Kejadian Serupa

10 3 4
                                    

Setelah puas dengan harta karun yang ditemuinya di tengah kebingungannnya yang tiba-tiba berada di tubuh orang lain dan parahnya dirinya pun berada di tempat asing sekarang.

Safaa menggeliatkan tangannya ke atas tanda bahwa dia sedikit pegal membaca buku-buku syair kesukaannya. Dia memegang perutnya yang terasa lapar minta untuk diisi.

"Perutku sepertinya minta diisi. Bukannya wanita tadi bilang bahwa sebentar lagi akan ada yang memberitahuku untuk makan malam bersama?" ujar Safaa beranjak dari posisi duduknya menuju ke arah balkon yang menampilkan wilayah Baghdad yang indah.

"Ini sudah malam, kan? Bukannya harusnya akan ada yang datang untuk mengajakku makan malam. Tapi, kenapa sampai sekarang belum ada yang masuk? Kenapa perginya wanita tadi," gumam Safaa sambil menghirup udara segar malam kota Baghdad.

"Aku perlu makan, lebih baik aku keluar dari kamar ini sembari mencari tahu petunjuk untuk kembali ke asalku!"

Setelahnya, Safaa berjalan menuju ke arah pintu kamar besarnya itu. Dia berjalan ke arah tempat yang dirinya yakini adalah dapur, karena terlihat dari banyaknya bahan makanan dan beberapa orang sedang memasak, walaupun masih dengan alat yang jauh dari kata modern seperti biasanya dirinya temui di sekitarnya.

Gerakan Safaa yang hendak masuk ke dalam dapur, langkahnya tertahan ketika mendengar pembicaraan beberapa orang di sana yang entah sedang mengaduk bahan makanan apa.

"Kalian dengar tidak, Ratu Zubaidah tiba-tiba bersikap aneh setelah terbangun tadi," ucap seorang wanita dengan nada berbisik seolah takut bahwa pembicaraan mereka akan menimbulkan sebuah hukuman.

Wanita lainnya mencondongkan tubuhnya ke arah temannya tadi. "Aku tadi sempat mendengarnya ketika Halima kembali dari kamar Ratu Zubaidah, tapi melihat wajahnya tadi membuatku tidak berani menanyakannya. Memangnya ada apa dengan Ratu Zubaidah?" tanya wanita itu kepada temannya.

"Ketika bangun Ratu tiba-tiba seperti wanita yang hilang ingatan, dia langsung mencoba melepas jilbabnya. Lalu, parahnya Ratu bertanya pada semua orang di kamarnya, dia dimana. Aneh, bukan?" jelas pelayan tersebut dengan nada berbisik. Namun, masih sangat terdengar oleh Safaa.

Safaa yang tadinya ingin meminta makanan untuk mengisi perutnya seketika langsung terdiam memikirkan tentang pembicaraan dua pelayan di dalam sana.

"Tiba-tiba sekali? Ratu Zubaidah... bukannya wanita itu yang tadi ada di kamarku dan menungguku dengan khhawatir. Kenapa tiba-tiba dia bersikap aneh hampi mirip sepertiku tadi, bukan?" gumam Safaa kepada dirinya sendiri.

Namun, lamunan Safaa terhenti ketika sebuah suara menyapanya dengan sopan.

"Nyonya Ulaiyah? Kenapa ada di dapur?" tanya seorang pelayan dengan kerutan di dahinya ketika melihat Safaa diam di depan dapur istana.

Safaa gelagapan dan bingung sendiri harus menjawab apa. Tidak mungkin dia mengatakan awalnya akan meminta makan untuk mengisi perutnya, lalu terhenti karena ingin mendengar obrolan para pelayan di sana.

"Nyonya Ulaiyah? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu lagi.

Safaa menggeleng. Dia sepertinya menjadi tidak lapar, karena masih memikirkan tentang ucapan para pelayan tadi mengenai apa yang terjadi kepada Ratu Zubaidah. Apa hal ini juga berhubungan dengan yang menimpanya?

Lalu, Safaa meninggalkan pelayan itu entah akan melangkahkan kakinya kemana. Ayolah, istana ini sangat luas, bahkan Safaa sampai ke dapur istana saja, karena mengikuti indra penciumannya.

"Ada apa dengan orang-orang di istana. Kenapa mereka seperti orang linglung saja. Ratu Zubaidah saja belum selesai sikap anehnya, sekarang Nyonya Ulaiyah pun sama," ucap Halima menatap kepergia saudari Khalifah Harun Ar-Rasyid tersebut dengan tatapan bingung dan aneh.

-0-0-0-

Rupanya Safaa kembali ke kamarnya dengan dahi yang berkerut. Tanda bahwa dirinya sedang berpikir keras.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada aku dan teman-teman sekelompokku yang lain? Kenapa tiba-tiba aku berada di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid?" gumam Safaa menatap balkon kamarnya sembari mengingat terakhir kejadian ketika di masjid sebelum dirinya terbangun pada tubuh Ulaiyah.

"Masa Abbasiyah? Khalifah Harun Ar-Rasyid? Baghdad?" Safaa terus menggumamkan kata-kata petunjuk agar dirinya bisa menyusun teka-teki sebab kejadian yang menimpanya.

Seketika matanya terbuka sempurna dengan jentikkan jari yang berbunyi. "Apa gara-gara jam yang berada di ruangan itu?!" ujar Safaa. "Jam itu adalah jam yang diberikan oleh Khalifah kebanggaan Rania itu, bukan!"

"Ya, tidak salah lagi. Pasti karena jam itu, aku bisa terdampar di sini!" ucap Safaa yakin. " Sepertinya bukan hanya aku yang terdampar dan mengalami hal ini, teman-teman sekelompokku yang lain juga pasti terlempar ke tubuh orang lain di masa Abbasiyah ini!"

"Ratu Zubaidah aneh? Ah, sepertinya aku harus menemui Ratu Zubaidah sekarang, aku harus memastikan dugaanku benar!"

Safaa langsung melangkahkan kakinya kembali keluar dari kamar milik Ulaiyah itu. Walaupun dirinya tidak tahu dimana posisi kamar Ratu Zubaidah, tapi Safaa dengan tekadnya tidak berpikir sejauh itu.

Sepanjang berjalan mengitari istana sembari mencari posisi kamar Ratu Zubaidah, Safaa sesekali berdecak kagum dengan istana tersebut. Dia ingat betul, sahabatnya yang sangat mengagumi Khalifah Harun Ar-Rasyid menyebutkan bahwa istana masa Abbasiyah yang menjadi istana khusus raja dan semua anggota keluarga kerajaan adalah istana Qasru al-Dzahab.

Bukan karena Safaa sengaja mencari tahu tentang masa kekhalifahan Harun Ar-Rasyid. Namun, karena saking seringnya Rania menceritakan tentang sosok khalifah itu walaupun Safaa sering mengabaikannya.

"Nyonya Ulaiyah, apa ada yang bisa kami bantu?" tanya dua orang pelayan tepat berada di hadapan Safaa sekarang. Sepertinya Safaa sudah mulai terbiasa dengan sapaan nama Ulaiuah, tidak terlalu terkejut seperti baru bangun tadi.

Safaa berdehem. Bagaimana pun juga dia berada di masa dan tempat asing. Satu-satunya jalan adalah beradaptasi dengan orang dan lingkungan di sana.

"Aku ingin bertemu dengan Ratu Zubaidah. Apa kalian bisa menemaniku ke kamar Ratu Zubaidah?" ujar Safaa mencoba senatural mungkin. Dia bahkan tidak tahu sifat dan sikap sepertii apa sosok Ulaiyah.

"Maaf, Nyonya Ulaiyah. Sepertinya, Ratu Zubaidah sedang tidak bisa diganggu. Kami tidak berani mengganggu Ratu Zubaidah," ujar salah satu pelayan tersebut dengan sedikit menunduk.

Mereka memang harus menruruti permintaan saudari perempuan Khalifah, tapi mereka pun tidak bisa mengganggu keadaan sang ratu yang sedang tidak baik-baik saja.

Safaa menghelas napas kasar. Dia memang tahu bahwa tidak memungkinkan dirinya bertemu dengan Ratu Zubaidah sekarang, karena Safaa mendengar apa yang terjadi kepadanya. Namun, dia ingin segera memastikan dugaannya.

"Apa Nyonya Ulaiyah ingin menemui Raja? Yang Mulia sudah kembali ke istana dan sudah sampai di depan pintu gerbang barat. Nyonya Ulaiyah bisa ke sana untuk menyambutnya," ujar pelayan tersebut memberikan penawaran lain kepada Safaa.

"Raja? Maksud kalian Khalifah Harun Ar-Rasyid?" tanya Safaa ketika mendapat tawaran untuk ikut menyambut orang yang disebut raja tersebut.

Walaupun sedikit bingung, tapi kedua pelayan tersebut tetap mengangguk.

"Benar, Nyonya Ulaiyah. Yang Mulia Khalifah Harun Ar-Rasyid sudah kembali ke istana. Nyonya bisa mnyambutnya," lanjut pelayan tersebut.

Sontak Safaa menggeleng keras menolak penawaran tersebut. "Aku tidak sudi bertemu dengan sosok khalifah itu!" 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Syair Safaa Untuk Sang KhalifahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang