Selesai makan malam, seperti biasa Heeseung minta ditemani saat mengerjakan tugas kantor yang diberikan Sunghoon, lelaki itu tampak serius mengahadap notebooknya, sambil sesekali menyesap kopi, sementara Saemi hanya diam mengamati laki-laki itu. Benaknya berkecamuk memikirkan pertanyaan Sunghoon sejak semalam.
"Jika aku bisa membuktikan kalau aku pantas untukmu, apa kau bisa meninggalkan suamimu untukku?"
Pikiran Saemi menjadi kalut. Dia bingung... bahkan dia tidak bisa membaca perasaannya sendiri. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan.
Bingung sekali rasanya ketika dia harus memilih siapa yang terbaik di antara Heeseung dan Sunghoon. Siapakah yang sebenarnya paling dia inginkan?
Memang setelah insiden perselingkuhan Sunghoon dengan gadis itu dulu berhasil melukai hatinya, tapi setelah kedekatan yang dipaksakan selama satu tahun terakhir ini mau tak mau telah membuka sebuah celah di hati Saemi dan mengantarkannya pada perasaan yang mulai bertumbuh pelan lagi tanpa ia sadari. Akan tetapi, di lain sisi Saemi tidak mau kehilangan Heeseung begitu saja karena ia telah menikah dan hidup bersama laki-laki itu.
Munafik jika Saemi berkata dia tidak ingin memiliki Sunghoon, namun Heeseung juga telah membuktikan bahwa laki-laki itu telah menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab atas kebahagiaannya selama ini.
Saemi sadar bahwa dia tidak akan pernah bisa menyimpan dua laki-laki di dalam hatinya dan menggenggam tangan mereka sekaligus. Untuk sementara ini dia hanya bisa melihat akan dibawa ke mana perasaan ini.
"Sayang.."
Permukaan pipinya terasa dingin kala tangan Heeseung mengusapnya dengan begitu lembut. Saemi menatap ke arah suaminya, lelaki itu sudah meluruskan punggung menghadapnya. Notebooknya sudah tertutup dan berkas-berkasnya sudah tersusun rapi. Astaga... berapa lama tadi dia melamun? Sudah berapa lama Heeseung menyelesaikan pekerjaannya?
"Kau terlihat gelisah. Bosan, ya?" Heeseung bertanya lagi, membawa jemarinya menyusuri pipi sang istri yang terasa begitu lembut.
Saemi menggeleng. "Kau sudah selesai?"
Heeseung mengangguk. "Kau mau langsung tidur saja?"
"Aku rasa iya. Aku sedikit lelah akhir-akhir ini."
Saemi mengerjap saat dirasakannya bibir Heeseung mengecup manis puncak kepalanya, lalu dengan lembut laki-laki itu tersenyum dan menggenggam jemarinya. "Aku sudah bilang tidak perlu melakukan pekerjaan rumah. Tadi pagi kau bahkan membersihkan kamar tamu, padahal belum ada yang pernah menginap di sana. Kenapa kau membersihkannya?"
Saemi terdiam, cukup lama. Berusaha mencari alasan yang masuk akal. Apa yang bisa dia katakan tentang kamar itu? Bahwa semalam dia melakukan seks yang hebat bersama dengan adik iparnya sendiri lalu membersihkan sisa-sisa kekacauan yang dia perbuat bersama Sunghoon, begitu? Yang benar saja.
"Justru karena kamar itu selalu terkunci dan tidak pernah dibuka, sarang laba-laba bisa muncul kapan saja. Kau belum pernah melihat sarang laba-laba di kamar itu sebelumnya, 'kan? Aku selalu membersihkan kamar itu setidaknya seminggu sekali," katanya sambil mengulas senyum tipis, walau dia merasakan adrenalinnya berpacu karena menerima tatapan skeptis dari sang suami.
Saemi mencoba tersenyum setulus mungkin. "Tidak perlu menunggu tamu datang untuk membersihkan kamar itu karena mereka bisa datang kapan saja. Hal itu juga membantu agar kita tidak terlihat seburuk kesan pertama mereka saat berkunjung."
Kedua sudut bibir Heeseung terangkat membentuk sebuah senyuman hangat. "Kau benar. Kenyamanan tamu juga menjadi salah satu prioritas tuan rumah, bukan?"
Bibir tipis dan manis itu terkulum. Saemi tahu Heeseung tidak berusaha untuk menyindirnya, tetapi ketika seseorang sudah terlanjur merasa membuat sebuah kesalahan, lontaran kata apapun pasti kedengarannya seperti sebuah sarkasme yang ditujukan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guilty
FanfictionDalam dunia yang penuh dengan kebingungan dan pertentangan, Sunghoon dan Saemi adalah dua jiwa yang saling membutuhkan. Sunghoon membutuhkan Saemi, dan Saemi dengan caranya sendiri membutuhkan Sunghoon. Percikan api gairah yang bergejolak di antara...