Percakapan kedua orang itu, berakhir dengan Renjun yang kini terduduk di dalam mobil dimana sang pemilik sedang menyetir disampingnya. Yap, Renjun sekarang tengah berada di dalam mobil mewah milik Haechan. Jika kalian mengira Renjun menerima dengan percuma ajakan Haechan, maka kalian salah, karena sebelumnya terjadi perdebatan dimana Renjun terus-menerus menolak dan Haechan terus memaksa. Renjun kalah? Bisa dibilang begitu... Karena dia malah tergoda oleh tawaran Haechan yang berjanji akan mengabulkan keinginan Renjun bila menurut untuk ikut bersamanya.
Entah apa maksud Haechan hingga melakukan hal sejauh ini, tapi sepertinya dia merasa amat menyesal karena telah menjadikan orang tak bersalah sebagai samsak kemarahannya.
Ini semua pun tentu tak akan terjadi, bila si sialan Minho tak mengganggunya. Gara-gara kelakuan orang itu beserta teman-temannya yang menyembunyikan celana dalam wanita di dalam tas-nya, Haechan harus masuk ke kantor kepala sekolah karena orang-orang kesiswaan datang dan menggeledah satu-persatu tas para murid untuk melakukan razia, sehingga barang yang tak seharusnya ada di dalam tas Haechan ditemukan.
Saat para orang kesiswaan menyeretnya pergi, Haechan memberontak. Namun tak berguna, karena kesalahan yang tak Haechan perbuat itu sudah terlewat batas. Lagi pula, orang gila mana yang akan membawa dalaman lawan jenis ke sekolah? Sangat tak masuk akal.
Dan ketika di lorong menuju ruangan kepala sekolah. Minho beserta para teman-temannya berpapasan dengan Haechan sambil memasang ekspresi meledek. Haechan tentu tak bodoh, untuk tau bahwa Minho lah yang menyembunyikan dalaman itu di dalam tas-nya. Ingin sekali Haechan menyekik dan meninju wajah Minho yang seperti benalu di matanya, namun Haechan tak bisa karena orang kesiswaan itu pasti akan melaporkannya dengan tuduhan yang
lebih banyak.Melihat Haechan yang meremat erat stir, Renjun pun menepuk bahunya bermaksud untuk menyadarkan bila saja dia sedang melamun. "Haechan? Kau baik-baik saja?" Haechan yang ditepuk bahunya berjengit, melirik sekilas kearah Renjun dan memfokuskan pandangan kearah jalanan lagi. "Ya... Aku baik-baik saja, hanya teringat hal yang membuatku terpancing emosi."
Renjun dengan jiwa ingin tahunya kembali bertanya. "Memangnya hal apa?"
"Tidak perlu tau, itu tidak penting..."
"Jika tidak penting tidak akan kau ingat hingga membuatmu emosi seperti itu, ayolah beritahu aku."
Haechan menghela nafas, lalu menceritakan semuanya, tentang apa yang terjadi hingga Renjun menjadi sasaran kemarahannya.
Selama Haechan bercerita, Renjun sangat khusyuk mendengarkan sampai-sampai saat Haechan terbawa emosi Renjun malah ikut-ikutan memaki orang yang telah melakukan kejahilan lewat batas itu pada Haechan.
"Cih, harusnya kau lawan saja orang itu! Itu keterlaluan! Jika kau tak berani, kau tinggal menyuruhku saja. Biar aku yang melawan mereka." Haechan berdecak. "Kau kira aku tak berani? Kemarin hanya waktunya saja tidak tepat, jadi aku tak bisa melawan mereka."
Renjun memutar matanya malas. "Ya... Ya... Karena waktunya tidak tepat jadi kau memilih untuk menendang orang yang tak bersalah? Pilihan yang bagus, hingga membuatku ingin meninjumu."
"Aku kan sudah meminta maaf. Apa kau tak bersungguh-sungguh memaafkanku?"
"Ya menurutmu?" Tanya Renjun dengan nada menyolot. Membuat Haechan kembali menghela nafas. "Hah... Simpan dulu amarahmu, kita sudah sampai."
Haechan memberhentikan mobilnya didepan sebuah gedung yang Renjun tebak adalah sebuah gedung apartemen.
Tak banyak percakapan, keduanya berjalan beriringan dengan Haechan yang mengarahkan langkah Renjun karena takut bila orang yang lebih pendek darinya itu akan tertinggal dan tersesat.
"Ini unitku." Ujar Haechan setelah berhenti di depan sebuah pintu dengan ukiran angka 606.
Renjun hanya diam, hingga Haechan memasukan pin dan membuka pintu unitnya. "Masuklah, duduk dulu di sana, aku akan membawa minum. Dan maaf bila berantakan." Setelah menunjuk kearah sofa, Haechan pergi ke dapur meninggalkan Renjun yang sekarang sedang berjalan dan mendudukan diri di sofa yang ditunjuk oleh Haechan.
"Berantakan apanya, ini sangat rapih..." Gumam Renjun mengedarkan pandangannya pada sekitar. Untuk seorang lelaki yang tinggal sendiri, apartemen Haechan terhitung rapih, karena tak ada sampah yang berserakan juga lantai yang tak kotor oleh debu.
"Minumlah dulu, maaf hanya ini yang tersisa di kulkasku, aku belum sempat berbelanja." Haechan meletakkan sekotak susu strawberry di atas meja. "Tidak masalah, ini adalah minuman kesukaanku." Tak menunggu lama Renjun meraih kotak susu yang diberikan Haechan dan membukanya. "Kalau begitu aku akan pergi kekamar sebentar, kau bisa menonton tv bila bosan." Renjun hanya mengangguk-ngangguk selagi meminum susunya hingga Haechan tak terlihat lagi dihadapannya.
Cukup lama menunggu, Renjun memilih untuk menyalakan TV dan menonton acara komedi.
"Singkapkan bajumu."
Mendengar suara itu Renjun menoleh dan menemukan Haechan dengan setelah santainya ; kaos lengan pendek dan celana longgar, tengah berjalan kearahnya sambil membawa tas kecil berwarna merah.
"Untuk apa?" Tanya Renjun takut bila Haechan akan melakukan sesuatu yang aneh.
"Jangan berfikir yang tidak-tidak. Aku hanya ingin mengobati lukamu." Jawab Haechan seperti menepis pemikiran kotor Renjun.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri. Berikan itu padaku." Renjun berupaya mengambil tas yang di pegang Haechan, namun tangannya ditepis halus.
"Jangan membantah!" Tegas Haechan.
Renjun kemudian memutar matanya malas dan ogah-ogahan menyingkap seragamnya.
"APA INI?"
Bersambung....
Alur lambat... Semoga masih ada yang mau baca...
Jangan lupa vote dan komen, nanti update lagi..
![](https://img.wattpad.com/cover/347532471-288-k670322.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Superhero | Hyuckren
FanfictionRenjun merasa jika keluarganya tak mempunyai musuh, namun suatu hari rumah Renjun di datangi oleh orang yang kemudian menculik ayahnya dan membawa jauh sosok berharga itu entah kemana. Dibalik sosoknya yang terlihat santai menghadapi masalah besar...