Book.20
Genre : Brothership, Angst
Cast : Zhang Hao × Sung Hanbin (HaoBin)
⚠ WARNING ⚠
B×B, Bromance
"Menurutmu, apa arti diriku di dunia ini?"
"Menurutku kamu itu seperti warna biru yang menghiasi kanvas putih. Penuh kesedihan, tapi dapat mewarnai...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-----
Disaat tempat ternyaman manusia di dunia untuk berpulang adalah rumah. Maka Hanbin menganggapnya sebagai suatu kesendirian yang semakin terasa.
Pemuda itu melangkahkan kakinya memasuki kawasan tempat tinggal yang terlihat begitu mewah untuk ukuran negara Korea Selatan. Dia tinggal di apartemen dengan lingkungan yang sangat terurus. Dari segi instruktur beserta perawatannya, setidaknya dipastikan hanya orang berkasta diatas sajalah yang dapat menghuninya.
Hanbin memang berasal dari keluarga berada, hidupnya serba berkecukupan. Sayangnya hanya satu yang tak pernah ia dapatkan yakni sebuah perhatian. Ia sedari kecil tak pernah diperhatikan dengan baik oleh kedua orang tuanya. Mereka hanya tahu apa yang dibutuhkan, bukan apa yang dinanti hatinya.
Orang-orang banyak mengirikan dan menginginkan posisinya. Menjadi anak tunggal kaya raya, siapa yang tidak mau? Tentu saja sebagian besar dari mereka akan sangat bersyukur bila mendapatkan posisi tersebut dalam hidupnya.
Anggaplah Hanbin tak pernah bersyukur dengan semua yang didapat. Jika begitu, salahkah bila seorang anak menginginkan sedikit saja perhatian dari kedua orang yang ia sayangi? Salahkah bila ia berkata bahwa ia akan menukar segala yang ia punya demi mendapatkan atensi mereka meski hanya sekilas saja?
Cklek
"Aku pulang..." Entah untuk keberapa kalinya ia kembali menghela napas ketika melalui pintu ruangan besar minim penerangan ini. Setiap kali dirinya pulang, tak pernah ada siapapun yang menyambutnya.
Hanbin menyalakan semua lampu dengan wajah lesu, berjalan gontai menuju kamar, melemparkan tas ke sembarang arah dan menghempaskan tubuhnya pada kasur empuk yang selalu menjadi sahabat setianya dikala frustasi.
Selalu saja seperti ini, seolah dunia tak pernah mengizinkan dirinya untuk memiliki seseorang yang dapat menemaninya dalam kesepian yang terus membelenggu. Apakah dunia benar-benar sejahat itu padanya? Apakah waktu benar-benar mengabaikan dirinya begitu saja?
Berbagai pertanyaan memutari pikirannya yang mendadak terasa sedikit pusing. Hanbin mengambil dua buah earphone bluetooth yang biasa ia kenakan lalu memasang playlist permainan piano acak dalam ponsel. Menikmati lagu yang teralun lembut dengan mata terpejam, menenangkan kepala yang mulai memanas akibat terus memikirkan banyak hal.
Hingga ia kembali membuka mata kala menyadari suatu alunan piano yang sama persis seperti yang sebelumnya pernah dimainkan Hao menggunakan biola. Lagu yang dulu didengar dan disukainya namun tak pernah berniat mencari tahu lebih.
Ia pun bangkit dari posisi dan langsung memeriksa ponsel. Lagu yang membuat Hanbin tercengang saat pertama membaca judulnya.
Blues. Dibawah melankolis hujan.
Seakan lagu itu memang ditujukan untuknya. Alunan tanpa nyanyian yang mengekspresikan penuh luka, kesendirian, kesedihan, dan kerinduan mendalam. Lagu yang juga membawa kenangan lain ketika pertama kali mendengarkannya bersama seseorang.
March, 2016
Di rooftop sekolah Star Planet, terlihat kedua pemuda sedang asik menikmati semilir angin di siang hari. Kebiasaan sehari-hari bila sedang jam istirahat sebab mereka terlalu malas untuk sekedar berada di kantin yang ramai dan penuh sesak serta berbau itu.
"Haneul, menurutmu... apa arti diriku di dunia ini?" Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Haneul yang sedang mengunyah makanan bekal sejenak memikirkannya.
"Hmm, menurutku kamu itu seperti warna biru yang menghiasi kanvas putih. Penuh kesedihan, tapi dapat mewarnai hari-hariku yang selama ini terasa membosankan" Jelasnya sembari tersenyum simpul. Senyum khas yang biasa ia tunjukkan hanya kepada Hanbin seorang saja.
"Warna... biru?" Haneul mengangguk sebagai balasan. Memberikan sebelah earphone-nya kepada Hanbin, sementara sebelahnya lagi masih terpasang pada telinganya. "Coba dengarkan ini dan kau akan tahu apa yang kumaksudkan"
Pemuda berpipi rona alami itu menerimanya tanpa keraguan dan langsung memasangkan di telinga. Mendengarkan lagu merdu yang terputar namun pembawaannya terasa begitu sendu. Seolah pengiringnya sedang bercerita mengenai kisahnya yang begitu mengyayat hati.
Hanbin tanpa sadar memejamkan mata, menikmati setiap ketukan yang ditekan menjadikan sebuah nada teradu menciptakan keharmonisan. Berlarut dalam keheningan, memutarkan sistem memori kebersamaan mereka dalam otak dan mengeluarkannya dalam bentuk setetes cairan bening krystal melalui mata binarnya yang cantik.
Haneul juga ikut memejamkan mata, menerima atmosfer sejuk kian menerpa wajah tampannya. Mengulurkan tangan menggenggam lembut tangan mulus yang menganggur tepat di sebelahnya.
Hanbin menyadari genggaman itu, namun ia membiarkannya. Hanya tersenyum simpul merasakan desiran hangat mulai mengalir dari dalam tubuhnya. Bahkan hingga lagu terputar habis, belum ada satupun berniat untuk membuka kedua matanya.
'Aku ingin mendengarkan lagu ini lagi bersamamu disini. Di tempat ini saat kita bertemu kembali, Haneul'