Chapter 5

24 3 0
                                    

Mungkin masih ada typo bertebaran. Jadi tolong bantu tandain ya, dear

——/

Disaat kebanyakan orang masih terlelap, Serena lebih dulu bangun dari tidurnya bahkan saat matahari belum memberikan tanda akan terbit dari timur. Langit bahkan masih sangat gelap karena jam masih menunjukkan pukul setengah lima pagi.

Hal tersebut merupakan kebiasaan Serena saat mulai memasuki fase remaja, kebiasaan positif yang memberikan hal positif pula.

Ia mulai dengan mencuci wajahnya yang lembab karena pemakaian skincare semalam. Kemudian ia melakukan Morning Stretch, agar badannya tetap bugar dan prima melakukan kegiatan, selain itu pemanasan pagi dapat membuat suasana hati kita terkontrol. Setelah melakukan pemanasan selama 20 menit, Serena menyeka keringat dan melakukan pendingin sebentar. Setelah merasa sudah cukup untuk beristirahat, Serena lalu bangkit untuk merapikan kasur, menyedot debu di lantai menggunakan alat penyedot debu super canggih hingga ke atas karpet, dan mengepel menggunakan robot yang juga canggih, Serena hanya perlu menyalakannya dan robot tersebut berjalan sendiri untuk membasahi lantai.

Alasan Serena membersihkan kamarnya sendiri tanpa bantuan Maid yaitu, karena tidak ingin seseorang masuk ke dalam ruangan yang menurutnya sebuah privasi. Dan juga Serena tidak ingin sesuatu yang tidak di sangka terjadi. Apalagi ia satu atap dengan wanita badut dan anaknya itu.

Karena kegiatan membersihkan kamar telah selesai Serena bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk mensucikan dirinya dari keringat. Gadis itu membutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk melakukan ritual mandi yang akan membuat tubuhnya wangi serta bersih.

Disaat bersamaan dengan itu, di lain sisi seorang pria ber-hoodie hitam sedang melakukan lari cepat di tengah sunyi nya jalan raya. Rambutnya basah akan keringat yang keluar dari pori-pori kulitnya. Walaupun sudah banjir keringat karena sudah berlari sangat jauh dari apartemen yang ditinggalinya ia tidak merasakan lelah sedikit pun. Malahan ia semakin terpacu, karena sudah terbiasa melakukannya.

Pria itu adalah Darren.

“Serena Serenity Adam,” Darren menyebut nama gadis itu dengan sebuah smirk tipis.

“Aku akan mengikuti alur permainan mu hingga akhirnya. Setelahnya, aku akan menyadarkan mu bahwa kau tak se-cerdik itu untuk memanfaatkan seorang Darren Killian Mandox.” ujarnya kembali dengan seringai tipis. Nafasnya bahkan masih stabil saat mengucap.

“Kau cantik. Tapi sayangnya bertingkah seperti Laurent.”

***

“Serena!”

Serena berhenti di ambang pintu mansion setelah mendengar seruan dari Paul yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Tumben sekali pria itu masih duduk manis di pagi hari dan belum pergi ke kantor.

“Apa?” Tanya Serena tetap pada tempatnya. Siren eyes itu menatap tajam, seolah enggan berlama-lama.

“Setelah pulang sekolah, bawa kekasih mu itu bertemu dengan ku di kantor. Aku ingin mengenalinya lebih jauh. Apakah dia pantas atau tidak? untuk menjadi pemimpin perusahaan senjata militer terbesar di negara ini.” Ujar pria itu dengan mata terkunci pada laptopnya.

Serena refleks bersedekap dada dengan wajah keberatan. Iris matanya yang memang tajam kini memicing, membuat setiap orang yang melihat gadis itu akan merinding. Kemarahannya sangat terlihat.

Serena menggeleng pelan. "Aku. Tidak. Setuju." Tekannya dengan tegas. Berusaha agar tidak berteriak maupun membentak sekarang juga.

Paul mengalihkan pandangannya dari laptop, menatap Serena Dengan tatapan sulit. Sedangkan Serena merasa ditatap tajam.

SERENITY DISASTER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang