3🍒

65 4 0
                                    

Seindah Langit yang dicintai oleh Naisa🌹

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seindah Langit yang dicintai oleh Naisa
🌹


Aku menuju kelas, berjalan cepat. Setelah tiba aku langsung duduk di kursi ku yang dekat dengan jendela. Tidak ada yang menyambut atau menyapaku, semenjak masuk SMA ini aku kehilangan teman sekelas ku yang akrab waktu SMP karena ternyata kami tidak memilih sekolah yang sama. Tapi aku tidak menyesal, kehadiran Langit di sekolah ini menjadi satu-satunya penyemangat yang membuatku tetap tinggal. Hanya saja, aku merasa sedikit kecewa.

Ketika sedang asyik-asyiknya memandang awan di langit yang cerahnya tidak secerah hatiku, sekretaris menyeru namaku histeris membuat siapapun menutup telinga karena suara cempreng khasnya bergema di ruangan kelas.

"Naisa!"

Aku berusaha bersikap biasa saja setelah mendengar teriakannya. Meski sejujurnya, demi rembulan yang mulai bosan menunggu pertemuannya dengan sang surya, suara itu membuat gendang telingaku berdenging.

"Ada apa?," Tanyaku santai sembari menoleh sekilas padanya empat puluh lima derajat.

"Kamu kesini! Aku mau interogasi kamu," ujarnya.

Aku mengerutkan kening, menggaruk alisku yang tipis. Kayak... Bisa gak sih berbicara dengan suara yang lebih pelan? Kenapa harus teriak? Aku harus mencoba untuk tetap sabar. Mungkin baginya, berbicara dengan nada seperti itu dianggap normal.

"Kamu saja yang kesini," titahku, tidak bermaksud sengaja memancing emosinya. Tapi aku benar-benar sedang malas.

Dia menghentakkan kakinya, dongkol. Tapi ujung-ujungnya tetap ke mejaku. Dia mengambil kursi meja yang di sebelahku. Lalu menatapku cemberut. Beberapa siswa yang penasaran ikut mengerumuni mejaku, tertarik.

"Aku tadi tidak melihatmu di lapangan upacara, kamu juga terlambat masuk ke kelas dibanding yang lain. Mengaku saja, apa tadi kamu absen upacara?," Tanyanya serius menatap mataku.

Aku dibuat berpikir, lebih baik aku jujur saja atau melanjutkan kebohongan yang tadi.

"Naisa jawab! Jangan menyusahkan ku," sambung sekretaris lagi.

Aku memutar bola mata dengan helaan napas berat, "aku ada urusan, terpaksa tidak ikut upacara," jawabku kemudian.

Ya ampun, tujuh kata itu... Tujuh kata itu adalah kebohongan yang baru saja ku ucapkan. Dalam kasus ini, apakah dosa ku akan diampuni? Tapi aku merasa kasihan pada orang yang tadi membelaku, aku tidak ingin menyia-nyiakan kebaikannya.

Bagaimana dong?

Sekretaris tidak percaya begitu saja, dia menilik wajahku dengan seksama. Aku mengabaikannya.

"Urusan apa? Sudah mendapat izin dari guru?," Tanyanya kepo.

Aku mengerlip, harus mengeluarkan kata apa untuk membuatnya diam.

"Urusan pribadi, tanya saja kepada guru dengan kac-... Maksudku tanyakan saja pada Bu Sri," koreksi ku, hampir menyebut guru dengan kacamata semuka di depan sekretaris.

Seandainya Aku Jadi Awan (Jingga di Sore Senja)Where stories live. Discover now