"Aku lelah tuhan, Bagaimana cara ku untuk bertahan jika keadaan yang memintaku untuk menyerah?"
Gracia saat ini berada sendirian di tengah lapangan ekskul panahan sekolahnya.Gadis itu berdiri segaris lurus dengan bidikan panah yang berjarak beberapa meter di hadapannya. Tangannya mengambil anak panah lalu menyelipkan ekor anak panah pada tali busur.
Tangan kanannya naik mengangkat busur setinggi bahu dan tangan kirinya bersiap menarik tali busur. Gadis itu membidik dan langsung melesatkan anak panahnya. Sedetik kemudian ia mendecak kesal, anak panahnya melesat jauh dari titik target.
Ia kembali mengambil anak panah dan menyelipkannya di tali busur. Ia harus fokus, tangannya kembali naik menarik tali busur. Gadis itu menutup sebelah matanya dan mulai kembali membidik.
"Cia." Panggilan seseorang membuat gadis itu kembali membuka sebelah matanya. Ia mengenal siapa pemilik suara itu.
Dengan gerakan cepat Gracia mengalihkan arah busur ke arah orang yang berdiri sejauh beberapa meter darinya. Gio mematung saat Gracia mengarahkan ujung panah miliknya ke arah tubuhnya. cowok itu menghela napas pelan.
"Maafin gue, Ci." Gio berjalan mendekat ke arah Gracia yang masih mengarahkan busur panah ke dirinya.
"Mundur atau gue bolongin badan lo!" ucap Gracia memperingatkan, namun Gio tetap berjalan mendekatinya. Sejengkal jarak antara tubuh Gio dengan ujung panah milik Gracia, sebelum akhirnya gadis itu mendecak kesal.
"Ck." Ia menurunkan panahnya.
"Ngapain lo ke sini?" Gracia berjalan menaruh kembali panahnya ke tempat semula di sudut lapangan.
"Sini gue obatin muka lo." Gio memperlihatkan kotak P3K yang ia bawa dari UKS.
"Gak perlu." Gracia dengan segera memakai tasnya lalu berjalan ke luar lapangan, melewati tubuh Gio begitu saja.
Gio dengan segera berjalan menyusul Gracia.
"Tunggu, Ci!" Gio menahan lengan gadis itu.
"Gue gak mau, Gi!" Tak menerima penolakan Gio menarik tangan Gracia untuk duduk bersamanya di kursi tribun yang tersedia di sisi lapangan.
"Kenapa sih, Gi?" tanya gadis itu malas.
"Kenapa kabur mulu sih? Gak gue culik juga." Gracia merotasikan bola matanya, jengah.
"Semalam udah lo kompres pake air dingin?" Gracia hanya diam menatap Gio, tak berniat menjawab.
Gio mengambil kapas dari dalam kotak lalu membasahinya dengan air mineral. Ia dengan pelan membersihkan terlebih dahulu memar di wajah Gracia sebelum mengoleskannya dengan salep.
"Pelan-pelan!" peringat gadis itu. Tak perlu berlama-lama Gio dengan segera mengeluarkan Arnica Topikal, obat oles herbal untuk perawatan nyeri dan memar.
Cowok itu mulai mengoleskan salep ke wajah Gracia dan mendapat decak kesal kesekian kali dari gadis itu.
"Shh! Pelan-pelan!" Gracia menepis tangan Gio dari wajahnya. "Ini lo olesin muka bukan aspal!" Gio tertawa pelan mendengar gerutuan Gracia.
"Iya, Kar. Gue pelan-pelan." Dengan telaten ia kembali mengoleskan salep itu merata ke memar di wajah Gracia.
Gracia hanya bisa menatap kedua mata Gio yang fokus dengan lukanya. Tanpa sadar ia menghela napas panjang membuat Gio menghentikan pergerakan tangannya dan balik menatap mata Gracia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gracia
Teen Fiction⚠️Warning! Plagiat dilarang mendekat! Cerita ini hanya karangan penulis,jika ada kesamaan nama tokoh,tempat,dan kejadian itu hanya kebetulan semata!⚠️ Bohong jika mereka mengira aku adalah manusia yang bersikap dewasa. Aku baru saja mengenal dunia s...