XVI. Confusion

145 9 3
                                    

CW // mention of kiss //



Skylar mendesak tubuh Lucia ke dinding, mencium bibir perempuan itu lebih lahap dari sebelumnya. Sesaat Lucia kehilangan kesadarannya karena terhanyut, ia disadarkan desahannya karena Skylar tahu betul titik lemahnya. Tangan Lucia menepuk pundak Skylar, meremas kerah jaketnya. Laki-laki itu tak berhenti. 

“Plak”

Lucia menampar Skylar, menyisakan hening di antara mereka.

“Eh, maaf.” ujar Skylar, terhenyak atas segala yang terjadi.

“Why?!” jerit Lucia frustasi.

 Skylar tak sanggup berkata-kata, masih dikagetkan dengan yang ia lakukan.

Lucia berlari meninggalkan Skylar yang masih membeku.

Lucia mengirim pesan di grup, memberi tahu teman-temannya bahwa ia akan tidur di apartemen kakaknya. 

Sesampai di apartemen ia melempar tubuhnya ke kasur, meraih hp dan memilih menonaktifkan handphonenya.

Seharusnya tidak seperti ini kan? Mereka bertemu untuk menyelesaikan masa lalu bukan menambah masalah baru!

Mengapa Skylar menciumnya? Lucia juga mengutuk dirinya yang telah terhanyut hingga membalas ciuman Skylar. Lucia menjambak rambutnya, menyesali nafsunya yang mendominasi logikanya. 

Lucia yakin betul ia sudah tak punya perasaan apapun pada Skylar. Tapi mengapa tadi mereka berdua melakukannya begitu saja. Lucia meraba bibirnya. Ia bahkan mendesah? Sinting! Lucia membenamkan wajahnya di bantal, berteriak.

Setelah 15 menit ia mulai tenang. Kakinya ia langkahkan ke dapur untuk mengambil air putih. Semua yang terjadi tadi masih terekam jelas, ia masih bisa merasakan bibir Skylar yang menempel, menyesap bibirnya. Setelah mengambil air, Lucia duduk. Reaksi tubuhnya mengalahkan logikanya. Sesaat ia terbakar membayangkan bibir dan jemari Skylar yang memeluk pinggangnya. 

Lucia menangis lagi.

“You hate him, Luce. It’s just your body.” Isaknya.

KLIK

Lucia dikagetkan dengan suara pintu apartemen yang terbuka. Cepat-cepat dihapus air matanya. 

“Lucia”

Lucia bisa mendengar suara Samuel memanggilnya. Belum sempat ia menyahut, laki-laki itu sudah muncul di hadapannya.

“Hai.” Sapanya riang.

Lucia tersenyum. 

“Aku bawa makanan, belum makan habis dari studio.”

Samuel meletakkan bungkusan di meja, kemudian menghampiri Lucia, melingkarkan lengannya di pinggang sang gadis.

“How’s your day?”

Samuel menatap Lucia.

Lucia membenamkan wajahnya di leher Samuel. Melingkarkan tangannya erat di pinggang sang pria. 

Samuel mengangkat wajahnya, untuk menatap Lucia karena ia merasakan pundaknya basah. Ditatapnya Lucia, mencoba menemukan sumber basah di wajahnya. Samuel membelai pipi Lucia. Ada air mata di pipinya. Samuel menatap terkejut. 

"Kenapa?" Bisiknya.

Lucia menggeleng. Tangan lentiknya membelai setiap garis wajah Samuel. Samuel menutup matanya saat jari Lucia mengusap alis, kemudian kelopak matanya. Jemarinya bergerak menuju hidung mancung Samuel, pipinya, kemudian bibirnya.  Lucia merasai wajah temannya dengan jarinya. Air matanya masih bertetesan. 

"We can –"

Samuel tak melanjutkan kalimatnya karena Lucia sudah mencium bibirnya.

Lucia mendorong tubuh Samuel agar dia duduk di sofa. Lucia mendudukkan tubuhnya di hadapan Samuel. Rambutnya berantakan. 

Samuel merapikan rambut Lucia, ditariknya karet rambut Lucia di pergelangan tangannya dan menguncirnya tinggi.

"Pretty" ujarnya kemudian menarik Lucia dalam ciumannya. 

Mereka saling memeluk, berbalas cium, menemukan posisi ternyaman masing-masing. Sampai lagi, Samuel dapat merasakan bibir Lucia bergetar. Samuel menatap Lucia lagi.

"Tell me. Tell me what happened." Final Samuel.

“Samuel, i’m sorry.”

Isak Lucia.

“Kenapa? Kok minta maaf?” Tanya Samuel bingung.

Lucia menggeleng, tak tahu harus mulai dari mana.

“Tadi aku ketemu Skylar…ketemu untuk bicara” 

Samuel menahan napas.

“And then, setelah bicara menjelaskan apa yang terjadi, well percakapannya tidak begitu baik karena, clearly aku masih marah setelah mendengar penjelasan dia…”

Samuel menatap bibir Lucia yang bergetar.

“Kami bertemu di elevator, and then we… kissed.” Air mata Lucia mengalir semakin deras.

“Lalu?” Tanya Samuel, sikapnya tenang.

“I kissed him back! That’s insane! And then I slapped him. Setelah itu aku pergi.”

Samuel diam, memproses segalanya.

“Mungkin… sudah saatnya kita akhiri perjanjian kita?” Tanya Samuel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Friends With BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang