ToM - IV

627 53 2
                                    

Pintu rumah itu dibuka oleh Rimuru, dan hal pertama yang menyambutnya adalah ruang tamu yang gelap gulita. Karena memang listrik dan air di rumah itu sudah dimatikan, lagipula tidak ada yang mendiami rumah tersebut sebelum Rimuru membelinya. Rumah itu memiliki 4 kamar, 3 kamar di lantai dua, 1 kamar tamu di lantai satu, 2 kamar mandi di lantai dua, dan 1 kamar mandi di lantai satu, begitu juga dengan ruang tamu serta dapur yang juga ada di lantai satu.

"Apa listrik dan air di rumah ini sudah dinyalakan kembali? Tadi pegawai toko itu bilang dia akan langsung mengurusnya" gumam Rimuru sambil mencari saklar lampu ruang tamu rumahnya.

Cektek!

Ketika Rimuru menyalakan saklar lampu itu, benar saja lampu di ruang tamunya langsung menyala. Rimuru mengangguk puas, lalu mengamati ruang tamunya yang masih kosong tak ada perabotan rumah sama sekali. Tadinya Rimuru berniat menggunakan sihirnya untuk menciptakan barang-barang rumah tangga yang diperlukan, namun dia menghentikan niatnya tersebut untuk menghindari kecurigaan para tetangganya.

'Yah, aku bisa tidur dengan Futon yang ada di dalam kantong perutku, dan besok aku akan pergi ke kota untuk mencari barang-barang rumah' pikir Rimuru.

Setelah berkeliling rumah dan mengingat semua tata letak kamar tidur, dapur, ruang tamu, dan kamar mandi di sana, Rimuru masuk ke kamar tidur utama yang ada di lantai kedua. Semua ruangan di rumahnya masih kosong sama sekali, sehingga Rimuru menarik keluar Futon yang dia miliki lalu menatanya di lantai kamarnya.

Rimuru merebahkan tubuhnya di atas sana, dan sedikit tersenyum sambil menatap langit-langit kamarnya.

'Baiklah Rimuru, besok kehidupan barumu dimulai, rencananya adalah nikmati hidup ini semaksimal mungkin'   

~~(Scene Break)~~

Time Skip ( 11 Bulan Kemudian )

Tak terasa sudah hampir satu tahun Rimuru tinggal di kota Elenburgh. Para tetangga di lingkungan sekitarnya pun sudah mengenal Rimuru dengan baik. Terlebih lagi tidak sedikit juga para pria muda yang mencoba mendekat Rimuru karena telah jatuh hati kepadanya, akan tetapi tidak ada satu pria pun yang diterima oleh Rimuru.

Sepanjang waktunya tinggal di kota ini, Rimuru merasa kalau kota ini sangat mirip dengan masa-masa awal Tempest dibangun. Tingkat kriminalitas yang rendah, ekonomi masyarakatnya yang makmur, dan pemimpin kota tersebut yang mampu bersosialisasi dengan baik. 

Jujur saja, Rimuru sebenarnya sangat penasaran dengan Klan Altaria yang menjadi salah satu kekuatan besar dunia. Dia penasaran dengan keturunan mereka, kepala keluarga mereka yang sekarang, dan kekuatan penuh klan mereka. Bukan sebuah negara, kerajaan, ataupun kekaisaran, tapi hanya sebuah klan kecil yang kini sudah menundukkan banyak musuhnya.

Dan saat ini, Rimuru tengah memainkan sebuah piano yang ada di rumahnya. Lantunan melodi lembut itu mampu menghanyutkan pendengarnya, dan gerakan jemari Rimuru yang menekan setiap not piano terlihat sangat mulus. Sampai-sampai banyak burung kecil yang hinggap di jendela kamar Rimuru yang terbuka itu hanya untuk mendengarkan permainannya.

Selang beberapa menit kemudian, Rimuru menyudahi permainannya, lalu menatap ke barisan burung-burung kecil yang menjadi penontonnya siang itu. Rimuru bangun dari kursinya dan perlahan berjalan menuju jendela, dia tersenyum lembut seraya memandang ke luar jendela.

'Hari yang damai lainnya, menghabiskan waktu seperti ini sendirian memang mengasikkan. Tapi mungkin jika aku punya seseorang yang menemaniku, itu akan lebih menyenangkan' pikir Rimuru.

"Skyress, Rengar" panggil Rimuru

"Ya Master?" jawab Skyress melalui telepati. 

"Anda memanggil Nyonya?" jawab Rengar yang memunculkan kepalanya dari bayangan Rimuru.

Tear of Memories : The Forsaken WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang