(06)

409 32 13
                                    

Sudah seminggu ini Elias berhasil menghindari berinteraksi dengan Eric. Sekalipun mereka harus bertemu ketika rapat, sebisa mungkin Elias tidak melakukan kontak dengannya. Eric sendiri beberapa kali mencoba untuk mengambil kesempatan berbicara dengannya, namun Elias dengan sigap menghindar. Pikirannya masih kalut akibat kejadian di toilet restoran waktu itu.

Mungkin untuk beberapa kali, Elias lolos. Sayangnya, hari ini dia sedang apes. Eric berhasil mencekal tangannya ketika mereka bertemu di pantry — membuat dirinya yang sudah akan segera melewati pintu harus kembali masuk. Kalah tenaga, Elias tidak bisa mengelak. Dia akhirnya menurut saat Eric menuntunnya untuk duduk berhadapan dengan laki-laki itu. Demi apapun, Elias berharap ada yang masuk ke pantry supaya dia bisa kabur. Dirinya masih belum siap menerima apapun yang akan Eric katakan. Dia masih marah dan benci setiap kali bayangan perilaku biadab Eric hinggap di kepalanya.

Saat ini saja, meskipun berhadapan, Elias membuang wajahnya ke samping. Deretan mug yang biasa dipakai karyawan itu bahkan lebih enak dipandang ketimbang tampang atasannya yang selalu mengintimidasi itu. Biarlah dia disebut kurang ajar. Tidak ada gunanya bersopan-santun dengan orang yang juga tidak memilikinya. Dan apakah sekarang dia sedang mengeluarkan feromonnya untuk membunuh Elias?

"Saya minta maaf atas kejadian waktu itu," Eric membuka percakapan mereka dengan tenang. Dia terlihat tidak terpengaruh dengan sikap Elias yang menolak menatapnya. Laki-laki itu malah terkesan mengabaikannya. "Tidak ada pembelaan apapun karena saya memang melakukan kesalahan dan lepas kendali. Sungguh saya tidak bermaksud melecehkanmu, Yoon. Saya bersumpah."

Ucapannya memang begitu tetapi sikap arogan yang ditampilkan Eric seolah mengaburkan permintaan maafnya. Benar-benar tidak tulus dan terdengar sepertu formalitas saja. Elias jengah diperlakukan seperti sampah yang tidak berharga dan disepelekan. Dia juga bisa marah dan menunjukkan tidak selamanya omega pantas dipandang rendah.

"Kalau saya tidak mau, apa saya akan dipecat hari ini juga?"

Siapa yang menduga Elias benar-benar menyuarakan isi hatinya. Eric memandangnya terkejut. Begitu juga Elias sendiri, tetapi dia mencoba tetap tenang. Dia tidak boleh gentar karena sudah terlanjur.

"Tidak," jawab Eric setelah turun dari keterkejutannya. "Itu hakmu. Saya mengerti yang saya lakukan sulit dimaafkan. Tak ada alasan untuk saya tidak bersikap profesional."

"Semisal saya melaporkan kejadian itu ke polisi dengan tuduhan pelecehan, apa anda akan mengakuinya dan bersedia dihukum?"

Untuk pertanyaan satu itu, Eric sekejap terhenyak.

Elias menghela napasnya. Meskipun ingin sekali menimpali lagi dengan mendebat laki-laki itu, Elias sadar tak ada gunanya. Hanya ada dia sendiri yang kesal setengah mati sementara Eric mungkin akan menganggap kejadian ini sebagai angin lalu saja. Tidak mendapatkan maaf dari Elias bukan masalah besar baginya. Dia akan tetap menjadi direktur di perusahan milik keluarganya itu dan Elias akan selalu menjadi bawahannya yang dibayar. Dari sisi itu saja, Elias sudah kalah posisi. Jadi, dia akan mengikhlaskannya kali ini.

"Itu bukan kejadian yang ingin kita ingat, bukan?" Entah keberanian dari mana, Elias menatap tajam kepada Eric. Dia masih enggan melepaskan kemarahan di sorot matanya. Namun, suaranya lebih rendah sekarang. "Maka, lupakanlah, Pak. Saya juga sudah melupakannya. Tidak ada untungnya mengingat hal yang tidak ingin diingat."

Eric melipat kedua tangannya di depan dada, mencoba mengimbangi suasana yang berusaha dibangun oleh Elias.

"Lagipula tidak ada yang bisa saya lakukan karena semua sudah terjadi. Itu merugikan saya, jelas. Tapi, saya akan memilih untuk mengabaikannya. Saya masih ingin bekerja di sini," lanjut Elias sebelum kembali membuang wajahnya.

Mungkin apa yang dikatakannya terdengar bodoh sekali, namun Elias tidak peduli. Biarlah dia menerima semua stigma negatif yang Eric ingin sematkan kepadanya. Masih ada Isaac yang selalu menghargai dirinya dan rekan di divisi yang baik hati seperti Fabian. Dengan dua hal itu cukup bagi Elias untuk terus bertahan di perusahaan ini. Toh, Eric tak akan selamanya memimpin. Bisa jadi direktur akan diganti tahun depan. Siapa tau.

"Baiklah, saya mengerti." Eric melepas lipatan tangannya, ganti memasukkan ke saku celana. "Tetap saja saya meminta maaf. Itu tidak akan terjadi lagi, saya jamin."

Merasa tak perlu menanggapi, Elias beranjak dari tempatnya. Dia mengibaskan setelannya sekilas. "Kalau tak ada yang ingin anda katakan lagi, saya permisi, Pak. Masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Saya tidak ingin bersantai di saat orang lain bekerja keras."

Tak payah menunggu respon Eric, Elias sudah lebih dulu berjalan dengan sopan melewatinya. Dia tak bisa lagi menahan diri dominasi laki-laki itu. Terlalu pekat dan menyesakkan. Sontak saja omega itu langsung merasa bisa bernapas lega begitu lolos dari jangkauannya. Elias butuh menghiup udara banyak-banyak.

Sementara itu, Eric terpaku di posisinya — memikirkan kembali kenapa masih terasa ada yang mengganjal meskipun dia telah meminta maaf dan Elias berkata untuk melupakannya. Dia menoleh menatap punggung Elias yang menghilang di balik pintu.

***

Who's excited for this book to be released????
doain cepet kelar ya masih ditahap final editing hihiww

The Love We Hope Exist | Paid Jeongjae FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang