"Teruntuk, Ranaka Langit Chalavanth. Segera datang ke ruang kepala sekolah."
Nama Raka terpanggil dengan sangat lantang di speaker sekolah. Entah sudah beberapa kali namanya sering dipanggil. Sampai-sampai angkatan atas dan bawah sudah sangat hafal dengan namanya. Tidak lain, tidak bukan karena dirinya adalah anak dari kepala sekolah SMA CHALAVANTH. Bukan karena dia adalah anak kepala sekolah saja, tetapi Raka adalah anak yang sering sekali keluar masuk ruang BK dengan permasalahan yang sama.
Raka membuang napas berat dengan memejamkan mata sejenak. Malas untuk beranjak dari posisinya sekarang dan harus berhadapan dengan Papanya yang tidak begitu dekat dengannya. Raka memang terlihat sangat tidak akur dengan Papanya itu.
Karena Raka tak kunjung datang ke ruang kepala sekolah. Akhirnya, teman yang paling dekat dengannya yaitu Dimas, menyampaikan pesan yang sudah diberikan oleh kepala sekolah untuk Raka agar dirinya segera menghampiri kepala sekolah tersebut. Dimas masuk ke dalam kelas dengan berjalan tergesa. Dimas mendekati Raka yang sedang tertidur sambil mendengarkan teman-temannya yang sedang asik mengobrol satu sama lain.
"Rak, bapak lu manggil tuh, Rak," Kata Dimas sembari menepuk bahu lebar milik Raka.
"Malas."
"Samperin dulu itu, Rak. Katanya mah penting,"
Dimas masih berusaha membujuk Raka agar ia segera pergi ke ruangan kepala sekolah. Tetapi, lagi-lagi Raka menolak untuk pergi ke sana.
"Malas gua, Dim. Pastinya kaga penting juga yang dibahas sama beliau."
Dengan matanya yang masih terpejam. Tak menghiraukan suruhan dari Dimas. Raka malah mengambil airpod miliknya yang langsung dipakai ke telinga. Dimas yang memperhatikan sifat temannya hanya menggelengkan kepala dan menghela nafas panjang. Dimas sudah bingung harus bagaimana lagi dengan bapak dan anak satu itu.
Dimas duduk di sebelah Raka mengobrol dengan dua temannya yaitu Briyan dan Dixon. Ponsel milik Raka bergetar, menghentikan lagu favoritnya yang sedang diputar. Raka melihat nama kontak yang menelponnya, ia berdecak kesal saat mengetahui Papanya yang menelepon.
'Tua bangka menyebalkan. Tidak bisakah, sehari saja ia tidak mengganggu?'
Raka mengumpatnya di dalam hati dan menolak panggilan masuk dari Papanya. Ia segera beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kelas menuju ruang kepala sekolah.
Semua pasang mata menatap dirinya dari atas sampai bawah yang terus berjalan menelusuri koridor. Tidak heran kalau para gadis sangat terpesona akan dirinya yang dapat dikatakan sempurna. Bahkan, terkadang beberapa teman laki-lakinya pun kagum dan iri akan kesempurnaan dirinya. Tampan, tinggi, wangi, berprestasi di bidang akademik maupun non akademik dan bonusnya lagi Raka adalah anak kepala sekolah.
Gadis mana yang tidak mau dengan dirinya? Tidak ada. Hampir semua gadis di sekolahan itu ingin menjadi kekasihnya. Dan bisa dibilang sudah banyak gadis yang dia tolak mentah-mentah. Karena baginya, cinta hanya penghambat segala hal. Dan bisa saja menghambat dirinya untuk mencapai semua mimpi-mimpinya yang sedang ia usahakan.
Tok...tok...
Ceklek.
Ia membuka pintu dan segera masuk ke dalam. Terlihat Papanya yang sedang sibuk dengan berkas-berkas di meja. Raka menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa yang berada di dalam ruangan, tanpa sedikit berbicara apapun. Raka menyandarkan kepalanya lalu memejamkan matanya. Ruangan yang menjadi dingin membuat dirinya hampir tertidur pulas. Ia mencoba membuka obrolan karena tidak ingin terlalu lama di ruangan itu.
"Kalau tidak begitu penting. Tidak usah memanggil saya kesini, Pa."
Matanya yang tajam menatap datar ke arah pria yang ia panggil dengan sebutan Papa. Seakan dirinya sia-sia untuk hadir di hadapan Papanya yang selalu saja sibuk dengan berkasnya tanpa menghiraukan dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
RANAKA
Ficțiune adolescențiApa itu "cinta"? Sebuah kata dan ungkapan yang sudah begitu asing bagi lelaki bernama Ranaka Langit Chalavanth. Setelah kepergian mendiang sang ibunda, baginya cinta itu hanya sebuah kemunafikan belaka. Tidak ada cinta yang benar-benar tulus yang ia...