06.

88 6 0
                                    

"Dok, aku mau sembuh, aku gak mau berhalusinasi kayak gitu lagi, aku udah nyoba buat ngelawan halusinasi itu tapi tetep aja ...." Nevan meremas ujung bajunya, mencoba menahan laju air matanya yang kurang ajar ingin turun membasahi pipinya, dia tidak mau menangis saat ini.

Dokter lelaki yang selalu Nevan temui itu tersenyum tipis, "Kesembuhan kamu ada di diri kamu sendiri, kamu harus percaya bahwa kamu bisa sembuh, kamu jangan terus ngangep kamu itu rendah, berhenti berpikiran negatif tentang diri kamu sendiri" ucapnya, jujur saja Nevan sangat malang akhir-akhir ini, kesehatan fisiknya juga mulai menurun, dia takut Nevan tak dapat bertahan dengan segala ketakutannya.

"Dok tapi saya punya kabar baik" ujar Nevan tiba-tiba dengan senyum yang merekah membuat dokter itu ikut tersenyum melihat senyuman itu.

"Aku ngasih tau pacar aku tentang masa lalu itu, dan tentang halusinasi itu. Pacar aku jadi kalem banget dok, dia jadi manja, dia juga jaga aku kayak ngejaga berlian lho, kemarin juga pas aku pusing dikit dia terus meluk aku. Pelukannya hangat banget dokter, kayak pelukan Papa dulu" antusias Nevan mampu membuat dokter mengalun tawa lembut, dokter ini terlihat kalem dan tampan.

"Wah hebat kamu, kamu udah tau kan kalau pacar kamu itu bener bener cinta sama kamu hm? Jangan bikin dia sedih dengan kamu yang terus ketakutan, oke? Dia pasti gak bakalan ngebiarin berliannya lecet sedikitpun"

-----

"Haxel!! Stop, lu kenapa sih!?" Nevan mencoba menarik tangan Haxell yang di pakai untuk memukuli murid lain di kantin, pertengkaran itu menimbulkan kerumunan dan beberapa gunjingan serta sorakan tak jelas.

"Bangsat bajingan!! Mati lo iblis!!" Haxell terus memukuli lawannya hingga lawannya tak mampu untuk bergerak sampai dirinya menutup mata, lawan Haxell tak sadarkan diri membuat Haxell tersenyum smirk.

"Ha-Haxell"

Nevan mundur beberapa langkah, Haxell terlihat menyeramkan saat ini, tangannya yang mengepal terdapat bercak darah, darah miliknya dan darah milk seorang siswa yang kini tak sadarkan diri.

Nevan tau siapa yang Haxell pukuli, dia Dion. Apa Haxell melakukan itu karena dirinya?

"Xell udah, kalau dia mati gimana??"

"Bagus dong kalau dia mati, iblis harusnya di neraka bukan disini!" Haxell menjawab pertanyaan kekasihnya sambil menendang perut Dion yang sudah tak sadarkan diri itu, ia tampak puas setelah menghajarnya.

Haxell berbalik menatap kekasihnya yang menatapnya ngeri, ia menangkup wajah Nevan, "Dia bakalan ngerasain luka yang lebih parah dari ini, sayang .... Kamu harusnya seneng kalau dia mati" ucap Haxell dengan suara beratnya, suaranya sedikit bergetar, Haxell melepaskan tangannya dari wajah Nevan kemudian pergi meninggalkan Nevan bersama dengan kerumunan di kantin.

"Serem tapi ganteng, aih!"

"Kayaknya Haxell punya dendam abadi deh"

"Dion kayaknya bener bener mati deh"

"Van pacar lu kenapa tuh??"

Seorang perempuan menerobos kerumunan hingga ia berdiri di sebelah Nevan yang terdiam tak bergeming, Cinta menepuk pundak Nevan dan membuat Nevan tersadar dan segera menatap Cinta.

"Gue gak tau apa masalah utamanya, tapi lu tenangin dia ya? Dia bisa aja ngamuk lagi. Bersihin dulu muka lu tuh"

Nevan menyentuh pipinya, lalu menatap tangannya, sepertinya darah dari tangan Haxell tertinggal di pipinya. Bergegas ia menyusul Haxell, tujuan utamanya adalah toilet.

"Haxell, tenang ya? Jangan kayak gini, nanti lu malah di gunjing sama warga sekolah" Nevan mengusap kepala Haxell yang menunduk, membawa tubuh bongsor anak itu kedalam pelukannya.

"Maaf ...."

-----

Haxell membuka pintu rumahnya dengan langkah yang malas, dia tidak mengerti kenapa dirinya semakin emosional akhir-akhir ini. Ia melihat ibunya yang tengah duduk di sofa sambil melamun, sesekali menghela nafas berat, sepertinya ibunya tengah memikirkan sesuatu.

"Bunda...." panggil Haxell, ia duduk di samping Alyssa.

"Udah pulang? Gih ganti baju dulu, Bunda udah masakin makanan buat kamu"  suruh Alyssa, ia mengelus kepala putra semata wayangnya yang sudah tumbuh dewasa, dia akan merasa sia-sia jika membuat putranya tak merasa bahagia.

"Bunda lagi sedih ya??"

"Enggak sayang, Bunda baik-baik, bunda cuma gak enak badan aja kok"

Haxell hanya mengangguk, tentu ia tak percaya dengan ucapan ibunya itu, ia lebih memilih untuk diam dan pergi kekamarnya untuk berganti pakaian. Lalu turun menuju dapur dan mulai menyantap masakan ibunya.

-----

Alyssa duduk di tepi ranjangnya, menatap suaminya yang kini tengah berpakaian. Ia berdiri lalu menghampiri suaminya, Jergan tersenyum lantas mengelus surai milik istrinya. Jergan tau Alyssa masih memikirkan hal yang telah mereka bahas beberapa hari yang lalu.

"Apa kita batalin aja ya?? Kasian Haxell Yah, dia pasti sedih apalagi Nevan" ujar Alyssa membuat Jergan menghela nafas, bimbang karena kecerobohannya juga. Tak memikirkan apa yang akan terjadi dengan tindakannya.

"Aku juga pengennya gitu Bun, tapi kita udah janji, kamu tau kan gimana kejam nya dia? Dia bisa aja ngelukain Haxell sama Nevan lho. Kita ambil jalan yang terbaik aja sayang, ya?"

Alyssa menggelengkan kepalanya "Haxell anak kita satu-satunya, dan dia udah jatuh cinta sedalam-dalamnya sama Nevan! Gak mungkin kita misahin mereka, aku gak mau. Nevan butuh Haxell begitupun sebaliknya" matanya sudah berkaca-kaca mengingat bagaimana Haxell putranya begitu mencintai Nevan.

"Kita masih punya waktu buat mereka berdua ngerti, oke?"

Alyssa menghela nafas kemudian menganguk, dia tak bisa membantah suaminya lagi, dia sudah lelah memikirkan nasib putranya nanti.

:: To be continue ::

Maafkeun kalau gak jelassss hehehe.

Sebenarnya aku gak pernah bikin cerita sad ending sih, contohnya ini, bad man, happy ending kok, mereka gak pisah gak berpisah😗 jadi jangan berburuk sangka... Hehehe.

 Hehehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



TWO BAD GUYS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang