Perasaan yang aneh, penglihatan yang buram. Namun, ia dapat merasakan seseorang berada di sisinya, berat di tangan menjadi kuncinya. Ada seseorang yang menindih tangan kirinya, tidak mengerti pastinya siapa dia.
Beberapa potongan adegan kembali mendera, sakit yang seakan masih melekat di tubuhnya mengingatkan kejadian semalam. Ia usahakan dirinya mencoba untuk menggerakan anggota badan, nyatanya Renjun hanya dapat membuka dan menutup matanya.
Jari-jari tangan miliknya seakan tak terasa, entah karena beban yang menimpa dirinya atau hantaman tersebut. Area wajahnya membuat Renjun tak nyaman, ia baru sadar jika ada benda yang melekat menutup mulut dan hidungnya. Udara yang memaksa masuk tersebut membuatnya hampir tersedak, hingga sosok yang menimpa tangannya bangkit karena pergerakan kaku Renjun.
"Sayang?" Ah! Renjun tahu siapa sosok ini, wanita dengan surai panjang yang sedang tersenyum tipis ke arahnya. Sosok tersebut bangkit seraya mendekatkan diri pada Renjun, ia usap pipi tirusnya dengan di susul kecupan hangat di dahi.
Renjun melirik sekilas pria yang baru saja memasuki ruangan, tampak lebih segar dari terakhir kali ia lihat. Pria yang ia gadang menjadi calon Papa Baru tersebut akhirnya kembali menampakkan diri, entah apa tujuannya berjumpa dengannya kembali.
"Bapak dan Ibu bisa keluar terlebih dahulu, saya akan memeriksa keadaan Renjun." Mama mengangguk singkat, kembali menghadap Renjun dengan senyum tipisnya. Ia baru mengetahui jika Mama menekan tombol tak jauh dari ranjangnya, hingga wanita lain datang dari balik punggung kekasih Mama.
Mama dan pria tersebut keluar, beberapa Perawat memasuki ruangan dengan membawa sesuatu. Salah satu diantaranya meraih manik di bajunya, membuka kain tersebut hingga terbuka sepenuhnya. Hal tersebut disusul dengan benda dingin yang menyentuh kulit Renjun. Ia tutup kedua matanya, berusaha menanggalkan perasaan aneh saat banyak tangan yang menyentuh tubuhnya.
"Bernapas yang teratur, Renjun, jangan kau tahan," ucap Dokter wanita itu pelan, menginterupsi dirinya yang tanpa sadar menahan napas di paru-paru. Renjun bahkan tak menyadari hal tersebut, dirinya terlalu gugup saat banyak tangan yang berada di tubuhnya.
Dirinya merasakan sentuhan pada tengkuknya, mengangkat tubuh Renjun yang dingin perlahan. Kain yang menutup dirinya ditanggalkan, hingga tubuhnya hampir duduk sempurna. Karena kegiatan tersebut membuat Renjun takut, tanpa sadar tangan kirinya terangkat meraih sesuatu guna bertumpu, hingga sosok Perawat laki-laki menggenggam tangannya erat.
Seakan ia tahu ketakutan Renjun yang tak beralasan, dirinya berikan ketenangan pada Renjun yang tampak tidak nyaman. Beberapa Perawat melanjutkan kegiatannya, melepas balutan perban pada lehernya yang berubah warna menjadi merah padam. Mereka kembali melilit leher Renjun dengan perban baru, tentunya setelah membersihkan lehernya.
"A-aku ha-haus," ucap Renjun serak, memandang Perawat laki-laki tersebut yang menompang tubuhnya. Ia lihat pria tersebut tersenyum kecil, mengangguk singkat sebagai balasan.
"Nanti dulu, ya? Setelah ini kita periksa dulu, baru kau boleh minum." Bahu Renjun turun mendengar penuturan Dokter, ia rasa Perawat laki-laki itu hanya membuat bualan semata. Ia bahkan telah bersemangat saat mendapatkan responnya, tetapi Dokter seakan menjatuhkan dirinya sekeras mungkin.
Ia hanya bergeming, memalingkan wajah sebisa mungkin karena lehernya yang tak dapat bisa bekerja sama. Dirinya tak sengaja melirik ke arah luar, terdapat sang Mama yang menatap dirinya sendu. Tak hanya wanita itu, ada Xiaojun dan Hendery juga di luar tentunya bersama kekasih Mama. Renjun lihat-lihat, keduanya memang serasi.
"Sudah, nanti siang kita bertemu lagi untuk pemeriksaan. Sekarang kau istirahat dulu, jangan minum, ya?" tutur Dokter tersebut seraya menarik selimut Renjun, ia tutup dada bebas Renjun dengan kain tersebut. Renjun rasa, dirinya tak dikenakan kembali baju, karena kulitnya terasa dingin saat selimut menutupinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Bukti✓
Novela JuvenilBy ; Archavinzz ❛❛Jeno, kita masih teman bukan?❞ Jeno sendiri tak tahu harus berujar apa, rentetan frasa yang biasanya terpintas tanpa beban kini hilang. Suaranya tercekat, bahkan hanya sekedar anggukan atau sebaliknya saja tidak bisa. Jeno benar-b...