XV. REUNION

121 6 0
                                    

Lucia menatap handphone-nya. Tangannya bergerak tak sabar, otaknya menimbang-nimbang untuk menghubungi Skylar atau tidak. Setengah pikirannya terbagi akan kemungkinan Skylar menolak untuk bertemu melihat sikapnya yang dingin. Tatapannya melebar saat melihat notifikasi chat dari orang yang sedang dipikirkannya.

Skylar

Lucia, can we talk?

Tangan Lucia gemetar saking kagetnya. Akhirnya Skylar menghubunginya setelah sekian tahun. Kebetulan apa yang membuat laki-laki itu berubah pikiran dari perlakuan seakan tak saling kenal hingga mengirimi pesan seperti ini. Lucia menatap pesan itu lagi. Ia ingin mengkonfrontasi Skylar untuk menanyakan motif pesan ini. Apa yang ingin dia bicarakan? Lucia tak ingin bertemu bila percakapan ini basa-basi menganggap hal yang dulu seakan tak pernah terjadi. Pertemuan ini harus menjawab masa lalu. Lucia membalas pesan itu dengan emosi meluap.

Bicara tentang apa? You owe me explanation, Sky.

Pesan itu segera dia kirim walau hatinya kini jumpalitan menunggu balasan. Takut, bila pesannya takkan berbalas.

Hp Lucia bergetar lagi.

Skylar

I'll explain. Rooftop cafe? Give me the time.

Lucia menahan nafas. Rooftop cafe? Bagaimana bila saat bertemu dia hanya akan menjadi selang air yang mengucurkan air mata dan menjadi tontonan semua orang? Lucia menimbang apakah dia cukup kuat untuk ini. Bertemu di tempat publik. Lucia menekan keyboard hp-nya menulis pesan setengah ragu.

Lucia

I'll be there tomorrow at 5.

Lucia mematut penampilannya di cermin. Memastikan outfitnya sesuai dengan yang ia harapkan. Walau sebenarnya ia merasa salah tingkah. Sikapnya sekarang seakan ia akan kencan dengan Skylar. Sekali lagi Lucia menatap pantulan dirinya di cermin.

Turtleneck hitam dan jeans pendek, dan kemeja putih oversize yang ia temukan di lemari bajunya.

Ini ok kan? Tidak terkesan too much effort atau dress up untuk ketemu mantan. Lucia mengomeli dirinya yang begitu sibuk memikirkan kesan di depan Skylar.

Lucia menyisir rambutnya dengan jari, membiarkan rambutnya terurai bebas. Ok sepertinya ini sudah cukup. Gadis itu kemudian menyemprotkan parfum favoritnya. Ok, she's ready.

"Mau kemana, kak?" Tanya Yasmine.

Langkah Lucia terhenti.

"Ke agensi bentar yah. Mau latihan sambil cari kopi."

"Ngopi? Sendiri?" Tanya Yasmine lagi.

"Iya." Lucia mengalihkan pandangannya saat menjawab. Tak ingin tertangkap berbohong.

"Mau ditemani, Kak?" Tawar Yasmine.

"Ah ngga. Thanks, Yasmine. Tapi mungkin aku akan lama di tempat latihan." Tolak Lucia halus.

"Oh okay. Hati-hati kak."

Lucia mengangguk dan segera keluar dari apartemen mereka. Mungkin seharusnya ia tak berbohong pada Yasmine ataupun membernya yang lain, hanya saja Lucia merasa belum siap membagi ini.

Skylar duduk di salah satu spot cafe yang paling dekat dengan jendela, tempat itu cukup terhindar dari keramaian karena terletak agak di ujung cafe. Tak lama kemudian ia bisa melihat sosok Lucia mendekat. Jantungnya berdegup kencang, sudah lama tak sekencang ini.

"Hai."

Skylar bisa mencium aroma parfum kesayangan Lucia sejak mereka trainee. Memang ia tak menggantinya atau sengaja menggunakannya untuk meneror perasaannya. Berbagai prasangka berkecamuk hanya dalam 5 detik kehadiran Lucia di hadapannya.

Friends With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang