Si manis rambut merah.

6 1 0
                                    

Kurang lebih empat jam telah berlalu, lama juga, aku juga ketiduran.. dan jam sudah menandakan jam sepuluh malam. Setelah melihat sekilas jam di dinding yang menunjukkan jam sepuluh malam, sembari membuka mataku yang berat, badanku seketika meloncat kecil. 'Malam.. sekali..' pikir ku dan aku pun cepat-cepat mencari ponsel ku, menyalakannya hanya untuk melihat.. notifikasi yang ada hanya notifikasi pesan dari ibuku

"Rabel! Dimana kamu?!" "Rabel jangan bilang kamu menemui orang itu lagi?!" "Rabel angkat teleponnya!" Notifikasi nya banyak, namun berputar hanya pada satu topik itu. Aku menghela napas kecewa dan mengabaikan pesan dari ibuku, mematikan ponsel ku. Aku duduk tegak dan meregangkan tanganku, melihat dua kopi yang tadinya panas sekarang dingin di meja di depanku.

Sudah terlalu malam, terlalu lama, aku tak bisa menunggu papa lagi. Seketika, jantungku jatuh ke perutku ketika aku mendengar suara perempuan dibelakangku, "Kak," aku langsung memutar kepalaku untuk melihat ke belakang dan mataku bertemu dengan mata coklat merah Gea, "Erm.. kita mau tutup sekitar sejam lagi" katanya yang hanya kubalas dengan anggukan, "Tinggal saya saja di kafe ini, dan kaka jadi-- kalau bisa tolong cepat ya" tambahnya, "iya" balasku dan aku mematahkan buku buku jariku. "Mau minum sama saya?," Tiba tiba ia bertanya dan aku seketika langsung diam membeku.

"Minum?," Aku tanya dan melihatnya dengan muka kebingungan, "erm, sepertinya orang yang ditunggu kakak tak datang dan-- saya juga kesepian, sepertinya kita bisa menemani satu sama lain" tambahnya, ia juga sepertinya gugup dan aku hanya membalas dengan "oh, ya" kataku, tak ada salahnya kan? Papa juga tak akan datang.. pikirku.

"Jadi," Gea memulai dan duduk di kursi depanku, kita hanya dipisahkan oleh meja bundar kecil, namanya meja kopi, kata mereka. "Kelas berapa?," Tanyanya dan aku hanya mengambil gelas kopiku, kopi susuku dan meminumnya pelan pelan, seperti mengabaikan pertanyaan, bukan karena apa, aku masih mau diam dulu, namun aku menatapnya dan tidak putus tatapan dengan dia. Setelah dua cegukan, aku menaruh gelasnya diatas meja dan berdeham.

"Aku kelas sebelas," jawabku dan aku melihat dia, rahangku erat. "Sama," jawabnya balik dan alisku merengut, "tapi kamu kerja?," Tanyaku dan melihat di sekitar, "ini cafe papaku, jadi aku dipekerjakan tanpa hitam dan putih" balasnya dengan mengangkat bahunya, alisku juga ku angkat dan aku menggeretakkan leherku, "Cool" balasku dan aku melihatnya, mukanya dan detail detail rambutnya. Rambut merahnya yang cantik.

Ia mengambil gelas kopi, yang tadinya harusnya untuk ayahku, namun sekarang di teguk dengan Gea. Dengan cepat lagi. Bibirku berpisah sedikit ketika aku memperhatikan leher nya, kemudian ia menaruh lembut gelas kopinya, yang hampir habis. "Langsung mau habis? Suka minum kopi ya hm?" Tanyaku dengan nada bercanda, dia tersenyum dan membuang angin, "Iya, dari kecil" katanya dengan lemah sedikit. "Paling suka kopi apa?" tanyaku lagi agar percakapan tak akan mati ataupun berubah menjadi angin canggung. "Erm- paling suka kopi yang- seperti kamu pegang" jawabnya sambil menunjuk ke gelas kopiku dengan kepalanya.

"Mau?," spontan kata tanyaku keluar dari mulutku, ia melihatku dengan mata yang terbelalak sedikit dan mengeluarkan tawa keras namun pendek, sebelum melihat mukaku yang mempunyai raut wajah yang sepertinya tak bercanda. "Ah- maksudmu beneran?" tanyanya dan senyumnya memudar, aku mengangguk dikit dengan bingung, apakah yang ku lakukan salah? Atau apa? "Tidak usah, lagian kamu kan sudah minum, ada bekas mu" jawabnya dan aku baru sadar, "oh- oh ya" aku tersenyum malu dan mengambil gelas kopiku lagi.

***

Menunggumu lagi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang