Woodenhill II

6 2 0
                                    

Ikiru segera tahu siapa Flash setelah berlari menuju belakang rumah karena suara itu. Flash adalah seekor kuda. Kuda abu-abu yang tinggi dan banyak tingkah, Tarou yang sedang memegang kekangnya hanya setinggi punggungnya. Ikiru sangat takjub melihat kuda sebesar itu.

"Perkenalkan, ini Flash. Kuda tercepat yang pernah ada." Ucap Tarou dramatis, disusul ringkikan kuda itu sekali lagi.

Ikiru hanya bisa diam melongo melihatnya. Ia pikir Flash itu seseorang, ternyata hanya seekor kuda.

"Kemari," kedua tangan Tarou terulur hendak meraih Ikiru yang hanya bisa pasrah. Tarou dengan mudah  membopong Ikiru naik ke atas kuda. "Hati-hati."

Ikiru berpegangan pada tengkuk kuda dengan canggung, ia terlihat bingung memilih pegangan.

Selanjutnya Tarou melompat naik ke atas pelana dan duduk di belakang Ikiru. Tangannya meraih tali kekang yang membuat Flash bergoyang pelan.

Ikiru berpegangan kencang pada tengkuknya takut dirinya jatuh. Tarou tak menghiraukannya, tangannya memacu tali kekang dan kudanya mulai berjalan.

Mereka menyusuri jalanan kota yang padat. Matahari memancarkan sinarnya nyaman menimpa wajah , itu membuat perjalanan mereka jadi lebih ringan karena udara yang sejuk. Ikiru makin penasaran dengan desa Woodenhill ini. Seperti apa desa kelahiran Tarou itu.

~•|||||||•~

"Lihat, kita sudah hampir sampai." Ucap Tarou ketika rumah-rumah dengan atap kayu mulai terlihat dari jauh, menunjuk ke depan. "Itulah desa Woodenhill, rumahku."

Tarou melambatkan kudanya ketika memasuki gapura desa yang terbuat dari batu bata merah itu. Sesekali menyapa orang-orang yang mereka lewati. Tarou terus mengendalikan kudanya hingga menyeberangi sebuah jembatan kayu.

"Biar kuberi tahu, desa ini terbagi dua, yang di belakang kita itu desa bagian timur dan yang di depan kita bagian baratnya." Jelas Tarou yang baru saja menyapa seseorang yang hendak pergi ke ladangnya.

"Jadi, rumahmu di desa barat, ya?" Tanya Ikiru menunjuk ke arah depan.

"Yap, kau pintar." Puji Tarou sambil membelokkan kudanya ke salah satu rumah. Tempat tinggal sederhana dengan cat cokelat muda yang halamannya cukup luas, terdapat kebun kecil disana, pemilik rumah pastilah orang yang tekun dilihat dari sisi-sisi rumah yang terawat.

Mereka turun dari kuda dan Tarou segera menuntun kuda itu ke salah satu pohon di sana, kemudian mengikatnya. Mereka berdua berjalan menuju teras rumah kayu itu, kemudian Tarou mengetuk pintunya.

Tidak ada jawaban

Tarou coba mengetuknya lagi. "Halo,  ada orang?" Seru Tarou sambil menunggu jawaban dari tuan rumah.

"Ya, sebentar," Terdengar suara perempuan dari dalam, dan beberapa saat kemudian kenop pintu diputar dan perlahan pintu terbuka.

"Ada yang bisa-ASTAGA, TAROU?!" Seru tuan rumah, seorang wanita paruh baya yang menangkupkan sepasang tangannya yang ber-sarung tangan di mulut- sepertinya sedang memasak, saking terkejutnya mengetahui siapa yang datang. "Kau membuat ibu terkejut." Wanita itu mengelus dadanya. "Dan siapa anak ini? Hei, tunggu, sepertinya aku tahu, ehm, kau pasti Ikiru."

Ikiru mengangguk malu-malu. Seingatnya ia belum pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya.

"Wah, sungguh sebuah kejutan. Jarang-jarang Tarou pulang kemari dan terlebih mengajak seseorang. Kau sudah besar ya, nak." Wanita itu tersenyum hangat. "Apakah kamu ingat bibi?"

Ikiru menggeleng. Melihat reaksinya Ikiru tidak ingat, benar-benar tidak ingat, bahkan tidak tahu. Ia hanya tahu bibi itu ibu Tarou. Itu saja.

"Tentu saja lupa, Bu. Dia masih bayi saat itu." Tukas Tarou mewakili Ikiru.

"Sepertinya sudah lupa, ya." Wanita itu tertawa kecil. "Dulu bibi yang membantu persalinan ibumu." Jelasnya kepada Ikiru. "Panggil saja bibi, bibi Tasya."

"Dulu, ibuku juga yang mengasuhmu saat bayi." Tambah Tarou.

Ikiru hanya manggut-manggut paham. Ternyata ini bukan pertama kali baginya.

"Kau makin mirip ibumu, tapi versi rambut hitamnya." Tasya kembali tertawa sambil mengelus kepala Ikiru. "Lalu, kamu tidak ada bedanya dulu dengan kakakmu-"

"Sudah, sudah Bu, ibu tidak lihat Ikiru kelelahan?" Tanya Tarou coba mengalihkan pembicaraan dengan senyum seadanya. Ia berharap ibunya tak menyinggung hal itu sama sekali.

Sontak Tasya seakan paham dengan pertanyaan Tarou. "Oh, tentu saja, tidak baik bercakap-cakap di luar rumah." Bibi Tasya mulai menggandeng keduanya dengan sarung tangan yang sudah ia lepas. "Ayo masuk, masuk. Tapi kenapa kau hanya bersama Ikiru?"

"Pelan-pelan, Bu." Tarou ikut terlonjak. Ia kembali memberi isyarat, ia akan jelaskan semuanya nanti.

"Tarou, persalinan itu apa?" Bisik Ikiru, bertanya dengan polosnya, membuat yang ditanya makin terlonjak.

Return 0: Awal; Bag ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang