13

511 41 0
                                        

⭐⭐⭐

Suster Renjun benar, Eunseok memang menyesal. Tidak perlu waktu lama, hanya selang satu jam dari kepergian Wonbin.

"Aku menerima kalian di sini hanya demi
Aeri" gumam Eunseok dingin, suasana hatinya benar-benar buruk saat itu. Ketika sekertarisnya menelepon dan memberitahu bahwa Aeri dan Mark ada di ruangan depan, ingin bertemu dengannya, Eunseok hampir saja mengamuk seketika itu juga.
Dia sudah menegaskan pada sekertarisnya bahwa dia sedang tidak ingin diganggu. Tetapi Aeri memaksa, dan seperti biasanya, paksaannya berhasil.

"Kami harus memberitahumu sesuatu yang penting" gumam Aeri penuh tekad, tidak peduli akan tatapan membunuh yang berkali-kali dihujamkan Eunseok kepada Mark yang hanya duduk diam tanpa suara di belakangnya.

"Eunseok" Aeri mencoba menarik perhatian Eunseok yang terus menerus mempelototi Mark

"Ada suatu fakta penting tentang Wonbin yang harus kau ketahui."

Eunseok langsung tertarik. Fakta apa lagi? Sebuah kebohongan lagi yang belum diceritakan kepadanya? Sebuah kepalsuan lagi yang akan menyulut kemarahannya?

Dia diam dan menunggu, bersiap-siap untuk meledak lagi, kepalanya terasa berdenyutdan mulai nyeri.

"Eunseok..." Aeri mengernyit cemas ketika melihat Eunseok tampak kesakitan

"Kau tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa! Cepat selesaikan yang ingin kau katakan, dan bawa dia pergi dari ruangan ini!" Eunseok bahkan tidak mau repot-repot menyebut nama Mark.

Aeri menarik napas panjang. "Kau...Kita...Mengambil kesimpulan yang salah tentang Wonbin." dengan cepat Aeri membentangkan artikel itu di meja Eunseok

"Baca ini."

Eunseok melirik artikel itu, semula tidak tertarik, tetapi kemudian mengenali gambar di artikel itu sebagai Wonbin, lebih muda beberapa tahun, tapi dia tak mungkin salah.

"Apa yang.........Oh Tuhan!" baru separuh artikel yang dibacanya, tetapi dia pucat pasi. Dengan gemetar dia membaca artikel itu. Membacanya berulang-ulang kemudian, mencoba mencari kesalahan. Tapi kebenaran yang tertulis di sana tak terbantahkan lagi.

"Benar Eunseok, keluarga Wonbin, kedua orangtuanya terenggut pada kecelakaan yangsama di jalan tol, kecelakaan yang sama yang menewaskan Jihoon", mata Aeri berkaca-kaca

ketika kenangan itu kembali.

"Oh Tuhan!" Eunseok berpegangan pada meja untuk menopang tubuhnya, Ini sebabnya Wonbin selama ini sebatang kara dan sendirian?

"Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia, saya hidup sendirian" itu jawaban Wonbin waktu gadis itu terpaksa menumpang mobilnya di pagi yang hujan.

Lalu uang tiga ratus juta dan hutang puluhan jutanya di perusahaan itu..... Sekali lagi Eunseok mengernyit.

"Tunangannya, Sungchan, masih terbaring koma sejak kecelakaan itu. Wonbin berjuang mati-matian untuk mempertahankan hidupnya. Hutang-hutangnya di rumah sakit mungkin untuk membiayai biaya perawatan Sungchan, dan hutangnya kepadamu tiga ratus juta mungkin karena gadis itu putus asa," Aeri memandang Eunseok, dan tiba-tiba merasa kasihan, Eunseok tampak hancur berkeping-keping

"Aku menelepon rumah sakit tempat Sungchan dirawat Eunseok, Sungchan saat itu harus menjalani operasi pengangkatan ginjal karena salah satu ginjalnya rusak akibat obat-obatan yang terus menerus.......biaya operasi itu sangat mahal, hampir mencapai tiga atus juta rupiah... Mungkin itu alasan Wonbin menjual dirinya padamu, gadis itu putus asa."

Eunseok memejamkan matanya, mengingat hari berhujan dimana Wonbin membuat penawaran gila itu padanya. Bagaimana mungkin dia dulu tak menyadarinya? Waktu itu Wonbin memang terlihat putus asa, panik dan putus asa.

A Romantic story about wonbin (Eunseok X Wonbin) GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang