Bab 8

87 10 0
                                    

Yang mau baca cepat silakan mampir di Karyakarsa. Jangan lupa mampir juga di cerita lainnya.

Selamat Membaca

Nela tidak menyambut Kalea saat Kalea datang ke rumah seperti biasanya. Bahkan sikap Nela cenderung diam, semua itu tak lepas dari pengamatan Naura.

"Bi, disini ada apa sih?" Naura bertanya kepada asisten rumah tangga milik keluarga Aji. Tetapi Naura tidak menemukan jawaban, hingga netra Naura bertemu dengan Yudis yang berjalan keluar rumah.

"Mas... " Yudis menoleh dan menatap Naura yang tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya. Naura mendekat, "Apa kabar Mas?" Yudis mengangguk. "Baik."

"Mas mau kemana?" Sapanya ramah.

"Ada kerjaan di luar."

"Oh... Padahal baru juga aku kesini lo Mas." Ujar Naura lembut, sikap Naura memang berubah setelah menerima sikap hangat Yudis saat dirinya tengah melahirkan Kalea. Sikap yang membuat Naura sadar bahwa masih ada orang yang peduli akan dirinya.
Jiwanya yang sudah mengeras karena ditinggalkan berangsur melunak.

"Maaf ya, kamu main dulu sama Mama. Aku keluar sebentar." Naura tidak bisa menghalangi Yudis pergi. Karena bagaimanapun hubungan mereka telah usai.

Yudis menjalankan mobilnya ke toko roti milik Sandra, ia ingin melihat perempuan itu sejenak. Setidaknya ia tahu akan kondisi Sandra.

Yudis menunggu di dalam toko dengan sabar, menunggu kemunculan Sandra tetapi hingga malam menjelang, Sandra tidak ada disana. Ia juga bertanya kepada karyawan Sandra tetapi tidak menemukan jawaban.

"Maaf Pak, kami juga tidak tahu."

Sampai toko tutup Sandra tak kunjung kembali, dan itu membuat Yudis khawatir. Rasa takut kehilangan kembali menyelimuti hatinya.

"Tahu rumah Sandra? Kalau tidak tempat tinggal Sandra sementara?" Tanya Yudis kepada karyawan Sandra yang dijawab dengan alamat rumah yang tidak jauh dari toko. Tanpa menunggu lama Yudis menjalankan mobilnya ke alamat tertera dan berdoa semoga Sandra baik-baik saja.

Yudis khawatir jika Sandra berbuat nekat. Karena ia tahu kondisi Sandra.

Sebuah rumah minimalis menyambut netra Yudis, ia mencoba berlari dan mengetuk pintu dengan tak sabaran. Hingga bunyi pintu terbuka, dan Sandra muncul dengan kondisi yang jelas tidak baik-baik saja.

Tanpa menunggu persetujuan Sandra, Yudis masuk dan memeluk tubuhnya erat. Merasa takut jika ia akan kehilangan Sandra untuk selamanya.

Yudis menangis, menangisi semua takdir yang berjalan ke arahnya. Menyesal, dan yang pasti sebagai pria ia ingin bertanggungjawab akan apa yang ia lakukan dulu.

Sandra menerima pelukan itu tanpa mencoba untuk melepaskan.

Jika dirinya seharian ini merasa sendiri maka sekarang ia merasa ada teman. Setidaknya pelukan Yudis membuat ia tenang.

"Kamu baik-baik saja, kan?" Yudis melepas pelukan dan menatap Sandra. Jejak air mata ketara ada di permukaan pipinya dengan kedua mata yang sembab. "Aku khawatir sama kamu." Lanjut Yudis menenggelamkan wajahnya ke atas pundak Sandra.

***

"Ini anak kita?" Tanya Yudis saat melihat foto hitam putih di atas meja. Keduanya memutuskan untuk berbicara dengan tenang tanpa menggunakan ego masing-masing.

"Bukan. Itu rahimku setelah kuret." Yudis menatap Sandra dengan tatapan bertanya-tanya. "Terus kenapa kamu simpan?"

Sandra menatap ke depan seolah membayangkan jika saja peristiwa itu tidak terjadi. "Mengingatkan jika dulu ada nyawa yang hidup disana."

"Apakah kamu tidak tahu sebelumya jika kamu hamil?" Pertanyaan yang membuat Yudis bertanya-tanya. Sandra menatap Yudis dan tersenyum. Bukan ini yang diharapkan Yudis, tetapi amarah Sandra kepadanya.

"Kamu tahu itu."

"Maksud kamu?" Sandra menjelaskan jika fokus dirinya saat itu hanya pesan masuk dari kedua orangtua Yudis yang tak sengaja ia baca dan mengatakan jika ingin menikahkan Yudis. Dan tidak ada bayangan jika dirinya hamil. Semua terjadi tiba-tiba seperti petir di siang bolong.

"Maaf." Hanya kata itu yang bisa Yudis lakukan. Sebagai anak jelas dirinya tidak bisa menolak keinginan kedua orangtua.

Jari tangan Sandra mengusap pipinya yang basah dan tersenyum ke arah Yudis. "Semua sudah terjadi. Dan anakku sudah tenang disana."

Sandra tidak menyebutkan anak kita karena ia paham jika Yudis telah memiliki anak lainnya.

"Anak kita Sandra. Dia juga anakku."

Sandra mengangguk. Ia memilih bangkit dan berjalan ke arah kamar tidur ingin rasanya ia membersihkan tubuh.

Rasanya hari ini begitu melelahkan seperti perjalanan panjang dimana Sandra membutuhkan waktu untuk rehat. Melepaskan pakaiannya, ia berendam di dalam bathtube menyandarkan kepalanya dan menghirup aroma terapi yang mampu merilekskan pikirannya.

Sandra tidak peduli jika Yudis menunggunya atau bahkan pergi, yang jelas sekarang Sandra membutuhkan waktu sendiri.

Berbeda dengan Sandra, Yudis berkeliling di dalam rumah. Melihat semua barang yang Sandra punya. Perutnya yang keroncongan mencoba untuk mencari makanan meskipun bisa dibilang ini lancang.

Tetapi Yudis tetap mencari makanan, meskipun ia hanya menemukan bahan mentah yang harus ia olah. Sebuah spageti menjadi pilihannya.

Yudis tidak mau makan sendiri karena ia juga khawatir jika Sandra belum makan maka dari itu Yudis menunggu Sandra keluar.

"Yudis." Tepukan Sandra lakukan saat mendapatkan Yudis tertidur di atas meja makan. Yudis menggeliat sebelum membuka mata. Netranya mengerjab mengumpulkan kesadaran. Hingga ia tersadar jika dirinya telah tertidur.

"Maaf. Maaf tadi masak makanan kamu." Sandra mengangguk. "Yaudah dimakan."

"Aku menunggu kamu."

"Aku tidak lapar."

"Sandra... Jangan kaya gini. Ayo kita makan aku tidak mau kamu sakit." Dengan paksaan akhirnya Sandra mengikuti keinginan Yudis. Mereka makan bersama dengan keheningan.

Bagi Yudis ini kali pertama ia bisa melihat kembali Sandra yang mau duduk bersama dengannya. Memutar kenangan beberapa tahun silam.

"Dimakan Sandra. Apa kamu tidak melihat tubuh kamu yang kecil itu."

Sandra menatap Yudis sebelum memperhatikan tubuhnya yang mengecil. Kalau diingat ini tubuh paling kecil Sandra. "Hm."

"Makanlah yang banyak."

Jika dua orang itu memulai kembali hubungan yang telah usai berbeda dengan Naura. Karena perpisahan dengan Yudis membuatnya sadar bahwa Naura telah jatuh hati kepada Yudis. Pria yang telah menolongnya dan rela memberikan namanya di akta kelahiran putrinya.

"Ibu."

"Ada apa kamu?"

"Ah, enggak Bu."

"Kamu pasti merindukan Yudis, kan?" Raya tahu jika putrinya memendam rasa kepada mantan menantunya itu.

"Jangan ngaco Bu."

"Ibu tidak bicara ngaco. Tapi ibu bicara fakta." Raya tahu jika Yudis begitu perhatian kepada Kalea meskipun Kalea bukan putrinya. Sikap yang hangat itu membuat Raya paham bagaimana Naura jatuh hati kepada Yudis.

"Kami sudah berpisah Bu."

"Itu bukan alasan. Buktinya kalian masih sama-sama single. Tidak ada di dunia ini yang tidak mungkin." Tetapi Naura paham jika cinta Yudis hanya untuk perempuan itu. Perempuan yang menghiasi isi dompet Yudis. Perempuan yang begitu beruntung bisa dicintai begitu besar oleh pria. Bukan dirinya yang ditinggalkan setelah pria itu mengambil kesuciannya. Dunia memang tidak adil jika membahas cinta.

Tbc

Sandra (Kala Waktu Kembali) ✔ (Tamat Karyakarsa-KBM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang