6. Suara Yang Selalu Peduli

13 2 0
                                    

moshi moshi
💌🧚‍♀️💗🌨🥡🍥

***

Algebar terbangun dari tempat tidurnya dengan terbatuk-batuk. Tenggorokannya terasa tak nyaman. Ia juga merasa sedikit pusing. Pasca aksi nekatnya menerobos hujan malam-malam, ia langsung terkena flu. Walau kondisi tubuhnya sedang tidak fit, ia merasa semalam ia tertidur begitu nyenyak. Sangat nyenyak. Setelah bertahun-tahun ia tak bisa sekalipun tidur dengan nyaman karena pikirannya yang tak pernah berhenti berisik. Tapi semalam, entah apa yang berhasil membuatnya tidak memikirkan hal-hal yang membuat hatinya sedih sehingga seketika ia dapat terlelap dengan mudah.

Algebar memandang meja disamping tempat tidurnya. Satu papan tablet obat dan segelas air minum yang masih terisi penuh. Algebar baru menyadari semalam ia tak sempat meminum obat yang diantar Madam Elis sebelum ia tidur.

Sebelumnya tadi malam ia berpapasan dengan Madam Elis dengan kondisi tubuhnya yang basah kuyup di lantai bawah. Ia tampak sangat mengkhawatirkan kondisi Algebar yang pulang hujan-hujanan. Wanita yang cukup berumur itu tidak pernah absen menanyakan kabar Algebar. Meski terkadang wanita itu terlalu banyak mengajaknya bercerita, tapi Algebar tidak menampik bahwa ia merasa senang dengan perhatian-perhatian itu. Setidaknya di kehidupan ini, masih ada satu orang yang peduli padanya di saat ia merasa ia benar-benar tidak punya siapa-siapa.

Apalagi perkataan Madam Elis selalu mengatakan hal-hal yang membuat hatinya merasa tersentuh.

"Gebar, kamu gak pa-pa?" tanya wanita itu.

Tidak seperti biasanya Algebar kali ini menjawabnya dengan suara.

"Iya, Madam. Saya gak pa-pa."

Madam Elis bertanya lagi, "Kamu habis dari mana, kenapa gak berteduh tadi? Kok, nekat terobos hujan? Gak kedinginan? Kenapa gak pakai jaket? Payung?"

Namun Algebar kembali tidak menjelaskan apapun kemana ia pergi seharian ini. Algebar juga tidak membela dan mengatakan bahwa ia bukan tidak berteduh.

Cerita hari ini, ia memilih untuk menyimpannya sendiri.

Cerita tentang ia tidak sengaja kehujanan karena menolong seseorang.

Jika di ingat kembali, orang itu memang cukup ceroboh. Terlalu ceroboh malah. Padahal bunyi klakson kendaraan yang melintas cukup kencang, tapi orang itu tidak mempedulikannya. Alhasil ia hampir saja tertabrak, tapi beruntung reflek Algebar yang mampir di sebuah kedai berlari ke bahu jalan dengan cepat menarik orang itu ke pinggir. Algebar bahkan merasa kesal dengan merutuk pelan dalam hati terhadap orang yang tidak berhati-hati itu. Namun sewaktu berhadapan langsung dengannya, Algebar langsung tak bergeming. Sebuah benda di telinga orang itu yang mirip earphone menjawab kenapa gadis itu begitu cuek dengan suara di sekitarnya.

Iya, gadis yang ia tolong itu tuli.

Seandainya gadis itu tidak menuliskannya kembali di kertas untuk berterima kasih pun, Algebar juga sudah menyadarinya. Dan rasa iba tiba-tiba menjalar di hatinya.

Yah, begitulah bagaimana cerita singkat yang tidak ingin Algebar bagikan karena menganggap hal itu adalah suatu kebetulan.

Beberapa detik Algebar baru tersadar bahwa Madam Elis sepertinya menanti jawabannya. Untuk meredakan kekhawatiran wanita itu, yang ia lakukan hanya mengangkat sedikit tinggi bungkus pastik nasi padangnya yang basah. Seperti mengerti dengan isyarat tersebut, Madam Elis pun tidak bertanya lagi. Di saat itu, Algebar ingin berpamitan untuk menuju ruang kamarnya, tetapi kemudian Madam Elis memanggilnya.

"Gebar?"

Suara Madam Elis menghentikan langkahnya, Algebar menoleh.

"Istirahatlah malam ini dengan baik," pesan wanita itu.

𝑫𝒊𝒂𝒑𝒉𝒂𝒏𝒐𝒖𝒔 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang