Abim cuma ada kelas sore jadi sejak pagi cowok itu bisa nongkrong di kamar Bima yang izin tidak masuk sekolah. Tidak melakukan apa-apa, dua cowok itu cuma rebahan sambil sibuk dengan hp masing-masing."Anak-anakku yang ganteng, ayo sarapan dulu."
Kompak mereka menoleh menatap ke arah pintu dimana ayah Bima berdiri disana dengan seragam kebesarannya. Singlet dan sarung.
"Menunya apa, Yah?" Tanya Bima bersemangat karena perutnya sudah keroncongan sejak tadi.
"Liat sendiri dong ganteng, masa kayak gitu aja perlu ayah kasih tau."
"Ya kan biar tambah ngiler."
"Ngilernya cukup di mimpi, di kenyataan kita harus hadapi dengan ganteng dan berwibawa."
Abim ketawa. Ayah Bima adalah seorang tentara, punya badan yang tinggi dan gagah tapi suka sekali ngelawak dan mengusili Bima. Tidak asing? Iya, ayah Bima punya fisik dan sifat yang mirip Abim, itulah kenapa tak jarang mereka dikira anak yang tertukar atau minimal kakak beradik karena Abim juga memanggil orangtua Bima dengan sebutan ayah dan bunda.
"Ayah nggak asik ah."
"Yang asik apa, Bim?" Tanya ayah Bima pada Abim.
"Bikin kesel Bima, Yah."
Ayah Bima mengangguk puas sambil mengangkat jempolnya membuat Abim makin ketawa bahagia karena dia menemukan komplotannya.
"Kalau Bima nggak mau makan kamu makan aja jatahnya dia. Nggak usah disisain biar nangis," kata ayah Bima sambil berlalu pergi untuk siap-siap berangkat kerja.
"Aku makan duluan ya, Bim."
"Ikut, Mas!"
Bima turun dari kasur kemudian melompat-lompat dengan satu kaki agar dia bisa cepat sampai ke meja makan. Tidak ada cara lain, kakinya yang sebelah kan sakit, di lututnya pula, kalau dipakai berjalan rasanya ngilu begitu.
Abim yang berjalan di belakangnya jadi geli. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan cowok tinggi itupun mengeluarkan hp-nya untuk merekam Bima. Biar ini jadi senjatanya untuk mengolok Bima ketika anak itu sudah sembuh nanti.
"Idih, ternyata semur jengkol."
Bima kecewa. Jengkol adalah musuh terbesarnya. Bima suka kebersihan, suka wewangian, dan jengkol adalah wangi dari dimensi lain. Bau neraka kalau kata Bima.
Abim sendiri bukan penggemar jengkol tapi dia tidak masalah kalau harus makan benda gepeng dengan aroma khas itu. Prinsip Abim kan hargai makanan, jadi selama makanan itu tidak beracun dia bisa saja mencernanya dengan baik. Kalau batu bisa dimasak juga mungkin Abim akan doyan.
"Yah, menunya cuma ini?" Tanya Bima ketika ayahnya datang dengan seragam kebesarannya. Kali ini sungguhan seragam kerjanya.
"Bersyukur Bim, ada banyak orang di luar sana yang kelaparan dan nggak bisa makan dengan layak. Udah makan apa yang ada jangan banyak ngeluh."
"Ayah kan tau aku nggak suka jengkol."
"Ah masa?"
Abim menahan tawa. Kalau dia ikutan pasti Bima akan ngambek, jadi dia diam saja. Diam-diam mendukung ayah Bima maksudnya.
"Adek kok belum makan?"
Bunda datang seperti malaikat yang diturunkan dari surga. Bima langsung pasang ekspresi menderita. Mencoba menjadi perusak rumah tangga kedua orangtuanya. Pokoknya Bima mau ayahnya diomeli bunda. Dasar bocil.
"Aku nggak mau jengkol, bun."
"Kan ada gudeg."
"Cuma ada jengkol di meja."

KAMU SEDANG MEMBACA
ABIMANYU [BXB]
قصص عامةAbimanyu, satu nama yang dimiliki dua orang yang berbeda. Cerita yang akan menggambarkan kerusuhan dan pergolakan batin dari dua laki-laki yang perlahan menyelami dunia pelangi yang abstrak bak karya seni. Nggak perlu banyak deskripsi, kalau penasar...