002 || JENGGALA

613 51 1
                                    

002ヾ

Sava menghela napasnya saat mendapati Gala yang masih bersantai. Kedua kakinya yang masih terbalut sepatu di angkat ke atas meja, bahkan dengan tidak merasa bersalahnya, laki-laki itu memejamkan mata dengan kedua tangan yang di jadikannya bantalan pada backrest. Sungguh tidak seperti biasanya, yang di mana laki-laki itu selalu bersemangat untuk belajar, langsung membersihkan diri sepulang sekolah. Entahlah, Sava yang terlalu memikirkannya itu menjadi pusing sendiri.

Helaan napas lagi-lagi terdengar dari gadis itu, “Aku nggak tau apa masalah kamu, Gal. Tapi aku mohon, jangan kayak gini.” ujarnya seraya membuka sepatu yang di pakainya. Baru kali ini Sava melihat Gala bertingkah aneh. Bahkan terbilang keterlaluan, seperti tadi di jalan yang hampir saja menyerempetnya.

Sava kembali menoleh ke arah Gala usai menyimpan sepatunya di rak dekat pintu utama. Mungkin Gala punya masalah di sekolah? “Kalo punya masalah di sekolah, jangan di bawa pulang. Lain kali, harus bisa menyelesaikannya baik-baik, Gal. Jangan ikut marah ke orang lain. Aku nggak suka ya, sikap kamu kayak gini. Nggak kayak biasanya juga,” saat gadis itu hendak pergi, decakan dari mulut Gala menarik perhatiannya.

“Pulang sama siapa tadi?” sebuah pertanyaan berhasil Gala lontarkan. Laki-laki yang masih berseragam sekolah itu menurunkan kakinya dari atas meja lalu menegakkan punggunya menatap Sava penuh selidik.

Kedua alis Sava tertaut, “Bukan siapa-siapa. Emangnya kamu tadi liat aku?” jawabnya lalu bertanya. Karena bagaimana bisa laki-laki itu tahu kalau dirinya di antar? Dari mana laki-laki itu melihatnya?

“Bukan cuma liat!” ucap Gala terdengar menyentak lalu bangkit melenggang pergi. Tunggu, kenapa Gala jadi sewot seperti ini? Sava kan jadi bingung sendiri. Apa hanya karena laki-laki itu melihatnya di antar Rama? Lalu salahnya di mana? Bukannya itu urusan Sava, ya?

Sava mengekor di belakang Gala untuk ke kamarnya di belakang dekat dapur. Gadis  itu terkejut saat mendengar kerasnya Gala menutup pintu di lantai dua. Gala benar-benar marah tanpa alasan yang jelas. Lalu sekarang bagaimana? Apa yang harus Sava lakukan? Meminta maaf duluan? Bahkan Sava tidak merasa salah apa 'pun. Atau membiarkannya saja dulu sampai laki-laki itu tenang. Lalu bagaimana dengan pembelajaran hari ini? Bisa mendapat pertanyaan dari majikannya kalau tidak ada bukti pembelajaran hari ini? Ahk! Sava jadi setres! gara-gara Gala!

“Sava udah pulang, nak?”

Sava mengangguk lalu menyalimi Rosma, Ibunya. Yang bekerja sudah sekitar enam tahun di rumah orang tua Gala ini, dirinya yang sudah di percaya dan mendapat upah yang sangat mencangkupi kebutuhan dirinya dan Sava, membuatnya bertahan hingga membawa Sava untuk tinggal di sini atas permintaan majikannya sendiri supaya Sava menjadi guru private nya Gala. Bahkan majikannya itu juga sangat menyayangi Sava seperti anak mereka sendiri. Karena Sava itu anak yang baik, sehingga mereka mempercaya Sava untuk menitipkan Gala yang sangat tidak bisa di atur itu padanya.

“Ada masalah sama Gala, ya? Kok kayaknya dia kesel, Va?” tanya Rosma yang ikut mendengar bantingan pintu Gala tadi.

Sava menghela napasnya, “Ibu harus percaya sama Sava. Gala marah-marah nggak jelas, Bu. Bukan Gara-gara Sava.”

“Iya, Ibu percaya, kok. Tapi kamu harus inget. Apa kata ibu? Sabar. Kamu harus bisa mengontrol emosi kamu juga, ya? Gala kan belum dewasa. Setelah kamu bersih-bersih diri, kamu ajak dia makan, ya? Ibu sama Bapa tadi ngabarin, kalo mereka nggak pulang malam ini, mereka masih nugas di luar kota.”

JENGGALA • [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang