Henrik tidak tahu harus mulai darimana namun kedua orang tuanya sudah menunggu dari tadi karena Henrik mengatakan ada yang mau ia katakan.
"Tarjei hamil"
"Apa??"
Orang tua Henrik terkejut bersamaan.
"Ia sedang hamil lima bulan dan itu bayi kembar"
Ayah dan ibu nya saling pandang.
"Aku adalah ayah bayi itu"
Lanjut Henrik dengan suara yang pelan.
"Ya Tuhan"
Pekik mamanya dan ayahnya tertawa mendengar nya karena senang ia akan menjadi kakek.
"Tapi bukan itu masalah nya, Tarjei menolak untuk pulang meskipun aku sudah mendesaknya"
"Dimana ia berada sekarang? "
Henrik menyebutkan nama toko dan alamat nya bahkan ia juga ikut masuk ke dalam kamar Tarjei yang hangat dan nyaman.
Tarjei tidak bekerja karena ia merasa tidak enak badan namun ketukan di pintu membuat nya terkejut hingga susah payah ia bangun dan membuka pintu, tampak Henrik dam mamanya tersenyum pada nya.
"Tante"
"Mama atau ibu, boleh kami masuk sayang?"
"Ya mama, maaf ini agak sempit dan kurang nyaman"
"Wah ini bersih, nyaman dan hangat. Mama kangen dengan Tarjei, mama sangat bahagia saat Henrik bercerita tentang Tarjei... Boleh mama menyentuh nya?"
Tarjei mengangguk dan mama Henrik menyentuh perut besar Tarjei dan ada dua tendangan halus seolah tahu itu adalah nenek mereka, ketiganya duduk di atas karpet dan mama Henrik membawa banyak sekali makanan dan semua kebutuhan orang hamil.
"Mama ini sangat banyak"
"Tidak sayang, mama mau memanjakan calon menantu mama dan mama mau calon cucu cucu mama juga sehat"
Tarjei terharu dan ia tersenyum namun air matanya mengalir pelan.
"Aku tidak mau mama menyesal nanti nya, apa yang aku alami akan terus di ingat dan aku takut ada yang memanfaatkan nya untuk menghancurkan ku dan anak anak ku. Ma aku takut"
"Mama mengerti.... Tarjei ada apa sayang"
Tarjei memegang perut nya dan Henrik menangkap tubuh Tarkei yang limbung, mereka segera melarikan Tarjei ke rumah sakit.
Henrik menemani Tarjei di rumah sakit dan besok Tarjei juga sudah boleh pulang karena Tarjei hanya kram dan badannya sedikit panas, Tarjei setuju pulang ke rumah Henrik dan Henrik senang mendengar nya ternyata bujukan mama nya lebih tokcer.
Tarjei sangat manja malam ini mungkin karena kehamilan nya dan beruntung ranjang mereka cukup untuk dua orang, Henrik mencium kening Tarjei saat perlahan mata Tarjei tertutup karena ia merasa sangat mengantuk dan lelah.
Esoknya setelah sarapan barulah mereka pulang dan Tarjei juga mengambil barang barang nya bahkan ia sangat sedih harus berpisah dengan atasan nya yang sangat baik, ayah dan mama juga ikutan dan mereka lalu pulang.
Di rumah Tarjei langsung berbaring namun ia mau terus di temani oleh Henrik membuat Henrik gemas dan tentu Henrik dengan senang hati memenuhi keinginan Tarjei karena ia sangat merindukan Tarjei, Tarjei meletakkan kepala nya dj dada Henrik dan ia terus tersenyum.
Malam setelah makan malam rupanya ada pertemuan keluarga besar Henrik dan Tarjei meringkuk sambil merangkul Henrik karena ada tatapan tidak suka ia terima, Henrik menenangkan Tarjei da Tarjei akhirnya di bawa ke kamar karena
Mama Henrik tidak mau ucapan keluarga mereka menyakiti Tarjei yang akan mempengaruhi kehamilan nya."Henrik anak ini memang anakmu, percayalah padaku, aku sangat mencintaimu dan aku tidak mau kau meragukan kami"
"Aku percaya dengan ucapan mu Tarjei, mereka mengatakan itu semua untuk mempengaruhiku, orang tuaku dan kau namun kamp tahu itu. Kami percaya anak anak ini adalah darah dagingku Tarjei"
"Aku takut pernikahan kita akan gagal dan kau membenciku Henrik"
Henrik mencium kening Tarjei.
"Tidak ada yang harus kau takutkan, tekad kami sudah bulat dan kau korban dalam hal ini Tarje, kau tidak melakukan kesalahan apapun"
Tarjei semakin lengket dengan Henrik namun beberapa keponakan dan sepupu membuat Tarjei tidak bisa istirahat bahkan mereka menarik Henrik untuk mengajak nya keluar jadi Henrik mau tidak mau ia main bersama mereka, Tarjei hanya duduk di pinggiran ranjang hingga ada anak terkecil mengintip memandang Tarjei.
"Ada apa?"
"Sepertinya kau orang baik, tidak seperti yang orang tua ku katakan"
"Kemarilah"
Bocah kecil itu mendekati Tarjei lalu duduk di samping nya, ia meletakkan tangan kecil bocah enam tahun itu ke perut nya.
"Kau merasakan nya?"
Bocah laki-laki tertawa pelan senang, ia mengusap usap perut Tarjei dan mereka jadi akrab.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Victim (End)
Randomgimana rasanya jadinya korban pelecehan dan bagaimana sikap orang orang sekitar nya