Pikiran Ratna kini tak karuan. Ia bingung, apakah ia harus menerima tawaran tersebut atau tidak. Tapi kalau tidak, Mbak Darmini tidak mungkin mau untuk mengajarinya lagi.
Kini, Ratna berpindah menuju ke ruang terbuka yang tidak jauh dari kamarnya. Ia membuka pintu dan duduk di teras sendirian di tengah dingin dan gelapnya malam. Sunyi, hanya saja sesekali terdengar suara tembakan entah darimana asalnya. Tidak tahu apakah salah satu bunyi tembakan itu merenggut nyawa seseorang, ataukah pribumi? Syukur-syukur itu adalah seorang Belanda. Ya, setidaknya satu orang Belanda lenyap dari bumi Nusantara ini.
Akan hal ini, Ratna kembali memikirkan bagaimana bisa ia berdekatan dengan orang-orang berkulit putih dan berambut pirang itu?
"Ada apa sampai kamu malam-malam berdiam diri di luar, nduk?" tetiba suara Nyai Galuh memecah pikiran Ratna hingga ia sedikit terkejut.
Nyai Galuh menarik bangku dan duduk, "apa yang kamu bingungi? Kamu hanya perlu belajar sampai kamu menguasai huruf dan mempelajari bahasa Belanda" kata Nyai Galuh.
"Pangapunten Nyai, saya tidak bisa untuk berdekatan dengan orang Londo Nyai" jawab Ratna sejujurnya.
Nyai Galuh meraih tangan Ratna, "mau sampai kapan?" tanya Nyai Galuh. "dengar, Nduk. Kita bernasib begini karena memang takdir kita seperti ini, dan ini tidak pernah salah. Yang salah adalah berpasrah, terus bergelut atas amarah dan dendam" kata Nyai Galuh.
Ratna yang sedari tadi menunduk, mengangkat kepalanya dan menatap mata Nyai, "Apakah ini alasan mengapa Nyai terlihat tenang dalam menghadapi segala permasalahan?" tanya Ratna.
Dengan mata yang sedikit berair, Nyai Galuh mengangguk.
"Meskipun dalam hatimu terus mengatakan akan suatu hal itu tidak benar, bersikap setenang mungkin seolah kamu tidak terbentur atas masalahmu adalah cara paling dewasa menghadapi kenyataan, Nduk" ucap Nyai Galuh dengan sedikit bergetar.
"Saya sudah terbiasa diam Nyai, setiap orang desa yang mengolok-olok keluarga saya, saya pun memilih diam. Seolah mereka tidak pernah mengatakan hal tersebut, bahkan setelah saya membeli sesuatu dari pasar, penjual yang menerima uang saya tidak sudi menerima harta benda dari keluarga kami dan membuangnya ke jalanan supaya diperebutkan oleh orang-orang yang berlalu lalang" kata Ratna.
Nyai Galuh meggelengkan kepalanya, "bukan tenang dengan diam yang saya maksudkan, Nduk. Tapi tenang dengan bermartabat, pikiran yang kritis, dan ucapan yang pandai berisilat lidah. Memang saya ini seorang Nyai, apalah yang orang-orang pikirkan tentang saya tapi mereka tidak bisa menandingi kemampuan seorang pelacur Londo, kan?"
Ratna kini mulai menangis, perasaannya kacau. Ia seperti tidak sanggup melakukannya, namun ia ingin berubah seperti apa yang Nyai Galuh katakan. Bagaimana bisa ia tidak terpikirkan hingga sejauh itu? Keluarganya tidak ada yang bersisa adalah karena kebisuannya, seolah-olah yang dikatakan orang-orang seperti itu adanya. Padahal, yang mengerti dan yang merasakan adalah dirinya dan keluarganya.
"Namun Nyai, keluarga saya hancur karena Londo. Adik saya entah di bawa kemana oleh warga desa karena dituduh sebagai mata-mata Londo. Sementara bapak berambisi untuk memiliki akses dengan orang Londo melalui Kepala Dusun dengan memberikan banyak uang dengan berhutang. Hingga, Ibuk dan saya menjadi jaminan atas hutang bapak. Beruntung saya memiliki kesempatan untuk kabur, setidaknya saya masih bisa berusaha untuk mencari Ibuk" Ratna menjelaskan kisahnya dengan pilu.
"Apakah orang-orang inlander seperti kita akan tampak berharga di mata orang Belanda, Nduk? Atau, apakah orang-orang yang memiliki noda hitam seperti kita akan diterima dengan bangsa sendiri, Nduk? Belum tentu. Selagi orang itu tidak merasakan apa yang kita rasakan, mereka akan terus merasa benar di atas kesalah pahaman mereka sendiri. Bukan tugas kita untuk membuat mereka mengerti" jelas Nyai Galuh.
Tangis Ratna sudah tidak lagi terbendung, tangisannya meluapkan segala emosi dan perasaan di dalam benaknya. "saat-saat seperti ini, saya hanya merindukan Ibuk" ucap Ratna.
Nyai Galuh menarik tangan Ratna ke arahnya dan berusaha mendekap Ratna dalam peluknya, "perempuan berhak memilih kehidupannya sendiri, sementara kamu saat ini adalah perempuan yang bebas. Tentukan pilihanmu, hidupmu atau bahkan hidup keluargamu ada dalam genggamanmu sekarang" ucap Nyai Galuh. Dan Ratna pun mengangguk.
"Ratna yang dahulu sudah tiada. Anak gadis di hadapanku sekarang merupakan sebuah permulaan. Aku ingin memanggilmu dengan nama Gendis. Akhir dari permulaanmu sudah di mulai dan semuanya akan baik-baik saja" kata Nyai Galuh.
***
"Bantu support ya teman-teman, bintang dan follownya bermanfaat banget buat aku dan akun ini 🤩"
Senin, 04 Maret 2024
Tertanda
_berrybee
With love[jarang update karena tugas kuliahku sekarang kian hari kian bertumpuk, maaf besar]
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku NYAI
Historical FictionMasyarakat sudah begitu resah dengan keberadaan si Nyai. Karena Nyai hanyalah seorang perempuan yang tidak layak disebut sebagai perempuan, seorang perempuan pengkhianat, penjilat demi uang, dan perempuan yang menjual dirinya demi hidup yang layak...