(04)

523 48 11
                                    

Sudut bibir Elias tak henti menyunggingkan senyum atas pencapaiannya menyusun acara minum divisi yang berhasil dilakukannya untuk pertama kali. Rekan kerjanya memuji restoran pilihan Elias ─ mengatakan tempatnya menyenangkan. Fabian juga memberikan dua jempolnya kepada Elias. Berterima kasih karena bersedia menggantikan tugasnya.

Elias dan Fabian duduk bersisian di meja panjang yang bisa diisi sepuluh orang bersama ketujuh rekannya yang lain. Sementara sisanya berkumpul di meja di sebelah mereka. Acara minum-minum yang memang rutin diadakan setiap akhir bulan itu belum dimulai. Mereka masih menunggu Manajer Park sebagai penginisiasi. Katanya, dia sedang dalam perjalanan. Jadi, untuk membunuh waktu, mereka mengobrol tentang apa saja sambil menikmati makanan pembuka.

Kesenangan itu berakhir begitu sang manajer datang. Mereka saling berpandangan ketika menyadari di belakang Isaac berjalan pula sosok Eric. Sudah menjadi rahasia umum, meskipun tidak dibenci, Eric bukanlah orang yang diharapkan akan bergabung di setiap acara minum-minum seperti ini. Pembawaannya yang kaku selalu sukses mematikan suasana.

Isaac sendiri cukup sadar akan perubahan situasi itu. Namun, dia tidak bisa berbuat banyak karena Eric sendiri yang berkeinginan ikut setelah mendapat penolakan dari Isaac yang diajaknya untuk pergi ke bar. Dia meminta maaf kepada staf divisinya lewat kode mata.

"Maaf membuat kalian menunggu lama," dan karena membawa Eric bersamaku, ujar Isaac begitu menempelkan pantatnya di kursi.

Melihat Isaac yang memilih bergabung di meja yang sama dengannya, Elias sudah akan beranjak dan memberikan kursinya kepada Eric. Bagaimanapun tidak mungkin laki-laki itu duduk terpisah dengan manajer mereka. Sayangnya, seorang rekannya yang kebetulan duduk berseberangan dengan Elias sudah lebih dulu berpindah tempat. Dengan begitu, kini Elias harus berhadapan dengan musuhnya itu.

Elias menunduk untuk menghindari kontak mata dengan Eric yang terang-terangan menatapnya dengan tajam. Sengaja membuatnya merasa tak nyaman.

Beruntung sekali Isaac dengan cepat mengambil alih suasana dengan candaan segarnya. Laki-laki Park satu itu terkenal pandai mencairkan suasana. Eksistensi Eric yang sebelumnya dianggap sebagai gangguan mulai diacuhkan setelah perlahan sekumpulan pekerja yang lelah itu terbuai dalam setiap teguk alkohol yang disajikan. Obrolan mereka mulai meracau dengan tawa terbahak menggema.

Tersisa Elias yang memang hanya berani meminum segelas kecil yang diberikan Isaac. Dia tersenyum kikuk mendengar percakapan rekannya yang sedang membahas dirinya. Mabuk membuat mereka banyak berkata jujur. Seperti yang sempat Fabian sampaikan kepadanya kalau beberapa karyawan perusahaan mengincarnya untuk dijadikan pasangan. Elias saat itu tidak terlalu memikirkannya. Namun, bergitu mendengarnya secara langsung, Elias merasa canggung.

"Aku pernah bercerita kepada orang tuaku kalau ada omega cantik di kantor dan menunjukkan foto Elias," seseorang yang duduk di meja sebelah berkata, "mereka jadi tak pernah berhenti menanyaiku tentang Elias setiap kali aku pulang ke rumah. Kapan aku akan mengajaknya dan memperkenalkan mereka. Mereka bahkan menabung untuk melamar Elias." Dia terkikik geli.

"Bermimpilah, Will," sahut yang lain. "Elias tidak cocok dengan laki-laki lamban sepertimu. Lagipula dia sudah memiliki alpha yang tampan. Jauh sekali denganmu."

"Memangnya begitu?" tanya laki-laki yang dipanggil Will itu. "Tapi, aku perkasa di ranjang. Apa alphamu kuat bermain sampai pagi, Elias?"

Semua yang mendengar celotehan vulgar itu tertawa. Kecuali Isaac yang terlihat tidak suka dan Fabian yang sudah teler setelah menghabiskan setengah botol. Sedangkan Elias bingung harus merespon apa. Ditambah begitu melihat ke depan, Eric tengah menyeringai ke arahnya. Wajah mabuk laki-laki itu semakin membuat ekspresinya menyebalkan.

The Love We Hope Exist | Paid Jeongjae FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang