16.

323 54 0
                                    


"Papah pulanggg!"

..

"Eh, ada tamu ya? namanya siapa?" Tanya seorang pria.

"Saya Winter, om," Winter menjeda ucapannya. ia mengambil nafas dalam-dalam, "saya pacar Karin, om."

Dapat Winter lihat perubahan mimik wajah papah dari Karin. Winter meneguk ludah dengan sudah payah, apa ini? apakah dirinya salah? kalau iya, tamatlah riwayatnya.

"Udah berapa lama?" tanyanya dengan nada suara yang terdengar dingin.

"b-baru tiga hari, om." jawab Winter.

"berani banget ya kamu pacarin anak saya." Papah Karina berkacak pinggang. Wajahnya terlihat sangat tidak bersahabat.

Winter meneguk air liurnya sendiri dengan susah payah, "maaf, om. saya udah pacaran dengan anak om, tanpa meminta izin terlebih dahulu." Katanya.

Winter sedikit membungkukkan badannya. Kalau boleh jujur, seluruh tubuhnya bergetar, dan jantungnya pun berdebar kencang.

"Papah!" Kedatangan Karina sedikit membuat Winter bernapas lega. "Papah tumben pulang cepat."

Papah Karina hanya melirik sekilas. Masih dengan posisi berkacak pinggang, jangan lupakan wajah tak bersahabat nya dalam memandang Winter.

Karina yang paham dengan situasi sekarang, pun membuka mulut, "pah, kenalin ini-"

Karina tak melanjutkan ucapannya, dikarenakan sang papa melengos menuju Winter berada.

Winter was-was, ketika melihat tangan kanan dari papa Karina terangkat. Ia berpikir, ia akan di tampar, atau lebih buruknya dipukul dan diseret keluar.

"Santai saja," katanya seraya tersenyum hangat. Tangan kanannya hinggap di bahu Winter, beliau merangkulnya.

"kamu berbeda dengan pacar-pacar anak saya. biasanya mereka hanya mengantar, atau menjemputnya hanya didepan." Jelasnya seraya menuju ke dapur.

"Kamu yang pertama, nak." Mendengar itu, entah kenapa Winter merasa hangat. Ia merasa bahagia.

"Terimakasih, om." Ucap winter, saat papah Karina menyuruhnya duduk di meja makan.

"Panggil saya papah," Winter tersenyum menanggapinya. "ngomong-ngomong, makan yang banyak, nak." lanjutnya.

Sudah lama Winter tidak dipanggil 'nak' seperti itu. Sungguh, rasanya Winter ingin menangis terharu sekarang.

"Papah parah, masa anak sendiri di tinggal." Karina menghentakan kakinya. Namun sayang sang ayah hanya menghiraukan nya. "Ishh."

•••

"Nak Winter, jangan sungkan-sungkan ya main ke rumah lagi." Kata sang Ibu dari Karina.

"Iya, Win, Nanti temenin saya main catur lagi," sang ayah tertawa bercanda.

Winter tertawa canggung, "siap, pah!"

"Mah, pah, biar aku aja yang nganter Winter." Ucap Karina.

Ayahnya langsung tersenyum paham. "Iyadeh, dasar anak muda."

"Apasih papah, kayak gak pernah muda aja." Jujur Karina salting. "Ayo, Win."

Winter mengangguk sebagai jawaban. "Pamit ya mah, pah."

"Hati-hati, nak!"

Saat diluar, angin malam langsung menusuk kulit Karina, ia hanya memakai kaos lengan pendek saja. Ia menatap Winter, dan yang ditatap pun membalas.

Winter tersenyum tipis. "Sana masuk, dingin di sini."

"Thank you." Katanya.

"Gausah berterimakasih," Winter menjeda ucapan kemudian. tersenyum miring. "Ingat ucapan gue, sayang."

Karina rolling eyes, kemudian berdecak. "Bacot, jangan bolos lo besok. Awas, ya!"

Winter tertawa. "Iya, sayang."

Lagi, Karina pun menunduk pipinya mulai memanas. "U-udah sana, pulang!"

Winter mengangguk dalam diamnya, ia mulai menaiki motornya dan memakai helm. "Hati-hati di jalan." Kata Karina, lagi-lagi Winter mengangguk.

"Sampai jumpa besok di Sekolah, Rin." Katanya seraya tersenyum manis menampilkan dimple nya.



tbc..

selamat membaca, jangan lupa vote dan komen.

Enemy LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang