[rasa]

110 17 0
                                    

Halilintar berdiri di pinggir danau, ia menatap nanar kearah air di danau, pikiran nya terlalu kacau. Setelah setengah hari melakukan aktivitas dengan meluruskan masalah, sekolah dan bekerja paruh waktu

Akhirnya Halilintar akan segera pulang dan beristirahat, namun nyatanya ia tidak mengendarai motor nya ke arah rumah ia malah melajukan motornya ke arah danau

Keadaan sudah sangat sore, lebih tepat lagi setelah shalat magrib, Halilintar sudah lebih dulu shalat dengan mengikuti rombongan makmum di mesjid. Dan kini malah merenung tak jelas di tepian danau.

Handphone nya terus bergetar dari dalam tas menandakan bahwa salah satu dari adiknya pasti sedang menelepon dan pasti sedang mengkhawatirkan keadaan dirinya

'drrttttt....'
'drrttttt....'
'drrttttt....'

Lagi lagi dan lagi suara getaran ponsel itu sungguh mengganggu ketenangan Halilintar. Ia mengambil ponsel nya yang berada di dalam tas ransel miliknya. Ia melihat nama Taufan adik pertamanya tertera di layar ponsel miliknya

Sesaat ia merasakan perasaan gundah dan khawatir bergelora dan menggema di dalam dadanya, ia bingung akan apa yang ia rasakan. Apakah ada sesuatu yang buruk tengah menanti dirinya untuk mengangkat telepon tersebut

Namun akhirnya dengan membulat kan tekat Halilintar pun mengangkat telepon tersebut

'halo kak hali'

Suara Taufan terdengar, nada bicara nya agak sedikit terburu-buru, dan caranya bernapas seperti orang yang baru selesai lari maraton

"Um iya, ada apa"

Halilintar itu bukan lah tipe yang suka sabar, ia adalah tipe yang suka to the point, itu sebabnya ia akan langsung menanyakan inti pembicaraan ini

'urgent nih kak urgent, cepet datang kerumah sakit sekarang, Ice kak dia nge-drop, rumah sakit ***** kamar pertama di lorong anggrek lantai 2, cepetan datang ya'

Halilintar terperanjat, Ice drop lagi, ini sudah yang kedua kalinya dalam bulan ini. Tetapi biasanya Ice nge-drop tidak akan sampai di bawa ke rumah sakit, berarti drop nya yang kali ini benar-benar parah

'Tut..'

Panggilan tersebut terputus secara sepihak, meninggalkan Halilintar dengan napas yang menderu dan detak jantung yang sangat cepat

Ia kepalang panik, menyimpan ponselnya di saku celana dan segera bergegas menaiki motor balap miliknya, ia membawa motornya dengan kecepatan di atas rata-rata agar sampai dengan lebih cepat ke rumah sakit

Halilintar memarkirkan motor balapnya di parkiran asal dan kemudian berlari bak orang kesetanan menyusuri koridor rumah sakit. Dan kemudian tibalah ia di kamar rawat inap ini

Sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Taufan, seharusnya inilah ruang rawat inap nya ice. Halilintar menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar

'kriett...'

Halilintar membuka pintu ruang tersebut dan kemudian memasukinya, dapat ia lihat dengan jelas adik kelimanya sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Jarum infus yang menusuk kulit nya, hidungnya yang tersumpal nasal kanula, bahkan wajahnya yang pucat pasi

Sedangkan lima adiknya yang lain berada di atas karpet yang sengaja di gelar di atas lantai terlihat sedang sibuk sendiri, Gempa dengan telatennya mengupas dan memotong buah apel kemudian dihidangkan di atas piring.

Tiga biang onar sedang asyik bermain game online di ponsel pintar milik mereka masing-masing, sedangkan si bungsu sibuk dengan PR dan tugas rumahnya.

Mereka berlima sontak memalingkan atensi mereka ke arah Halilintar yang perlahan mulai melangkah memasuki ruangan tersebut.

"Kak Hali sini mabar kita" Blaze dengan sangat tidak berakhlak nya malah mengajak Hali untuk bermain bersama mereka

Disebelah Blaze terdapat Taufan yang sedang terkikik geli melihat wajah datar dengan manik mata yang menyiratkan rasa khawatir dan panik milik Halilintar.

"Apakah parah gem" Halilintar bertanya dengan raut wajah datar kepada adik ketiganya yang menurutnya lebih waras dibandingkan dirinya dan adiknya yang lain

Gempa memasang senyum manis dan menatap lembut kearah Halilintar yang masih menatapnya meminta jawaban

"Enggak kok, tadi itu kak upan agak ngelebih-lebihin aja biar kakak langsung kesini" Gempa tersenyum dan matanya membentuk bulat sabit dengan indahnya

"Kakak mau apel?" Tanyanya menyodorkan piring berisi buah apel yang telah ia kupas dan ia sajikan di atas piring kearah Halilintar

"Kami mau! Kami mau!" Bukan Halilintar yang menjawab melainkan Taufan, Blaze, dan Thorn lah yang bersemangat meminta apel kepada Gempa, sedangkan Halilintar sendiri ia hanya memutar bola matanya malas melihat kelakuan tiga adik hiperaktifnya dan menggelengkan kepalanya pelan ke arah Gempa

Gempa sendiri hanya mampu tersenyum maklum dan memberikan mereka piring berisi apel untuk dimakan, Solar menjelingkan matanya kearah kakak-kakaknya yang sangat berisik, mereka mengganggu konsentrasinya belajar itu membuat Solar tak fokus dan berakhir membanting buku-bukunya.

"Akhhh- bisakah kalian diam dan tidak terlalu berisik" Solar yang sedari tadi diam kini mulai angkat bicara, ia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

"Kan udah kubilang MTK itu gak usah dibuat, frustesod kamu kan jadinya" Blaze menyahut dengan nada sewot dan diangguki oleh Taufan serta Thorn

"Akh- kak Blaze diam, Aaaaaa kak gem kan Lin bantuin" mendadak Solar mengeluarkan sifat anak bungsunya, biasanya ia akan gengsi jadi ini adalah kesempatan langka yang sangat sulit didapat, sehingga seseorang diam-diam akan memvideokan hal tersebut.

"Khekhekhe aku mendapatkannya" suara berat dan dingin terdengar dengan samar tapi itu cukup untuk memancing atensi para penghuni ruang inap tersebut

"ICE/KAK ICE" orang yang sedari tadi terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang kini malah terkekeh geli sembari melihat ulang hasil rekaman yang ia dapatkan

Halilintar mengulas senyum kecil, tak ada yang menyadarinya karena atensi mereka sepenuhnya jatuh kepada Ice yang baru saja sadar, Halilintar menatap satu persatu ke arah saudara-saudaranya dimulai dengan Blaze yang sedang mengoceh menceramahi saudara kembarnya tersebut, Ice yang hanya memasang wajah tanpa rasa bersalah, Gempa yang tersenyum pasrah, Solar yang melanjutkan tugasnya, Taufan dan Thorn yang mengompori Blaze agar semakin marah.

Halilintar terkekeh pelan, ia kembali mengulas senyum tipis di wajah yang tampan rupawan miliknya. Ia merasakan rasa hangat yang menjalar jauh berada di dalam relung jiwanya, di dalam hatinya. Halilintar berharap esok, kini, atau nanti semua badai yang hendak menerjang dapat ia lewati tanpa menghilangkan senyum diwajah adik-adiknya, ia berharap rasa hangat itu akan tetap ada sampai kapanpun, dan ia berharap semuanya akan baik-baik saja seperti masa lampau

T. B. C
_______________________________________

Chapter kali ini pendek dulu ya ayya buntu nih, gak ada ide hehehe, selamat menikmati dan jangan lupa tinggalkan jejak yaa, jumpa lagi di chapter berikutnya bersama ayya yang suka ilang dan muncul seenaknya bay bay

Dibuat tanggal 2 April 2024
Di revisi tanggal 24 Mei 2024
Di publish tanggal 28 Mei 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dandelion'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang