010 || JENGGALA

209 13 3
                                    

010ヾ

Di balik dinding pembatas dapur dan ruang tengah, Gala menyandarkan punggungnya lemas. Laki-laki itu tengah memikirkan jalan keluar untuk masalah Sava. Tidak boleh terjadi. Sava harus tetap menjadi guru privatenya. Gala membalik mengintip Sava yang tengah membantu Rosma.

Perlahan Gala keluar dari persembunyiannya. Laki-laki itu mendekati Rosma, “Bi, biar Gala bantu ya?”

“Lho nggak pa-pa den, ini tugas saya.” tolak Rosma tidak enak.

“Nggak pa-pa Bi, Bibi istirahat aja ke kamar. Nanti biar Gala yang bantuin Sava. Kebetulan Gala juga ada urusan sama Sava.” Gala mengambil alih lap di tangan Rosma.

Rosma menghela napasnya, “Yasudah kalo memang ada urusan, saya ke kamar duluan ya, permisi.”  Gala mengangguk membuat Rosma langsung beranjak dari sana.

Kini tinggal Gala dan Sava lah yang berada di dapur. Laki-laki itu mengelap meja makan melanjutkan pekerjaan Rosma. Di posisi saling memunggungi, Gala akan mulai berbicara pada gadis itu. “Sav.” laki-laki itu membuka suara.

Sava meremat spons di tangan kanannya. Tolonglah, gadis itu belum memiliki jawaban untuk Gala. Gadis itu masih memikirkannya.

“Jelasin ke aku perubahan jam kerja kayak gimana yang kamu maksud. Siapa yang ngerubahnya?”

Sava menelan salivanya, “Toko kue kami rame akhir-akhir ini. Bahkan di saat waktunya pulang, masih ada yang ingun membeli. Jadi, bos sendiri yang membuat keputusan. Sebagai pekerja, aku masih mikirin jalan keluarnya.”

“Aku nggak mau denger kabar buruk. Kamu harus tetep jadi guru aku.” ujar Gala terdengar menuntut. Laki-laki itu tidak mau tau.

Benar dugaan Sava. Gala akan seperti ini. Gadis itu membalik menatap punggung tegap Gala, “Aku ada ide. Jam kerja di toko berubah, dan hari libur pun berubah. Di sana, kita belum pembagian hari apa nanti kita libur. Gimana kalo aku ambil minggu?”

“Terus?”

Sava menatap langit-langit, “Em ... Kita rubah jam belajar kita ke hari minggu. Kita atur aja les nya jadi satu minggu sekali. Jangan khawatir, kita full kan belajarnya di hari itu. Gimana?”

Apalagi yang Gala harapkan? Keputusan Sava masuk akal. Tapi, Gala kurang yakin. Laki-laki itu kurang yakin dengan Sava yang di buat seakan-akan sibuk. Gala yakin ini adalah ulah Rama. Sialan.

“Gal, bagaimana pun, aku sangat butuh hasil kerja aku ini buat bantuin orang tua aku. Aku harap kamu ngerti ya?”

“Aku bisa bayar kamu dua kali lipat dari gaji kerja kamu di toko.” saran Gala. Ini bagus, harusnya Sava menerimanya.

Kedua lengan Sava terkepal, “Bukan kamu, tapi orang tua kamu. Kamu hargai keputusan aku ya?”

Tidak bisa. “Aku tambahin. Jadi, kamu nggak usah cape-capek kerja di sana lagi. Sav, pulang malam setiap hari buat cewek itu nggak baik. Aku nggak akan tenang.”

Tapi Gala tidak pantas mengatur hidupnya seperti ini. “Aku nggak bisa. Kerjaan aku udah jadi kebiasaan aku. Aku udah nyaman kerja di sana. Aku nggak bisa ninggalin kerjaan yang udah nemenin susahnya aku gitu aja.”

“Bilang aja ada si Rama.”

“Gal. Ini nggak ada sangkut pautnya sama dia. Ini tentag aku dan kerjaan aku. Rama hanya sebatas teman kerja. Coba liat sini,” Sava menepuk punggung Gala.

Rahang Gala mengeras. Laki-laki itu membalikkan tubuhnya menghadap Sava, “Jangan bohongin perasaan kamu lagi Sav, jujur aja kalo kamu emang beneran suka sama dia.”

