23. aku mohon bertahan...

763 77 15
                                    

“Tiada itu harus memiliki alasan, jangan tiada hanya karena lelah dengan dunia ataupun bunuh diri hanya karena lelah dengan semuanya. Tiada lah jika memang Tuhan yang meminta.”

...

Kalau menurut mu, apa itu rumah? Tempat beristirahat? Tempat berteduh? Tujuan terakhir? Atau tempat pulang yang nyaman?

Kalau bagi Bagas rumah itu hanya bangunan. Bangunan yang tidak berarti. Karena dia belum pernah merasakan tawa sejak kepergian ibu dan kakak perempuannya.

"Bagas pula—"

Prang!

"Darimana saja kamu?!" Teriak ayahnya dengan menggelegar sehingga Bagas mulai menutup matanya karena suara keras itu yang seakan ingin merusak pendengarannya.

"Jawab anak si*lan!"

"Ayah sudah bilang duduk di rumah! Pakai komputer mu itu untuk belajar bukan bermain game! Kapan kamu akan berubah?! Keluyuran setelah ayah marahi, pergi saat ayah berangkat kerja dan pulang tengah malam!"

"Ayah udah pulang? Bukannya ayah bilang mau lembur? Ini masih sore—"

"Iya ayah sengaja! Ayah sengaja pulang sebentar buat cek kamu yang tadi pagi mirip mayat di lantai. Tapi pas ayah pulang ternyata kamu udah hilang."

"Bukannya belajar bisnis malah keluyuran!" Teriak ayahnya lagi sehingga Bagas mendongak menahan air matanya mati-matian agar tak menetes di hadapan ayahnya.

Bugh!

Daksa memukuli putranya menggila, padahal Bagas baru saja pulang dengan wajah tak karuan dan bekas luka yang masih basah. Bahkan belum sempat kering, namun sekarang dia sudah dihajar lagi.

"Ayah, cukup... Tangan Bagas sakit..." Lirih Bagas karena ayahnya terus memukulinya tanpa ampun, bahkan tak peduli dengan tangan Bagas yang masih dalam masa pemulihan.

"Apa? Tangan ini? Seharusnya tangan ini memang hilang saja, agar kamu sadar, bahwa hidup kekurangan itu menyedihkan!" Dengan teganya dia menginjak tangan Bagas dengan keras.

"Argh! Cukup! Ayah sakit! Cukup! Bagas mohon!" Teriak Bagas namun ayahnya terus menginjak tangan putranya yang patah karena ulahnya tadi pagi sebelum berangkat ke kantornya.

"Lebih baik kamu kehilangan tangan kananmu! Kamu itu perlu sedikit pelajaran agar tau bagaimana kerasnya hidup di dunia! Kamu terlalu seenaknya, ayah benci itu!" Teriak Daksa menggila sehingga Bagas hanya menangis dan menahan rasa sakit yang luar biasa.

Bagas kini terkapar di lantai dengan tangan kanannya yang diinjak oleh Daksa.

"Salah Bagas apa?! Kenapa Bagas harus terima ini semua? Ayah... Bagas mohon berhenti..."

"Kesalahanmu terlalu banyak! Kamu itu membuat ayah malu! Hidup mu itu tidak berguna! Selalu berfoya-foya dan menghabiskan semua uang yang ayah berikan tanpa sisa. Bahkan sering keluar masuk BK dan nilai yang pas-pasan. Sekarang pikir, hal apa yang bisa ayah banggakan dari mu hah?! Selain memalukan apalagi yang bisa ayah katakan? Hebat? Dalam hal apa? Pintar? Kapan? Membanggakan? Soal apa?"

"Ayah cuma mau kamu itu berubah! Diam dirumah. Belajar bisnis sama ayah, jangan keluyuran gak jelas kayak anak-anak nakal diluar sana!"

"Yang ayah butuhkan itu pewaris! Ayah bermimpi punya anak laki-laki agar ayah bisa memberikan dia perusahaan yang ayah bangun dengan susah payah! Tapi kamu malah seenaknya! Lihat anak-anak kekurangan diluar sana yang ingin hidup sepertimu! Seharusnya kamu bersyukur dan menuruti keinginan ayahmu! Ayah hanya ingin kamu menjadi penerus perusahaan ayah! Ayah rawat kamu bukan untuk jadi beban!"

Bad Ending [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang