6.

1.5K 72 16
                                    

Jarum jam yang terus berputar menelan malam yang semakin naik. Kepala Sunghoon tersandar lemah di lekukan leher Saemi setelah mengeluarkan klimaksnya yang kesekian kali. Mereka sama-sama mengatur deru napas dan detak jantung yang berderu gila.

Pakaian mereka berserakan di bawah karpet. Keadaan ranjang saat itu seperti habis diserang badai. Tiga jam berlalu setelah permainan ranjang yang terasa membakar gairah dan nafsu itu usai, ada sedikit rasa nyeri dan pegal yang Saemi rasakan karena pahanya terbuka lebar tiga jam penuh melayani Sunghoon.

"Aku harus kembali ke kamar sebelum suamiku bangun."

"Haruskah?"

Saemi mengerjap menyadari pertanyaan itu. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, Saemi melirik ke arah jam dinding. Pukul dua pagi. Di jam-jam rentan seperti ini, Heeseung biasanya terbangun entah karena merasa haus atau ingin berkemih.

"A-aku tidak bisa lama-lama, Sunghoon. Aku meninggalkan suamiku sendiri di kamar, kalau dia terbangun dan mengetahui kita ada di sini itu berbahaya."

Meski sedikit tidak rela, Sunghoon mengangguk dan mulai menarik diri dari atas tubuh Saemi. Bagian bawahnya masih berkontraksi dan itu berhasil membuat Saemi mengerang saat Sunghoon mencabut miliknya yang perkasa dari sana.

Dengan santai laki-laki itu bangkit dari ranjang, tak peduli dengan ketelanjangan tubuhnya. Sunghoon mengangkat alis tersenyum melihat Saemi memalingkan muka.

Dengan sengaja dia mendekat dan mengangkat dagu Saemi agar menghadapnya. “Ada apa, sayang? Kau malu melihatku telanjang? Bukankah kita sudah menghabiskan waktu berjam-jam telanjang bersama?”

Wajah Saemi merah padam, tapi dia tidak berkata apa-apa.

“Pergilah sebelum suamimu bangun. Tidak perlu mengantarku, aku akan lewat pagar belakang.”

...

Saemi terdiam di ujung pintu kamar dengan cahaya remang yang berusaha memecah gelap. Suasana dalam ruangan tampak luas dan terasa sejuk, temperaturnya diatur senyaman mungkin dan samar-samar tercium aroma lavender yang menenangkan.

Tatapan Saemi tertuju ke arah ranjang. Mengamati sosok yang selama beberapa tahun belakangan telah menikah dan hidup bersamanya. Tubuh Heeseung terbaring di sana, bahunya tampak tenang terlihat di balik selimut yang hangat. Saemi mendekat pelan ke sisi ranjang tempat suaminya berbaring, wajahnya tampak damai sekali saat sedang tidur.

Saemi mengulum senyum, ia menyingkap selimut dan mulai menyelinap masuk. Kemudian, menarik diri untuk merengkuh tubuh sang suami seraya mencium lembut bibirnya. Dia sayang sekali dengan suaminya ini. Tangan Saemi terselip di pinggang Heeseung sehingga kepalanya bersandar pada dada lelaki itu.

Merasakan gerakan itu, mata Heeseung terbuka untuk menatap Saemi, rasa kantuk masih menyelimutinya. “Dari mana saja, sayang?” laki-laki itu bertanya dengan suara parau.

“Aku ketiduran di ruang tengah setelah menonton film. Tidurlah, ini sudah larut.”

Senyum Heeseung tampak teduh. Tangannya menyisir lembut rambut Saemi dengan jemarinya, menariknya lalu mendekapnya erat. Tubuh Saemi yang tegang dan kaku akhirnya meleleh, menyerah pada kehangatan yang diberikan padanya di tengah kamar yang dingin itu. Tersenyum tipis saat Heeseung berbisik, “Selamat tidur. Aku mencintaimu.” Sebelum akhirnya terlelap di pelukan hangat sang suami.

...

Kopi itu mengepul panas dan menguarkan aroma nikmat ke seluruh penjuru ruangan. Pelayan kafe beberapa waktu yang lalu datang meletakkan pesanan Sunghoon di atas meja tempatnya duduk.

Guilty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang