengerti sekarang, Sara ingin membuat kisah cinta romantis milik mereka. Melihat semburat merah yang muncul di pipi, Alka semakin yakin.

"Apa aku harus melingkarkan lenganku pada pinggangmu?"

Sara menunduk malu, mengangguk. Dia memang menginginkannya. Menginginkan Alka berbuat posesif di depan orang-orang, seolah mengatakan jika Sara hanyalah miliknya.

Mereka menyusuri rak besar, Sara mendorong troli sedangkan Alka berjalan di sampingnya dengan memperhatikan satu per satu isi rak. Mengabaikan tatapan dari orang-orang. Terlihat begitu serasi sebagai pasangan.

"Aku ingin makan daging, apa kau bermasalah?"

"Tidak. Apa pun yang kau inginkan," balas Alka.

"Daging ... ayam?"

"Ayam?"

"Pasti enak, ayam goreng—ah, tidak-tidak. Aku akan membuat ayam panggang. Kita masih punya banyak waktu."

"Baiklah, kau juga bisa mengatakan apa yang harus kulakukan nanti." Alka menanggapi dengan lembut, menatap Sara yang semakin antusias dengan kegiatan belanja mereka.

Sara membeli persediaan untuk tiga hari ke depan. Daging ayam mendominasi isi keranjang, lalu ada kepiting besar, lobster, cumi-cumi, gurita. "Apa kita akan pesta seafood?" tanya Alka saat mendapati lebih banyak seafood di troli mereka.

"Ada temanku yang datang nanti malam. Dia menyukai seafood," jelas Sara. Alka mengangguk. Untuk daging ayam, dia tahu jika istrinya memang maniak ayam, bukan sesuatu yang baru.

"Es krim," gumam Sara, memperhatikan kotak pendingin dengan serius. "Chandra sangat suka es krim pisang. Aku akan mengambil rasa coklat vanila. Alka, kau mau rasa apa?" tanya Sara.

"Aku tidak mau es krim."

"Baiklah," balas Sara. Dia mengambil dua kotak es krim, satu dengan rasa pisang vanila, dan satunya lagi coklat vanila.

Setelah membayar semua belanjaan, Alka menjinjing dua kantong besar berisi bahan-bahan makanan yang mereka beli. Sara sendiri memeluk satu kantong berisi camilan dan satu kantong lain berisi es krim dia dia jinjing.

"Apa kau selalu belanja seperti ini?"

"Iya. Sebulan tiga kali. Biasanya aku pergi ke pasar pagi-pagi. Tapi, karena temanku mendadak ingin datang, aku ingin membuat pesta untuk mereka." Alka hanya bergumam pendek.

"Chandra!" Sara berteriak, tidak bisa melambai karena tangannya yang penuh. Mereka berdiri di depan kedai Chandra sekarang.

"Iya?"

"Es krimmu!" teriak Sara.

Chandra menghampiri keduanya. Mengambil es krim yang Sara maksud dan mengucapkan terima kasih. "Nanti malam?" tanya Chandra.

"Iya. Jangan telat, okay?"

"Tentu," balas Chandra pendek sebelum undur diri untuk kembali ke kedai.

"Dia orang yang sibuk," gumam Sara.

"Sejak kapan kau dekat dengan Chandra?"

Sara mengedikkan bahunya. "Kami hanya mendadak dekat." Menyengir lebar tanpa ada niat untuk menjelaskan lebih jauh.

Perjalanan pulang menjadi sedikit menyebalkan untuk Alka. Dia tidak kenal Chandra, tidak tahu siapa itu Chandra. Bagaimana Sara bisa dekat dengan pria lain? Rasanya sangat menyebalkan untuk memikirkan semua itu.

"Lagi pula, kita akan segera bercerai. Itu tidak penting untukmu," ucap Sara.

Alka berdeham pelan, membuang muka. Sara benar. Mereka akan segera bercerai. "Tapi, bukankah kita masih suami-istri sekarang?" tekan Alka.

"Al." Sara mendesah pelan. "Apa kau pernah memikirkan perasaanku saat tengah bergandengan tangan dengan Arin?" tanyanya, membungkam mulut Alka.

"Kita akan bercerai. Aku tidak pernah mengeluh tentang betapa sibuknya dirimu selama ini, atau ... betapa kau keterlaluan saat tengah berada di dekat gadis lain. Jadi, tidak bisakah kau hanya memberikan waktumu untukku tiga hari ini? Jangan mencurigaiku tentang apa pun. Aku tidak pernah berselingkuh, karena Chandra juga sudah memiliki istri." Dalam satu tarikan napas, Sara berucap. Mengabaikan wajah bingung Alka dan segera berlari menuju rumah. Dia tidak bisa menahan rasa sakit di hatinya saat ini. Sara tidak ingin terlihat lemah di depan Alka.

...

TBC

Three Days Before Divorce •√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang