Saemi menatap nanar tubuh telanjangnya di cermin, air hangat yang mengalir dari pancuran menimpa tubuhnya yang terasa meremang. Kaca kamar mandi itu beruap, sehingga bayangan tubuhnya terpantulkan samar-samar.
Dia menyerngit ketika melihat leher, buah dada, sampai ke perutnya dipenuhi oleh bekas ciuman Sunghoon. Laki-laki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana, warnanya merah di sekujur tubuh Saemi, dan Saemi yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.
Dasar sunghoon bodoh! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman. Di bagian dada dan perut bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher? Tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa semalam Sunghoon bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahan-nahan diri. Seharusnya dia tetap terjaga dan tidak membiarkan kesadarannya melayang terbawa oleh pernyataan cinta Sunghoon di atas ranjang.
Percintaannya dengan Heeseung tidak pernah sepanas itu sehingga Heeseung bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Saemi tahu bekas ciuman seperti ini butuh waktu beberapa hari untuk hilang.
Helaan napas terasa memberat, Saemi meraih handuk yang tergantung pada tuas di samping wastafel untuk mengusap rambutnya yang basah. Dia mengambil salep dan mengoleskannya pada titik merah di lehernya, tepat di bawah telinga kanan, serta berharap bekas itu akan memudar dalam waktu dekat.
...
Aroma makanan itu terasa begitu menggoda. Aroma manis dan gurih dari kudapan yang masih panas menyeruak ke seluruh penjuru ruangan.
Mata Saemi tak sengaja melihat sang suami datang ke dapur sambil mendorong kursi rodanya dengan kedua tangan. Laki-laki itu terlihat bingung saat mendapati Saemi tengah berada di dapur untuk menyiapkan makan malam.“Kau masak hari ini, sayang?”
Saemi mengulum senyum dan mengangguk semangat. “Aku sudah memutuskan bahwa mulai hari ini aku akan memasak makanan untuk kita berdua.”
“Kenapa?”
“Kita akan mati muda kena serangan jantung kalau tiap hari mengkonsumsi makanan cepat saji semacam itu,” katanya.
Heeseung tertawa geli. “Jadi kau ingin hidup menua bersamaku?”
“Istri mana yang tidak ingin menua dan hidup bahagia bersama suaminya?” Saemi mencibir lalu kembali fokus pada masakannya. “Aku memasak karena aku ingin kau memakan makanan yang nutrisinya terjamin,” katanya.
“Kau harus menjaga pola makan yang sehat mulai sekarang. Minggu depan kau akan rutin menjalani terapi pemulihan syaraf, ‘kan?”
Heeseung mengangguk. “Aku tahu, tapi aku hanya tidak ingin melihatmu lelah.”
“Aku suka banyak bergerak, dengan begitu aku merasa sehat,” gumamnya dalam senyum manis.
Heeseung menghela napas, tahu bahwa isterinya itu keras kepala. Untuk beberapa saat ia hanya diam memperhatikan istrinya fokus memasak, tangannya begitu cekatan dan tubuhnya yang dibalut apron memasak terlihat begitu cantik dan menarik di mata Heeseung.
“Coba cicipi sup ini. Terlalu asin, tidak?”
Saemi membalikkan badan sambil memegang sendok berisikan sedikit kuah sup yang hangat. Dengan senang hati Heeseung mencicipi masakan yang telah dibuat Saemi, dan begitu sup itu masuk ke dalam mulutnya, Heeseung tidak bisa untuk tidak memuji masakan sang istri.
"Masakanmu selalu menjadi yang terbaik, sayang."
Saemi tersenyum.
Heeseung melirik masakan Saemi yang telah terletak rapi di dalam mangkuk dan juga piring saji. Menu makanannya begitu banyak, sehingga Heeseung berpikir makanan itu bisa memenuhi seisi meja makan jika disajikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Guilty
FanfictionDalam dunia yang penuh dengan kebingungan dan pertentangan, Sunghoon dan Saemi adalah dua jiwa yang saling membutuhkan. Sunghoon membutuhkan Saemi, dan Saemi dengan caranya sendiri membutuhkan Sunghoon. Percikan api gairah yang bergejolak di antara...