Di pagi hari Bintang sedang bersiap untuk menuju kampusnya. Sekitar jam 10 pagi nanti ia ada jadwal kuliah. Maka dari itu sebelum berangkat kuliah, Bintang membeli nasi uduk di tempat biasa. Tetapi hari ini yang menjualnya adalah kedua orang tua Hanna. Padahal niatnya pagi ini melihat wajah imut dari Hanna, tapi ternyata gagal.
Bintang sudah rapi dan tentu ketika ingin menaiki motornya, ia juga melihat Jian baru saja memasuki parkiran motor.
"Mantap, ayo Ji berangkat bareng. Nebeng daku ya."
Jian hanya melihat senyum lebar tidak tau milik Bintang dengan mata memicing. Namun Bintang tetap di perbolehkan oleh Jian. Lagi pula hari ini jadwal kuliah mereka sama, hanya saja berbeda yang mengajar.
Bintang dan Jian saling mengetahui jadwal masing-masing secara rinci. Itu berawal karena Bintang sempat tidak ada kabar dan membuat Una yang merupakan sepupubl Bintang meminta tolong kepada Jian untuk mencari Bintang.
Setelah tau, ternyata Bintang berada di perpustakaan kampus yang 24 jam buka itu. Di karenakan Bintang sedang membuat tugas kuliah yang banyak. Sehingga dengan inisiatif Jian meminta jadwal mata kuliah Bintang dengan alasan agar Jian tau di hari apa dan mata kuliah apa yang akan membuat Bintang sangat sibuk.
"Tadi gua nyoba beli nasi uduk, niat mau ketemu Hanna eh malah ketemu emak bapaknya, Ji." Bintang mulai cerita dengan Jian ketika motor yang di kendarai ya sudah melaju.
"Dih." Balas singkat Jian yang duduk sebagai penumpang Bintang.
"Naksir lu sama Hanna?" Jian bertanya kepada Bintang.
"Gak tau, Hanna tuh imut kalau di pandang pas pagi hari kayanya dunia gua bakal terus gemes tapi lebih gemesan Hanna sih."
"Dih, BPJS masih ada kan Bin? Berobat sana, gua takut lu gila."
"Sehat lahir batin Ji."
"Sejak kapan lu suka begini sama Hanna?"
"Sejak ketemu Hanna lah, masa sejak ketemu pak Toto." Bintang tertawa sedikit, menurutnya perkataan yang ia ucapkan sangatlah lucu.
Tetapi berbeda dengan Jian yang memasang wajah bertanya.
"Pak Toto siapa? Bapaknya Hanna kan namanya Ido, iyakan?"
Bintang kini mengerutkan dahinya, berpikir nama bapak dari Hanna yang imut itu.
"Ido siapa anjir Ji?! Emaknya Ida, bapaknya gak tau gua."
"Lah bukannya namanya Ido?"
"Ngaco lu!"
Di tengah asiknya berbincang, sebuah motor membunyikan klaksonnya membuat Bintang dan Jian menoleh bersamaan. Naya dan Sania sedang bersama, dan dalang yang membunyikan klakson ituasalah Naya.
"Ngampus mas?" Basa basi Naya.
"Ke kampus tapi cuman mau bersihin toilet aja, mba naik motor?" Jawab Bintang asal serta memberikan pertanyaan berbentuk gurauan.
Mereka kini saling bersebelahan. Sebenarnya tidak di perbolehkan seperti itu, takut membahayakan pengendara lain. Tapi ya namanya manusia, apalagi warna +62. Hal seperti ini sudah biasa.
"Kagak mas, kita naik getek. Tek ketek ketek ketek ketek."
Bintang merespon candaan Naya dengan tertawa, Jian pun juga tetapi sambil menggelengkan kepalanya. Berbeda dengan Sania yang justru malu mendengar lawakkan Naya.
"Kelas siang bareng sama gua kan Ji?"
"Iya Nay."
Mereka terus berjalan menuju wilayah kampus dan menuju parkiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
L.O.V.E
Short StoryKisah seorang pemuda yang baik hati, intovert, namun mampu membuat para wanita jatuh hati kepadanya. Perlakuan dirinya kepada beberapa orang bukan bermaksud lain, tujuannya hanya satu ia bisa menjadi orang baik untuk sekitarnya. Namun banyak yang wa...