not me

431 17 4
                                    

S.malam. semoga suka

Jarinya sibuk mengetik, laptop yang sedari tadi bertengger apik itu telah ditutup dengan pelan. Tubuh besarnya ia sandarkan pada kursi lalu menghela nafas dengan putus asa.

Mata tajamnya terpejam, menikmati udara dingin dari arah jendela yang terbuka. Hidung bangirnya mencium aroma kopi panas yang mungkin saja baru diseduh. Beban yang menumpuk pada pundaknya seolah sirna.

"Pak, hey... Brian!"

Pria kelahiran Desember itu membuka matanya, ia dapati sang sekretaris sedang tersenyum hangat setelah meletakan secangkir kopi panas di hadapannya.

"Minumlah, mumpung masih panas."

Brian, pria itu meminum kopi panasnya dengan pelan setelah mengucapkan  'terimakasih' pada Ananta, selaku sekretaris nya.

"Duduk, Ta." Brian membawa cangkir kopinya ke arah meja dekat sofa. Lalu keduanya duduk berdampingan.
Sang CEO bermarga Anggasena itu meletakkan kepalanya pada pundak Ananta, rasanya lelah. Namun semua harus ia jalani.

Ditekan oleh orangtua dan menjadi anak yang harus selalu mengerti tanpa dimengerti. Brian selalu saja menjadi tameng, menjadi boneka yang harus selalu menuruti apa kata tuannya.

Ananta mengelus kepala Brian dengan sayang, semakin membuat Brian nyaman akan perlakuan Ananta pada dirinya. Setiap ia lelah akan ada Ananta yang selalu menjadi pundaknya, setiap ia senang selalu ada tangan hangat Ananta yang mendekapnya dan setiap ia kehilangan kewarasan atas semua beban hidupnya, ada Ananta yang setia mendengarkan, memahami dan mengerti akan diri Brian.

"Bri, kayaknya kamu harus cuti dulu deh. Kamu keliatan cape banget."

Brian mendongak, ia tatap dalam mata sehangat Ananta yang kini juga menatapnya.
"Ta...," Ucap Brian dengan parau. Sekretaris yang sudah genap setahun menemaninya itu sudah mengerti akan tatapan Brian. Ia hanya sedang malas menanggapi, ia hanya ingin mengelus kepala Brian guna menghalau beban yang didera sang atasan nya selama ini.

Brian membalikkan badan Ananta, keduanya pun saling berhadapan. Brian yang rindu lalu memeluk erat tubuh Ananta. Tangan halus Ananta ia bawa pada bibir Brian lalu menciumnya dengan sayang.

"Ta..."

Brian selalu memperlakukannya dengan lembut, memperhatikannya dan menjadi pendengar semua keluh kesahnya juga selama ini. Tak hanya Brian yang membutuhkan Ananta, pria bernama lengkap Ananta Wiliandi ini pun begitu. Keduanya saling membutuhkan. Bagi Brian, Ananta  selalu menjadi orang ternyaman, orang yang sangat Brian cintai.

Brian menatap Ananta, tangan kekar pria berusia dua puluh lima tahun itu membuka kemeja putih yang dikenakan Ananta. Ia mencekal tangan Brian lalu menggeleng protes akan tindakan semena-mena Brian padanya.

Tangan Ananta yang mencekal itu ia bawa pada dadanya sendiri dengan dituntun oleh tangan kekar milik Brian.  Ia buka satu persatu kancing kemeja putih yang dikenakan Ananta, mengelus lapisan kulit halus milik sang sekretaris.
Tangan Ananta mencoba mencegah tangan pria kelahiran Desember itu, menggeleng sarat akan makna tidak

"Bri, nanti ada orang."

Brian tak peduli pada perkataan temannya ini, ia hanya ingin Ananta berada dalam dominasinya.

Dengan berani Brian menggelamkan wajahnya pada ceruk leher Ananta, ia sesap pelan kulit leher pria manis yang berusia sama dengannya itu.
Brian tatap dalam mata Ananta, teman yang merangkap sebagai sekretaris nya itu selalu menjadi pemenang di hatinya. Ia adalah orang pertama yang mampu meruntuhkan pertahanan hati Brian yang sudah lama mati.

Tangan Brian pun tak tinggal diam, Ananta tersentak kala pria gagah yang kini tengah memangkunya itu membuka pengait celananya dan mengeluarkan miliknya dengan gerakan pelan tanpa melepaskan tatapan dominasi padanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Short Stories 🔞(BrightWin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang