Love Complex 9

19 1 0
                                    

Helooo...

Maaf banyak typo, kalau suka dengan ceritaku ini jangan lupa vote and commentnya yak....hehehe

enjoy...

Happy Reading

"Aku sangat kecewa, sangat-sangat kecewa." Tanpa bisa ia tahan lagi, setetes air mata pun jatuh dari kedua mata milik Adiba yang langsung membasahi kedua pipi chubby-nya.

Firda yang melihat sahabatnya seperti itu pun langsung memeluk Adiba dengan erat, seraya mengusap lembut punggung sahabatnya itu.

"Aku paham kok perasaan kamu Dib, pasti Kak Fahri juga berat buat memutuskan hal ini. Mungkin memang Kak Fahri ada urusan pekerjaan yang harus ia selesaikan, atau kemungkinan lain bisa jadi Kak Fahri pergi untuk mengejar cintanya. Bukannya kata kamu Kak Fahri itu sedang jatuh cinta sama seorang gadis, tetapi Kak Fahri udah pesimis dulu buat perjuangin cintanya. Hal itu bisa jadi kan."

Perkataan Firda sontak membuat tubuh Adiba menengang seketika, entah mengapa mendengar Fahri ingin memperjuangkan cintanya kepada gadis lain membuat dirinya merasakan gejolak perasaan yang menurutnya terkesan aneh.

Firda yang menyadari tubuh sahabatnya yang tiba-tiba menegang pun langsung melepaskan pelukannya dan dapat melihat wajah Adiba yang menurutnya tengah tertegun sekaligus terkejut itu.

"Kamu kenapa? Kok kaya terkejut gitu."

"Hah? Oh, aku nggak apa-apa kok." Balas Adiba yang mencoba menyembunyikan rasa keterkejutannya, tetapi malah membuat Firda semakin mengira kalau sahabatnya itu lebih seperti orang yang tengah mencoba menutupi sesuatu dengan ekspresinya.

"Jangan bilang kalau kamu punya perasaan lebih sama Kak Fahri? Iya kan?"

Pertanyaan yang keluar dari bibir Firda semakin membuat Adiba terkejut luar biasa, dirinya membelalakkan matanya seraya mentap ke arah Firda.

................


Di sisi lain, seperti biasa Fahri selalu disibukkan dengan berkas-berkas penting yang sudah menumpuk di meja kerjanya yang membuat kepalanya serasa ingin pecah. Terlebih dirnya harus mengurus kepindahannya ke Turki yang sudah ia rencanakan akan berangkat lusa. Sungguh dirinya memang tidak rela bila harus berjauhan dari keluarganya, tetapi menurut Fahri inilah langkah yang tepat untuk mengantisipasi sesuatu hal yang akan berakibat buruk ke depannya.

*Tok...tok...tok* (Suara ketukan pintu)

Mendengar suara ketuka pintu, Fahri pun tersadar dari gelutan pikirannya dan langsung mengalihkan fokusnya ke arah pintu.

"Masuk!" Ucap Fahri yang kembali mengalihkan fokusnya ke arah layar laptop yang masih menyala di hadapanya yang menampilkan grafik yang mungkin hanya Fahri dan Tuhan yang tahu.

*Cklek... *(Suara pintu terbuka)

Seorang laki-laki dengan pakaian formalnya, berjalan dengan perlahan menuju meja Fahri yang berisi berkas-berkas yang begitu banyak itu.

"Maaf Pak, saya ingin memberitahukan kalau Pak Rafli sudah mengurus kepindahan Bapak ke perusahaan di Turki. Berkas-berkas yang diperlukan pun sudah saya siapkan, setelah itu Bapak bisa berangkat ke Turki lusa nanti."

"Baiklah, terima kasih atas bantuannya. Kirimkan juga kepada Rafli mengenai kriteria tempat tinggal yang saya inginkan di sana nanti."

"Baik Pak, nanti akan saya sampaikan. Tetapi maaf Pak, di luar ada seseorang yang ingin bertemu dengan Bapak."

Fahri pun langsung mendongakkan wajahnya sembari menatap sekertarisnya itu dengan raut wajah bingungnya.

"Siapa?"

"Namanya Ilham, Pak. Katanya dia adalah sahabat Bapak."

"Suruh dia masuk."

"Baik Pak, kalau begitu saya permisi dulu."

"Iya."

Sekertaris Fahri itu pun langsung pergi dari hadapannya dan disusul dirinya yang kembali fokus pada pekerjaannya.

"Kerja mulu, Bro. Nggak sepet itu mata."

Mendengar celetukan seseorang yang ia yakini adalah suara laki-laki, langsung membuat Fahri mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk ruangannya. Kening Fahri pun langsung mengernyit bingung ketika mendapati seorang laki-laki dengan kemeja putih dengan celana bahannya sudah memasuki ruangannya.

"Tumben lo dateng ke kantor gue, ada apa? Pasien lo nggak numpuk? Biasanya sibuk banget lo."

Laki-laki yang baru saja memasuki ruangan Fahri itu pun tanpa menunggu dipersilahkan duduk, dirinya langsung mendudukkan dirinya di sofa ruangan Fahri itu.

"Nggak terlalu padat lah, gue mau refreshing sebentar. Stres lama-lama kalau gue ngurus berkas pasien mulu, dokter juga manusia kali."

"Hahaha, gue kira lo nggak punya kehidupan lain selain masalah pasien."

"Ya kali, gue juga makhluk sosial kali. Butuh kehidupan luar juga. Lo juga gitu kali, ngapain pakek acara ngatain orang lain."

"Gue ngak separah lo kali, gue masih inget rumah. Kalau lo mah, kayaknya orang tua lo aja sampai pangling lihat lo."

"Sembarangan lo, eh ngomong-ngomong lo serius mau pindah ke Turki? Pasti problem lo dari dulu belum kelar ya. Hahaha, melarikan diri lo ya."

"Ck, jangan sok tahu jadi orang. Gue pergi bukan untuk melarikan diri, gue hanya nggak mau perasaan gue bikin orang-orang yang gue sayangi tersakiti."

"Gini ya, Bro. Kalau saran dari gue, mending lo ungkapin perasaan lo yang sebenarnya ke dia. Karena mending tersakiti sekarang daripada harus tersakiti nanti yang mungkin rasanya lebih parah dari yang kita bayangin. Dengan lo berani ngungkapin perasaan lo, dia pasti bisa ngerti kenapa lo harus menjauh dari dia. Kalau lo dengan diem-diem gini terus pergi tanpa kejelasan, gue yakin dia malah makin kecewa sama lo dan takutnya dia akan membenci lo."

"Tapi lo ngerti kan perasaan gila gue ini nggak akan pernah terwujud, dan gue nggak mau dia kepikiran tentang masalah ini. Gue pusing dan berasa mau gila."

"Hahaha, gue paham sih apa yang lo rasain. Gue kira hal semacam ini hanya terjadi di cerita film aja, ternyata sahabat gue malah yang ngalamin hal ini sendiri. Tapi mending lo bicarakan sekarang daripada dia kecewa sama lo lebih dalam lagi, karena lo yang sedari dulu udah sangat dekat dengan dia dan dengan tiba-tiba lo memutuskan jauh dari dia tanpa kejelasan apapun pasti membuat perasaannya semakin kacau Bro."

"Oke, akan gue coba Ham. Tapi gue nggak janji akan hal ini."

"Gue tunggu kabar baik dari lo, semoga dengan jalan yang menurut lo baik ini, lo bisa melupakan perasaan lo dan memulai hidup baru yang jauh lebih baik."

Laki-laki yang bernama Ilham itu pun hanya bisa menghela nafasnya pelan ketika mendapati wajah sahabatnya yang begitu frustasi ketika memikirkan mengenai permasalahan yang sedari dulu sulit sekali ia atasi. Dirinya pun paham akan masalah yang tengah di hadapi sahabatnya itu, karena bisa dibilang dirinya lah tempat Fahri menuangkan keluh kesahnya selama ini. Ia pun memahami jika menghapus perasaan yang sudah lama tertanam kuat dalam hati memang tak semudah membalikkan telapak tangan, karena hal ini seperti membuang barang kesayangan kita yang sudah lama kita simpan begitu saja.

----------------


Setelah kejadian di mana Firda menanyakan perasaan Adiba terhadap Fahri, yang berakhir dengan keterdiaman Adiba hingga mata pelajaran selanjutnya dimulai. Kini mereka tengah berada di masjid sekolah untuk menemui ketua pengurus salah satu ekstrakulikuler di sekolah mereka karena mereka berencana akan ikut organisasi Rohis untuk mengisi masa SMA mereka juga.

"Aku udah tahu apa yang kamu rasakan, Diba. Perasaan kamu meskipun kamu nggak ungkapin ke aku, dari gerak-gerik kamu aja aku udah tahu kalau ada sesuatu dalam perasaan kamu sama Kak Fahri." Ujar Firda kepada Adiba yang kini tengah duduk di sebelahnya, sembari mereka menunggu ketua Rohis yang belum datang.






Bismillah

Semoga suka ya...

Forbidden Love 21+ [Fahri & Adiba]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang