(03)

475 55 5
                                    

Bunyi sensor pintu terbuka mengalihkan perhatian Elias dari ponsel yang sedari tadi memaku matanya. Marco muncul dari balik pintu, tersenyum kepada laki-laki itu. Elias balas tersenyum sebelum terperanjat dari duduknya.

"Oh, astaga!" Elias setengah berteriak segera berlari ke dapur.

Marco yang baru saja menaruh tas kerja di atas meja dan akan bergabung duduk di dengannya menjadi terkejut. Dia buru-buru menghampiri Elias yang sedang membuka pintu kulkas.

"Kau membuat jantungku serasa mau lepas. Ada apa?"

Elias beralih dari kulkas dengan tangan dipenuhi bahan-bahan mentah. "Aku lupa masak makan malam untuk kita." Cengirnya merasa bersalah.

Mendengar itu Marco terdiam sejenak. Lalu, mengambil beberapa bahan dari tangan Elias. Membantu membawakan dan menaruh ke kitchen island.

Karena tinggal bersama dan tidak terlalu suka mengonsumsi makanan cepat saji, Elias dan Marco akan bergantian memasak. Hanya makanan-makanan sederhana yang gampang dimasak dan bisa diterima dengan baik oleh perut keduanya. Tidak ada jadwal khusus untuk mengatur siapa yang harus memasak di hari apa. Biasanya yang sampai rumah lebih dulu yang akan mengurusnya. Dan berhubung Elias sudah kembali dari kantor dari tadi, harusnya hari ini menjadi gilirannya.

"Kau tadi sedang melakukan sesuatu?" Tanya laki-laki tinggi itu. Elias tidak pernah lupa akan tugasnya. Seremeh apapun itu. Jadi, Marco berasumsi barangkali Elias sedang disibukkan oleh sesuatu.

"Hanya sedang mencari restoran untuk acara minum-minum divisi. Temanku meminta bantuan karena dia sedang sibuk dengan pekerjaan. Karena aku senggang, jadi aku bersedia." Jelas Elias singkat. Dia mulai berkonsentrasi pada bahan masakan di depannya.

Selagi Elias mencuci sayuran, Marco berinisiatif memakai  apron dan menyiapkan bumbu. Elias yang melihat itu berusaha mengambil alih.

"Hari ini giliranku." Katanya sambil merebut bawang bombai yang hendak dicincang oleh Marco.

Marco yang terkejut refleks mengalihkan pisau agar tidak mengenai Elias. "Hei, hati-hati," Marah laki-laki itu. "Bagaimana kalau tadi kau terkena pisau?"

Yang dimarahi hanya menyengir meminta maaf.

"Biar aku yang memasak." Ujar Marco selanjutnya, merebut lagi bawang bombai dari Elias.

Dititah dengan suara tegas Marco mau tak mau membuat Elias menurut. Tidak ada gunanya membantah perkataannya. Meskipun seorang beta, terkadang Marco memiliki kemampuan untuk mendominasi yang kuat. Sangat jarang tapi Elias dapat merasakannya. Mungkin pancaran auranya yang seperti inilah yang sempat disinggung oleh Fabian.

Dari tempatnya di sisi kitchen island, Elias memperhatikan ketelatenan Marco mengolah bahan masakan. Gerakannya gesit dan terarah. Pertanda kemampuan Marco di bidang ini bukan kaleng-kaleng. Dia pandai memasak meskipun acapkali menolak disebut begitu. Minusnya, ketika sedang focus di dapur Marco tidak suka diganggu. Sebab itulah tak ada suara lain selain pisau beradu denagan talenan atau bunyi berisik dari panci yang kini telah terisi air kaldu dan sayur-sayuran itu.

Beberapa saat ini, sup itu siap dihidangkan.

"Ini pertama kalinya aku membuat sup seperti ini, kan? Semoga rasanya tidak aneh."

Elias seratus persen yakin, sup itu tidak akan terasa aneh.

Dengan apron yang masih menempel di tubuh tingginya dan lengan kemeja kerja digulung sampai ke siku, Marco menuangkan sup untuk Elias, menaruhnya di meja makan. Omega itu sudah menunggu dengan antusias sejak Marco berinisiatif untuk membuat makan malam untuk mereka nikmati.

"Aromanya enak sekali. Sejak tadi air liurku sudah menetes." Komentar Elias begitu hidungnya menyesap uap panas yang menguar dari mangkuk supnya.

Marco terkekeh. "Coba cicipi. Aku ingin tau pendapatmu tentang rasanya."

The Love We Hope Exist | Paid Jeongjae FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang