Ruangan itu didesign untuk bersantai. Di sudut sana terdapat meja kerja yang besar, juga sesosok pria yang tengah duduk di balik meja kerjanya bersama tumpukan berkas di genggaman tangan.
Saemi tersenyum lembut menatap sang suami, ia membawakan semangkuk sereal dan juga segelas susu untuk Heeseung pagi ini. Dia mendekat ke arah meja kerja Heeseung untuk meletakkan segelas susu dan juga semangkuk sereal itu hingga membuat Heeseung berhasil mengalihkan pandangan, lalu senyumnya terukir hangat.
"Sayang..."
"Tidak lelah?"
Saemi bertanya itu lantaran Heeseung tidak tidur sejak semalam, kantung matanya menghitam dan wajahnya terlihat begitu lelah.
"Mau bagaimana lagi? Hanya ini satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk membantu meringankan pekerjaan Sunghoon di kantor."
Saemi menghela napas jengah. "Aku tahu, tapi kau tidak perlu memaksakan diri untuk menyortir semua berkas itu, melihatnya saja membuat mataku sakit."
Heeseung tertawa. Suara tawanya terdengar begitu indah mengalun menyapa gendang telinga Saemi. "Duduklah di sini. Temani aku menyortir tiga berkas lagi, setelah itu ini akan selesai."
Saemi duduk sambil mengamati pria itu. Dia duduk di kursi kerja milik Heeseung, sedangkan Heeseung sendiri duduk di atas kursi rodanya.
"Kau tidak lapar, sayang?"
"Hmm?"
"Pesanlah sesuatu untuk dimakan. Jangan memasak, aku tidak mau melihatmu lelah."
Saemi tersenyum mendengarnya, Heeseung memang tipikal pria yang pengertian. Sejak awal menikah, Heeseung tidak pernah menuntut Saemi untuk memasak apalagi berberes rumah, dia terbiasa diperlakukan seperti putri raja di rumah ini meski tangan Saemi juga cukup terampil untuk melakukan pekerjaan rumah.
Matanya cokelat gelap begitu juga dengan rambutnya yang cokelat dengan sedikit warna keemasan membuat Heeseung terpaku. Pria itu menyusurkan jemarinya di pipi Saemi yang begitu lembut seperti bayi, dan tanpa disangka Saemi langsung memejamkan matanya menerima setiap sentuhan jemari Heeseung di wajahnya.
Tidak, sampai ponsel Heeseung berdering nyaring kala itu sampai membuatnya berhenti dari aktifitasnya dan meraih ponselnya di atas meja.
Dahi Heeseung membentuk segurat garis samar saat mengetahui siapa dalang di balik layar ponselnya yang berdering.
"Siapa?"
"Sunghoon."
Saemi menyerngit. Wajahnya bergetar karena rasa takut yang tiba-tiba merasuki dirinya, matanya refleks menatap wajah Heeseung dan berusaha untuk menyembunyikan rasa gugupnya ketika mendapati suaminya itu mengangkat panggilan.
"Ya, Sunghoon?"
Saemi tidak mengerti apa saja yang dibicarakan Sunghoon dari seberang sana, tetapi ia tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres ketika kedua alis Heeseung langsung bertaut curam. "Apa? Bagaimana bisa? Terakhir kali kau letakkan di mana dokumen dan berkas penting itu?"
"..."
"Ya, oke. Aku mengerti, kau lupa meninggalkannya di sini bersama tumpukan berkas-berkas yang lain? Apa? Mapnya berwarna cokelat?"
Hening cukup lama, Heeseung terlihat begitu fokus mendengarkan suara Sunghoon dari seberang telpon sambil sesekali menganggukkan kepala sampai pada akhirnya ia kembali menarik keluar suaranya.
"Jangan khawatir Sunghoon... berkas itu akan sampai di kantor setengah jam lagi."
Usai panggilan telepon dari seberang terputus, Heeseung menghela napas. Laki-laki itu mulai sibuk memilah berkas-berkas yang tertumpuk di atas meja, membukanya satu demi satu dengan teliti kemudian perasaan lega membanjiri kepalanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/355250328-288-k745671.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Guilty
FanfictionDalam dunia yang penuh dengan kebingungan dan pertentangan, Sunghoon dan Saemi adalah dua jiwa yang saling membutuhkan. Sunghoon membutuhkan Saemi, dan Saemi dengan caranya sendiri membutuhkan Sunghoon. Percikan api gairah yang bergejolak di antara...