10. Ketika Hujan Turun

60 11 0
                                    

 "Cinta!" panggil Aris lagi.

 Cinta dan Aksa masih kebingungan. Kemudian keduanya melangkah perlahan, mendekat ke jendela. 

 "Dek!" panggil Aris lagi.

 "Iya, Yah!" jawab Cinta yang sudah menginjakkan kaki ke jendela.

 "Jangan bilang Ayah kalau aku disini," ucap Aksa sambil membantu Cinta masuk.

 "Kenapa?" tanya Cinta dengan berbisik.

 "Masa Ayah tahu kita berduaan disini?" Aksa pun berbisik. 

 "What? Berduaan?" tanyanya yang terheran atas pemikiran Aksa.

 Langkah kaki Aris terdengar, Aksa pun mendorong Cinta agar segera masuk. Cinta terhuyung dan hampir saja jatuh jika tak bisa menjaga keseimbangan. Saat itulah Aris telah masuk ke loteng.

 "Kamu udah Ayah bilangin, jangan main di genteng. Itu kayunya banyak yang lapuk."

 Cinta meringis sambil menggaruk kepala. "Makanya cepet benerin dong, Yah."

 "Besok Ayah panggil tukang," jawab Aris sambil mendekat ke jendela."

 Melihat sang ayah yang sudah memegang jendela membuat Cinta was-was, apalagi ketika Aris melihat keluar. Cinta segera mendekat, dan saat itu Aris menutup jendela lalu menguncinya. Cinta reflek menutup mulut dengan telapak tangan,  merasa lega bahwa ayahnya tak tahu Aksa berada di sana. Disisi lain, ia khawatir dengan keadaan Aksa di luar sana, apalagi langit tampak mendung dan terdengar suara gemuruh.

 "Ayo turun, Ibuk udah siapin makan siang. Masak kesukaan kamu semua."

 Aris melangkah lebih dulu, sedangkan Cinta masih memandang jendela yang terkunci. Cinta ingin maju dan membuka kuncinya, namun Aris kembali dan menarik lengan gadis itu.

 "Ayo, Dek…," ajak Aris, Cinta pun mengikuti.

 Ketika di ruang makan, Cinta tampak gelisah. Ia memikirkan Aksa di atas sana yang tak bisa masuk. Apalagi ketika hujan mulai turun, Cinta semakin gelisah. Aris dan Mayang yang menyadari hal itu, mereka saling memandang dengan bingung.

 "Ada apa, Dek? Kamu sakit?" tanya Mayang.

 Cinta terkejut, "Hm? Enggak kok."

 "Kenapa nggak di makan?" tanya Aris yang melihat nasi dan lauk di piring Cinta masih utuh.

 Cinta menatap pipinya yang penuh karena Mayang mengambilkan semua makanan. Ada rendang, terong balado, dan bakwan jagung. Lalu di mangkuk terpisah ada sayur sop. Cinta suka semuanya, namun saat ini rasanya benar-benar tak berselera.

 "Ini kolesterol semua," gumam Cinta, namun masih bisa didengar oleh Aris dan Mayang.

 "Cinta, Ayah udah hilang jangan diet-diet. Yang harus dikurangi tu cemilan sana jajan kamu tu," ujar Aris sebelum menyuap nasi.

 "Kamu kan suka banget daging, apalagi rendang. Sama kaya Aksa," timpal Mayang. "Eh, kamu lihat kakak kamu itu nggak?" tanyanya pada Cinta.

 Cinta yang baru saja mengunyah makanan langsung tersedak. Aris segera mengambilkan segelas air putih, Cinta meminumnya dengan tergesa sampai airnya sedikit tumpah. Cinta masih terbatuk, sedangkan Mayang yang tampak khawatir menyodorkan tisu.

 "Nggak tau," jawab Cinta ketika menerima tisu dari sang ibu tiri.

 Selanjutnya Cinta makan dengan tergesa. Cinta bahkan tak menghabiskan makanannya. Ia pergi ke dapur, mengambil termos kecil di lemari, lalu mengisinya dengan teh yang baru Bik Sumi didihkan di panci. Setelah itu Cinta segera pergi ke kamar, mencari handuk, kemudian setengah berlari menuju loteng.

AKSA dan CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang