Renjun hanya diam saat Haechan memekik karena terkejut melihat perutnya. Sebenarnya kemarin perut Renjun terasa sakit dan perih. Tapi karena masalah besar yang sedang terjadi, Renjun melupakan sakit diperutnya dan terus menangis memikirkan sang ayah. Malam-malam ketika Renjun berupaya tertidur, sakit di perutnya kembali menyerang. Karena penasaran Renjun pun memeriksa area perutnya dan menemukan memar ungu yang cukup besar. Sungguh hebat memang tendangan dari berandalan itu. Sampai-sampai Renjun dibuat geram dan ingin mematahkan kaki panjangnya.
"Apa kau tak mengobatinya?"
'Bagaimana bisa mengobatinya jika aku saja dikurung di dalam kamar.' Gerutu Renjun dalam hati. Namun yang diucapkannya berbeda. "Aku pikir itu akan hilang sendiri." Jawab Renjun asal.
"Tunggu sebentar."
Haechan kemudian pergi, dan tak lama kembali sambil membawa es yang sudah di balut kain.
"Maaf, aku akan mengompres perutmu." Renjun hanya bergumam sebagai tanda mengizinkan yang mana membuat Haechan langsung meletakkan kompres es itu di memar Renjun.
"Akh!" Rintihan Renjun membuat Haechan panik seketika.
"Kenapa? Apa sakit?" Tanyanya panik.
"Ya... Dan sedikit dingin."
Haechan merasa amat bersalah, karena masalah sepele ia malah menyakiti orang lain hingga terluka seperti ini.
"Apa kita perlu kerumah sakit? Aku khawatir lukamu akan semakin parah jika tidak ditangani dengan semestinya."
Renjun menggelengkan kepalanya sebagai penolakan atas perkataan Haechan. "Tidak perlu, aku yakin ini akan sembuh dengan hanya menggunakan salep."
"Kau yakin? Aku bisa mengantarmu sekarang."
Renjun menatap Haechan lalu tersenyum. "Terimakasih atas tawarannya, ini tak separah dugaanmu. Ini hanya memar biasa, tidak perlu khawatir."
Meski masih merasa jika Renjun harus dibawa kerumah sakit. Haechan tetap mengangguk dan percaya bahwa memar itu akan sembuh. Melihat warnanya yang ungu dengan ukuran cukup besar, Haechan merutuki dirinya sendiri karena kemarin ia hilang kendali.
"Cukup, perutku rasanya kebas karena rasa dingin." Ujar Renjun, dan Haechan pun menyimpan kompresan itu lalu mengambil salep dari tas yang dibawanya.
"Tahan, mungkin ini akan sakit." Peringat Haechan sebelum mengoleskan salepnya.
Renjun hanya diam menatap wajah Haechan yang begitu serius ketika mengobati memarnya, bahkan alis lelaki itu menukik membuat dahinya sedikit berkerut.
'Kenapa dia terlihat tampan..................? Ah tidak Renjun! pasti kau sudah gila.' Monolog Renjun dalam hati.
"Selesai." Ujar Haechan, kemudian dia membereskan kembali salep juga barang lainnya dan menyimpan ke tempat semula, lalu kembali menghampiri Renjun.
"Ini hampir malam, apa kau mau pulang? Aku takut orangtuamu nanti mencarimu."
"Aku tidak bisa."
"Apa yang tidak bisa?" Tanya Haechan bingung.
'Huh, haruskah aku memberitahunya?'
"Em, aku..."
"Ada apa? Beritahu aku, mungkin aku bisa membantu." Ujar Haechan dengan nada yang lembut.
Renjun yang melihat wajah tulus dari Haechan pun meyakinkan diri untuk bercerita tentang apa yang dialaminya. "Sebenarnya..... aku diculik."
Haechan terkejut, namun dia tak mengeluarkan sepatah kata pun karena membiarkan Renjun untuk melanjutkan ucapannya.
"Kemarin saat aku pulang kerumah, ada seorang pria yang datang kerumahku dan menculik ayahku. Aku pun dibawa oleh bawahannya kerumah pria itu. Aku dikurung di sebuah kamar dan tak bisa kemana-mana. Tapi untungnya mereka membiarkanku untuk sekolah."
"Jadi... Ayahmu diculik? Dan kau juga?" Renjun mengangguk lesu. "Maka dari itu aku bingung harus pulang kemana. Jika aku kembali kerumah lamaku, aku takut mereka akan menemukanku." Haechan mengangguk mengerti.
"Jika kau mau, kau bisa tinggal disini untuk sementara waktu."
Renjun beralih menatap wajah Haechan dengan mata yang berbinar. "Benarkah? Apa kau tak keberatan?"
"Tentu saja, aku pun hanya tinggal sendiri disini. Mungkin jika ada kau, aku tidak akan merasa kesepian."
Mendengar perkataan Haechan, Renjun reflek memeluk tubuh yang lebih besar darinya itu. "Terimakasih banyak, sebagai balasannya aku bisa membantu untuk membersihkan apartemenmu atau mencuci bajumu."
"Hm.."
Renjun kemudian melepas pelukannya. "Ah maaf.. Aku tidak.."
Haechan tersenyum. "Tidak masalah."
Kemudian keduanya terdiam dengan suasana canggung.
"Karena kamar tamu belum aku bereskan. Mungkin kau akan tidur dikamarku.".
"Aku jadi merasa tidak enak, lebih baik aku tidur di kursi saja."
"Kenapa? Kita kan sama-sama lelaki."
Renjun menghembuskan nafasnya.
"Baiklah, jika kau tidak keberatan."
Bersambung....
Jangan lupa vote dan komennya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Superhero | Hyuckren
FanfictionRenjun merasa jika keluarganya tak mempunyai musuh, namun suatu hari rumah Renjun di datangi oleh orang yang kemudian menculik ayahnya dan membawa jauh sosok berharga itu entah kemana. Dibalik sosoknya yang terlihat santai menghadapi masalah besar...