Gala melempar lap di tangannya ke atas meja. Lalu laki-laki itu memegang bahu Sava, “Rama bukan laki-laki yang baik buat kamu.”

“Jangan bahas dia. Kita hanya perlu ngebahas jam belajar dan jam kerja.” tegas Sava.

Kedua mata Sava berair. Dan Gala melihat itu. Gala tahu dirinya terlalu memaksa, memojokkan, menuntut, bahkan memerintah yang jelas-jelas Gala tidak memiliki hak sama sekali. Lalu apa salahnya jika laki-laki itu ingin meyakinkan pada Sava kalo Rama tidak baik untuknya.

Sava menurunkan kedua tangan Gala dari pundaknya, “Kenapa kamu selalu ngebahas dia akhir-akhir ini? Gal, asal kamu tau, kamu nggak perlu terlalu jauh ngurusin hidup aku. Aku juga pernah bilang, kamu tau tentang Rama, tapi aku jauh lebih tau tentang dia. Apalagi kamu yang selalu nuduh kalo aku suka sama dia.”

“Kalo nggak ada dia di hati kamu, kamu udah nerima aku, Sav.”

Kepala Sava merunduk. Apa yang menyebabkan Gala menjadi seperti ini? Jauh dari pikiran Sava kalau dirinya dan Gala akan memiliki hubungan. Rasa yang ternetralisir untuk Gala hanyalah rasa kasih sayang Sava sebagai Kakak terhadap adiknya. Gala ini tetap akan menjadi saudara untuk Sava.

“Kenapa kamu diem? Itu artinya bener kan?” Gala mengangkat dagu Sava agar menatapnya.

Selang beberapa detik saling terpaku, Sava meneteskan air matanya. Tiba-tiba saja gadis itu melayangkan tamparan tepat ke pipi Gala membuat wajah laki-laki itu tertoleh ke samping, “Kamu keterlaluan, Gal.” gadis itu langsung beranjak dari sana.

Sementara Gala, laki-laki itu menyentuh pipi kirinya. Wajahnya terdongak merasa bersalah. Sampai akhirnya, laki-laki itu ikut menampar pipinya sendiri yang sebelah kanan. Gala pantas mendapat ini. Sava menangis karenanya.

Gala langsung berlari berniat menyusul Sava. Tetapi sepertinya, Gala hanya akan menambah luka gadis itu kalau ia menyusulnya untuk meminta maaf sekarang. Gala tidak bisa lagi mengendalikan dirinya jika berhadapan dengan Sava.

Lihatlah, Sava menangis sendirian di pinggir kolam renang karenanya. Gala harus memberi Sava waktu. Setelah itu, Gala akan mencoba kembali berbicara baik-baik pada Sava.

Gala mengusap kasar wajahnya lalu berbalik.

Sejak merasa dirinya jatuh hati pada Sava, Gala mulai memantau gadis itu. Laki-laki itu selalu melihatnya ke toko kue saat jam istirahat, Berusaha pulang tepat waktu agar bertemu Sava di jalan biasanya gadis itu turun dari angkutan umum, mencoba memberikan semua perhatiannya, belajar menunjukkan ketulusannya, bahkan laki-laki itu sempat melakukan saran dari Brayn yang senantiasa membantunya.

Namun hatinya terusik saat Gala melihat Rama pada saat itu. Pada saat Rama mengantarkan Sava pulang. Dari sana Gala mulai mencari tahu siapa Rama dengan kemampuanya. Sampai suatu ketika, laki-laki itu berhasil mengetahui siapa Rama. Rama yang sebenarnya, Rama yang di lihatnya. Dan ternyata, Rama Adalah cancer bagi Sava. Laki-laki bajingan itu akan mematikan Sava secara berkala.

Saat melihat bagaimana Sava menatap Rama. Ada yang mati dalam diri Gala.

Gala harus meyakinkan Sava secara perlahan. Gala yakin Sava akan mempercayainya meski bukan sekarang. Gala harus menghapus Rama di hati Sava secepatnya. Sava juga harus tahu, bahwa ia lah yang benar-benar mencintainya.

TBC

JENGGALA • [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang