Home

600 22 7
                                    

Up tgl 31 Des 2023
Tiba-tiba gabut parah karna gak bisa malam taun baruan kek orang2😂
Selamat tahun baru 🥳🥳

Hari ini, hujan sedari tadi dengan derasnya membasahi bumi. Kabut tebal menutupi seluruh pemandangan alam yang biasanya menampakkan keindahannya. Telapak tangan kekar itu mengambil secangkir kopi panas dalam mug putih ukuran sedang, meniupnya dengan perlahan kemudian menyesapnya. Kursi kayu yang apik menunggu sang tuan untuk diduduki. Mata tajamnya yang selalu menampilkan gurat gelisah memandang kesekian kalinya arah jalan yang ditutupi kabut.

Tanggal dua puluh tujuh Desember tepat hari ini, Sabiru Erlangga genap berusia dua puluh tujuh tahun. Kopi yang masih bertengger apik dalam genggaman ia letakkan, memandang kembali derasnya hujan. Kesabarannya yang sedari malam tak menyurutkan semangatnya untuk selalu menunggu sang pujaan hati untuk menemui.
Kain tebal yang melekat hangat dalam tubuhnya ia usap pelan. Rajutan sang kekasih yang nyaris sudah genap dua tahun.

Biru, panggilannya. Terlalu terpukau pada rajutan berwarna coklat muda itu tanpa sadar sebuah mobil sedan melaju pelan pada pekarangan rumah. Niat hati ingin bangkit menemui orang yang berkunjung sepagi buta ini, mungkin seseorang yang ia tunggu. Sang supir mobil keluar. Membuka sang tuan yang kini mengenakan pakaian tebal berwarnakan choco kesukaannya.

Biru selaku tuan rumah menyambut dengan senyuman, senyuman itu begitu indah namun menyiratkan kesedihan dan luka. Pria manis itu, Jingga Ardadika lantas memeluk dengan sayang sang tuan rumah. Memberikan kehangatan di kala hujan semakin deras membasahi alam. Menyalurkan rindu yang mungkin saja sudah sepatutnya dikubur dalam lautan duka.

Manis senyuman Jingga pada Biru, memberikan ketenangan pada siapapun orang yang melihatnya. Biru dan Jingga masuk setelah mobil yang dikendarai supir itu melaju pergi dari pekarangan rumah.
Jingga duduk, sofa halus itu ia usap pelan. Kenangannya masih saja membuat dadanya sesak. Karena mungkin, semua yang ada pada rumah kayu berwarna putih gading ini adalah kenangan manis yang tak akan Jingga lupa.

Biru kembali dengan membawa dua cangkir teh hangat. Jingga tak suka dengan kopi, namun hanya suka aromanya.

"Sudah lama," ucap Jingga mengambil cangkir tehnya lalu menyesap pelan. Rasanya manis, pas dengan takaran gula yang selalu Jingga suka.

"Ya, dan aku masih di sini."

Jingga menatap mata pria di hadapannya. Seolah mata itu selalu membisikkan kata "Rindu" setiap harinya.
Biru masih sama, dia selalu mempunyai cara mencintai Jingga dengan istimewa.

"Selamat ulangtahun." Jingga tersenyum, Biru hanya mampu diam dengan pandangan kosong. Ia ingin merasakan pelukan hangat itu, ia masih ingin berlarut larut dalam mencintai pria manis yang kini mendekatkan dirinya.

"Selamat ulang tahun, my Ruru." Biru menatap dalam lalu memeluk dengan erat Jingganya. Seakan tak ingin melepaskan lagi orang terkasih di hadapannya. Biru menggelamkan kepalanya pada bahu Jingga, menyalurkan rindu yang amat menyesakkan dada. Biru kalap, ia menangis dalam pelukan terkasih. Biarkan sejenak ia memeluk, dibelai sayang rambut hitamnya oleh seorang Jingga Ardadika.

Setiap tahunnya, Jingga pasti menemui Biru di hari ulangtahunnya. Memberikan sebuah hadiah dan berbagi kehangatan. Namun, hari ini berbeda. Jingga dan Biru sudah memutuskan untuk melupakan semuanya.

"Bolehkah aku...," Ucapan Biru terhenti, kala bibir manis milik Jingga terlebih dulu menyesapnya dengan pelan. Biru memeluk erat tubuh Jingga, merasakan setiap lumatan yang penuh akan cinta, rindu dan luka.

Keduanya tak ingin menyudahi, semakin larut dalam ciuman sayang yang hangat tanpa nafsu. Ciuman itu murni, memberikan kesan manis pada keduanya. Biru membelai rambut Jingga, menatap manik mata indah bulan sabit milik kesayangannya. Mengelus pelan pipi halusnya kemudian berakhir pada bibir indah berwarnakan merah alami Jingga Ardadika.

Short Stories 🔞(BrightWin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang