Daniel tidak mampu bangun. Rasa sakit pada luka bakar itu membuat seluruh tubuhnya terasa tidak bertulang. Daniel melihat keterkejutan Sahara saat membuka kemejanya dan menemukan luka bakarnya. Bahkan ART nya itu menangis dengan panik.
Daniel terdiam, menahan sakit tapi juga betah memandangi kepanikan Sahara. Ini kali pertama, ada yang menangisinya, setelah sekian banyak orang berlabel keluarga namun hanya terdiam menyaksikan dia terluka.
"Tuan apa aku harus telepon polisi? A-atau aku harus telepon rumah sakit? Tuan, jangan hanya diam... Katakan sesuatu! Katakan apa yang harus aku lakukan...?" Sahara mengutak atik ponselnya lalu menggoncang-goncangkan lengan Daniel.
Daniel berusaha menggerakan tangan kirinya, sedikit gerakannya membuat wajah tampannya meringis sakit. Dia mengulurkan telapak tangannya ke perut menonjol Sahara. Mengelusnya meski tangannya gemetar.
Daniel berusaha bangun, Sahara membantunya dengan melingkarkan tangan kanan Daniel ke pundaknya.
Beratnya bobot pria jangkung itu membuat Sahara sampai berkeringat, bahkan dia memegang perut bawahnya yang terasa kram.
Susah payah keduanya berhasil masuk ke dalam lift dan berjalan merambat menuju kamar Daniel.
Setelah Daniel menjatuhkan diri di ranjang, Sahara bergegas mencopot kemeja putih Daniel, bahkan mencopot kaos kaki tuannya itu, dia membantu tuannya agar berbaring dengan nyaman.
Sahara juga sigap keluar kamar dan kembali untuk memberi Daniel minum. Saat Sahara ingin beranjak lagi, Daniel menahan lengan Sahara dan menariknya untuk kembali duduk didekatnya.
"Tidak ada yang bisa kamu lakukan padaku. Dan lagi aku sudah terbiasa begini. Percayalah aku tidak mudah mati." Gumam Daniel.
"Siapa yang tega menyakiti tuan sampai seperti ini?" Tanya Sahara.
Wajah kesakitan Daniel membuat Sahara ikut menderita, tapi toh tidak ada yang bisa Sahara lakukan. Sahara tidak bisa mengambil keputusan tanpa persetujuan Daniel.
Daniel menggenggam jemari Sahara, dia terpejam dengan kening mengkerut. Sahara bahkan melihat sudut mata tuannya yang basah. Pasti teramat sakit rasanya.
"Ambilkan kotak obat yang ada di dalam lemari." Pinta Daniel.
Sahara menurut, dia membuka lemari yang dipenuhi gantungan jas, kemeja, dasi bahkan celana tersusun mengikuti gradasi warna dari terang ke gelap. Di rak paling bawah Sahara menemukan ada beberapa kotak obat, Sahara mengambil kotak yang bertuliskan luka bakar.
"Ambilkan salepnya."
Sahara buru buru membuka kotak itu dan memberikan salepnya. Di dalam itu ada beragam obat, dari salep, cairan dalam botol, pil-pil beragam warna.
Daniel membuka salep itu dengan tangan gemetar, kemudian ujung telunjuk tangan kanannya mulai mengusapkan salep itu ke lukanya.
Sahara menyaksikannya sendiri, bagaimana Daniel berusaha melihat ke arah luka itu, berusaha mengolesi lukanya dengan telunjuknya sendiri, dan di saat yang sama dia harus menahan sakit yang teramat sakit. Hingga air mata tanpa sadar menuruni pipinya tanpa dia sadari.
"Suhu tu-tubuhku akan tinggi. Tapi itu adalah proses penyembuhannya. Salep itu sangat menyakitkan, tapi sekaligus menyembuhkan." Kata Daniel seakan memberitahu Sahara jika malam yang akan mereka lalui akan terasa panjang.
Daniel sudah paham kondisinya, seakan luka itu bukan hanya sekali dia terima. Ditambah Daniel tidak pernah sekalipun bersumpah serapah atas rasa sakit yang dia derita pada orang yang membuatnya begini.
Beberapa jam kemudian panas ditubuh Daniel memang tinggi, bahkan Daniel tidur dengan gelisah. Sesekali pria jangkung itu mengigau dengan ketakutan, seperti sedang mimpi buruk. Keadaan Daniel membuat Sahara setia berada di dekat tuannya hingga tanpa sadar matahari mulai meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEHAMILAN RAHASIA SAHARA
RomanceSahara gadis 16th, terpaksa bekerja menjadi ART dan dihamili tuan Daniel yang disangka impoten.