Hujan turun lagi dengan derasnya, bahkan payung itu pun tak bisa melindungi dirinya dari percikan air hujan. Tapi Heeseung tidak peduli.
Heeseung menatap sekeliling pekarangan rumah itu dengan gelisah. Hari sudah gelap, apalagi hujan turun dengan begitu derasnya sehingga tak akan ada orang yang begitu bodohnya berada di luar ruangan, kecuali dirinya sendiri.
“Kumohon angkat panggilanku, Jung Saemi!”
Heeseung duduk di atas kursi roda sambil mencengkeram payungnya erat-erat, menahan tiupan angin yang semakin kencang. Matanya bergantian melirik arloji dan ponselnya dengan harap-harap cemas. Heeseung tidak bisa menghubungi Saemi sejak beberapa waktu yang lalu lantaran mendapati ponsel sang isteri berada di luar jangkauan.
Di mana sebenarnya Saemi? Mengapa dia tidak bisa dihubungi? Heeseung tahu, Saemi sama sekali tidak memiliki kesan yang baik terhadap hujan.
Heeseung masih ingat saat pertama kali bertemu Saemi. Entah nasib sial apa yang menghinggapinya ketika pertama kali dia bertemu dengan Saemi. Saat itu hari sedang berhujan, Heeseung mengeratkan jaketnya menyusuri setapak jalan sempit yang gelap, sunyi, kotor, dan mencekam. Tidak ada apa pun di sana, kecuali sebuah tempat sampah besar dan kadang-kadang tetesan air pendingin dari gedung yang menghimpit jalanan itu.
Sampai akhirnya, dia melihat Saemi. Meronta dan terpojok di balik tembok berlumut, terlihat sangat ketakutan, tubuhnya gemetar di tengah hujan lebat tatkala segerombol pria mabuk di sana berusaha untuk memperkosanya. Dua orang mencengkeram masing-masing pergelangan tangannya, sementara satu orang yang lain berusaha membuka kancing bajunya, menarik beberapa darinya dengan tak sabaran sampai rusak.
Situasi yang genting mau tak mau melibatkan Heeseung dalam sebuah pertarungan dengan beberapa pria mabuk di sana meski Heeseung jelas kalah telak. Sebenarnya Heeseung itu cukup atletis karena dia suka berolahraga. Tetapi, Heeseung hampir tidak pernah berkelahi seumur hidupnya, jadi hanya beberapa pukulannya saja yang berhasil mengenai pria-pria di sana. Sejak awal Heeseung tahu, melakukan hal ini rasanya sama saja dengan membunuh dirinya sendiri.
Jika saja malam itu Heeseung tak terlibat di dalam masalah Saemi, entah nasib buruk apa yang akan menimpa perempuan itu. Di mulai sejak hari itu, pertemuan mereka berlanjut hingga ke pertemuan-pertemuan berikutnya.
Berbagai pikiran buruk berkecamuk di dalam benak Heeseung, bagaimana kalau Saemi kecelakaan? Atau dia menjadi korban kejahatan? Bagaimana kalau isterinya terluka parah dan tidak dapat datang kepadanya untuk meminta pertolongan?
Lama terdiam, laki-laki itu akhirnya mengambil keputusan untuk mendorong kursi rodanya menggunakan satu tangan sementara tangan yang lain memegang erat-erat payungnya yang hampir terbang karena tertiup angin. Dengan susah payah Heeseung mendorong kursi rodanya menyeberangi jalan kecil yang membelah taman menuju pagar depan rumah.
Heeseung akan melaporkan kehilangan Saemi ke kantor polisi.
Namun, takdir yang kejam seolah menertawakan kecacatan Heeseung saat itu. Jalanan yang licin membuat kursi rodanya tergelincir. Laki-laki malang itu jatuh tersungkur. Dingin seketika menyergap saat tubuhnya yang tak terlindungi oleh atap dihujam derasnya air hujan.
Heeseung meringis kesakitan, kepala dan dagunya terlebih dahulu menghantam tanah dengan keras saat terjatuh. Kursi rodanya terbalik menimpanya, sekuat tenaga Heeseung mencoba bangkit dengan menyeret tubuhnya menggunakan kedua telapak tangan dan berusaha untuk kembali duduk di atas kursi rodanya.
Sementara itu hujan turun makin deras hingga pemandangan di depannya makin kabur, Heeseung tidak begitu menyadari seseorang datang merengkuhnya bersama jerit tangis yang membahana mengalahkan suara hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guilty
FanfictionDalam dunia yang penuh dengan kebingungan dan pertentangan, Sunghoon dan Saemi adalah dua jiwa yang saling membutuhkan. Sunghoon membutuhkan Saemi, dan Saemi dengan caranya sendiri membutuhkan Sunghoon. Percikan api gairah yang bergejolak di antara...