Matahari telah terbenam, Jisung perlahan membuka matanya. Dia mengerjap beberapa saat, belum merasakan keanehan apapun.
Setelah kesadarannya terkumpul sepenuhnya, dia melotot, bibirnya terbuka, wajahnya kebingungan. Jisung menoleh ke kanan dan ke kiri, mengusap-usap matanya berulang kali.
Hal itu tak luput dari Jaemin, dia sedang duduk di sofa yang ada di kamar Jisung. Bagi Jaemin pemandangan Jisung saat ini nampak begitu menggemaskan, wajah kebingungan serta tindakan-tindakan yang dia lakukan benar-benar menggemaskan. Memang, banyak orang yang menggemaskan di muka bumi ini bahkan mungkin lebih menggemaskan daripada Jisung, tapi bagi Jaemin yang paling menggemaskan adalah Jisung karena pemuda itu benar-benar menggemaskan bukan dibuat-buat.
"Ini dimana?" Gumam Jisung, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Apakah aku masih di alam mimpi? Sepertinya sih begitu, karena tidak mungkin tiba-tiba kamarku yang sempit jadi luas seperti ini! Ya sudah kalau begitu ayo kembali tidur!" Gumam Jisung, dia kembali berbaring dan memejamkan matanya.
"Pacarku, bodoh!" Gumam Jaemin.
Jisung kini kembali membuka matanya, "Lah? Kok belum kembali sih? Apa jangan-jangan ini nyata? Aku di culik?"
Jisung terduduk, "Kalau di culik sepertinya mustahil, karena aku itu miskin percuma menculik orang miskin! Lagipula kamar ini luas berarti dia kaya, jadi mana mungkin kan, orang kaya menculik orang miskin?"
"Pacar sudah bangun?"
Jisung yang mendengar suara orang lain tersentak, dirinya langsung menatap ke arah Jaemin.
"Kau? Siapa? Apakah kita saling mengenal?" Tanya Jisung, dirinya langsung bangkit menuju ke arah Jaemin.
Jaemin tersenyum ramah, "Tentu kita saling mengenal, aku adalah pacarmu! Orang yang kau ajak berpacaran melalui telepon!"
Jisung melotot, dirinya tanpa sadar menarik kerah kemeja merah Jaemin. "Katakan kenapa aku bisa sampai di sini?"
Berandal, tetaplah seorang berandal, daripada meminta penjelasan dengan baik-baik, Jisung lebih memilih mengajak adu otot.
"Karena aku mau kita se rumah, pacar!" Balas Jaemin masih dengan senyum ramahnya.
Jisung semakin mengeratkan genggamannya pada kemeja merah Jaemin, sedangkan Jaemin masih tersenyum namun, tangannya mulai melingkar di pinggang ramping Jisung.
"Kembalikan aku! Selagi aku berbicara baik-baik jika tidak aku akan membuat dirimu babak belur!" Ancam Jisung.
"Apakah pacar tidak suka dengan rumah ini?" Tanya Jaemin heran.
Seharusnya, orang seperti Jisung bahagia mendapatkan pacar seperti dirinya yang kaya raya bahkan jika Jisung mau Jaemin juga akan menutupi kasus perundungan yang dilakukan oleh Jisung kepada teman satu sekolahnya itu.
"Aku tidak peduli! Sekarang kembalikan aku ke rumahku! Sialan!"
Jisung memberikan ancang-ancang ingin menghajar Jaemin, dia sudah mengepalkan tangannya.
"Kenapa tidak peduli? Padahal kita sudah berpacaran, lagipula seharusnya kamu bangga punya pacar kaya seperti aku!"
"Jangan berbicara lagi! Kembali aku pulang!"
Jisung sudah siap memberikan bogeman pada Jaemin, tapi sayangnya dihentikan oleh pemuda itu. Jaemin mengambil tangan itu dan mengecup tangan Jisung, kemudian satu lagi tangannya masih apik berada di pinggang Jisung.
"Kamu tidak bisa memukul diriku, karena aku lebih kuat daripada dirimu. Jadi nikmati saja pacar!" Jaemin mengedipkan matanya, mengecup tangan Jisung berulang-ulang.
Jisung mendengus geli, sepertinya dia sedang sial. Apa ini karma karena dia sering merundung orang lain?
"Siapa yang mau jadi pacarmu?" Tanya Jisung tajam.
"Bukannya kamu yang bilang bahwa kita berpacaran, kamu bahkan bilang mulai dari detik ini dan seterusnya kita berpacaran! Aku sedih karena pacarku ini sepertinya mempermainkan diriku!" Jaemin memasang ekspresi sedih.
Jisung tersentak, wajah Jaemin memang terlihat sedih tapi sorot matanya nampak begitu tajam seperti menginginkan dirinya untuk tunduk. Belum lagi cengkraman tangan Jaemin terhadap pinggangnya begitu kuat, Jisung yakin hal itu akan berbekas.
"Hei! Bisakah kita putus? Kita kan tidak saling mengenal!"
Jaemin mengubah wajahnya menjadi datar, sorot matanya begitu tajam dan mengancam membuat seorang perundung seperti Jisung menciut.
"Sayangnya, pacarku ini tidak berhak memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Karena mulai sekarang hidup pacarku akan berada di genggaman ku,"
Jaemin tersenyum ramah lagi, dia memeluk Jisung lembut, "Turuti dan terima apapun yang aku berikan, jangan membuat ku jengkel jika dirimu masih ingin hidup, pacar!" Bisik Jaemin penuh pengancaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Number
FanfictionApa jadinya jika kau mengajak seseorang pacaran lewat telepon, dan sialnya kau salah nomor.