Wanikano - III

2 1 0
                                    

Setelah mengalami masa kejayaan di bawah kekuasaan Hatamura, Fujisawa kini terjatuh ke dalam kegelapan saat raja terakhirnya, Kenjurou, berkuasa. Pemberontakan meronta-ronta, dirancang dengan rapi, menunggu titik lemah, dan titik tersebut datang pada saat penurunan kualitas pemerintahan Kenjurou.

Dalam kudeta massal yang terjadi, para pemberontak mengangkat seorang Arch-Mage sebagai pemimpin baru. Fujisawa berubah drastis, mengalami eksploitasi dan praktik perbudakan yang lebih kejam daripada sebelumnya. Sistem perbudakan melanda, dan rakyat disekelilingnya menderita kelaparan. Pulau independen yang pernah bersinar kini terperangkap dalam gelapnya kekuasaan yang kejam dan kejam. Masa depan Fujisawa tampak semakin suram dengan setiap hari yang berlalu.

Pemerintahan yang baru terbentuk menunjukkan sifat otoriter dan semakin tertutup terhadap budaya luar. Pusat pemerintahan menjadi prioritas utama, membuat bagian utara wilayah menjadi sangat ketat dan mengerikan. Pengawasan yang ketat dan kebijakan otoriter merajalela di wilayah tersebut, menciptakan atmosfer yang suram dan menakutkan.

Meskipun terdapat kemajuan dalam sistem pertahanan Fujisawa, pendekatan yang diambil oleh pemerintahan baru tetap setia pada cara tradisional, terutama dalam penggunaan sihir. Mereka secara khusus menolak pengaruh teknologi modern dan lebih memilih mempertahankan keahlian sihir yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Di sisi lain, bagian selatan pulau tampak terbengkalai dan ditinggalkan. Pengabaian terhadap pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur menciptakan kontras yang tajam antara bagian utara dan selatan. Wilayah selatan menjadi semakin terpinggirkan, menyisakan jejak kemunduran yang menciptakan perbedaan ekstrem di antara penduduk pulau.

***


Malam pun tiba di Wanikano, dan suasana pulau berubah secara dramatis. Cahaya remang-remang menyinari sudut-sudut gelap, memberikan kesan misterius dan menakutkan. Wanikano yang tampak damai pada siang hari kini berubah menjadi tempat yang penuh dengan ancaman mengerikan.

Yōkai, yang pada siang hari tampak pasif dan terkendali, kini mencoba memanfaatkan kegelapan untuk menyergap Haru. Mereka menyelinap di bawah bayangan pepohonan dan menutupi jalan keluar potensial. Suara desisan hujan dan gemuruh petir menjadi latar yang menambah ketegangan di udara.

Dalam kegelapan dan hujan yang deras, Haru berhasil menghindar dari serangan Yōkai. Meskipun mereka berhasil membobol pintu kamarnya dengan tenaga yang agresif, Haru telah menemukan tempat persembunyian yang baik. Saat dua Yōkai masuk untuk menginspeksi ruangannya, Haru menyusup ke tempat yang lebih aman, merentangkan kesigapan dan kelincahannya untuk mengelak dari ancaman yang mengintai.

Sementara itu, yang lain dari Yōkai tetap berpatroli di sekitar motel, mencari tanda-tanda keberadaan Haru. Suara hujan yang deras membantu menyamarkan langkah-langkah dan aktivitas Haru. Dengan sergapannya yang cepat, Haru menyerang Yōkai yang menginspeksi jendela dengan cekatan. Dengan satu tebasan tajam, pedang Wakizashi-nya menemui sasaran, memenggal leher Yōkai tersebut tanpa ampun.

Sementara itu, Yōkai lain yang berpatroli dari jarak cukup jauh menjadi sasaran senapan flintlock Haru. Dengan presisi dan kecepatan yang mematikan, tembakan membelah udara dan tepat mengenai kepala Yōkai tersebut, membolongkan kepalanya dalam serangan brutal yang mengakhiri ancaman tersebut.

Langkah kaki berat dan menggetarkan ruangan, mengisyaratkan kedatangan seseorang dengan tujuan yang tidak baik. Ruangan yang tadinya sunyi, kini terasa terbebani oleh kehadiran yang mendekat. Dalam gelap, Hatamura Kenji muncul, menjadi titik fokus yang menegangkan di tengah malam.

Suaranya bergemuruh, menyuarakan pertanyaan yang penuh dengan ancaman. "Siapa yang mencoba untuk menganggu tidurku?" ucap Hatamura Kenji dengan suara yang menggema di ruangan. Matanya, yang sebelumnya orange, kini berubah menjadi merah menyala, menciptakan aura yang menakutkan. Taring-taringnya terlihat, mengisyaratkan bahwa sisi iblisnya telah bangkit.

Hatamura Kenji, dengan penampilan yang compang-camping, tak memegang apapun kecuali satu tangan yang menyembunyikan sesuatu. Ruangan yang tadinya sunyi seketika dipenuhi ketegangan, dan Haru menyadari bahwa saat ini ia berhadapan dengan kekuatan yang lebih besar dari yang ia perkirakan.

"Hatamura Kenji, apa yang telah terjadi padamu?" tanya Haru kembali, suaranya tetap dingin dan tanpa kompromi. Senapan yang diarahkan ke Kenji menjadi simbol dari kekecewaan dan keterpaksaan yang Haru rasakan. Ia telah berjalan sejauh ini ke selatan, hanya untuk menemukan seseorang yang dianggapnya bisa menjadi sebuah solusi, hanya untuk jatuh ke dalam lubang kelam yang sama.

Kenji tetap diam, hanya menatap Haru dengan tatapan tajam yang penuh intimidasi, mengisyaratkan bahwa sisi iblisnya lebih dominan saat ini. Aura pembunuhnya terasa begitu kuat, dan keheningan yang mengelilingi mereka semakin menambah ketegangan di udara. Kenji seperti iblis sungguhan yang lapar akan kehancuran.

Dengan perasaan gugup dan pikiran yang penuh distraksi, Haru yang sudah siap mengeluarkan senapannya perlahan mengerakkan jarinya menarik pelatuk. Sesaat Kenji mengerakkan tangan yang disembunyikan, ia langsung mengarahkan senapan itu ke arah kaki Kenji, dengan niat untuk melumpuhkannya tanpa membunuh. 

"Kenji, sadarlah!!"

Peluru yang mengenai kaki Kenji tampaknya tidak menghasilkan efek yang diharapkan. Dengan tangannya yang disembunyikan, Kenji langsung melemparkan segumpal debu, menutupi pandangan Haru. Dengan langkah pincang, Kenji berlari menuju Haru dan mendorongnya bersama dengan dirinya keluar dari jendela motel. Suara kaca pecah menciptakan keributan yang menyertainya, dan keduanya jatuh ke jalanan basah di tengah hujan deras

Dalam usahanya untuk menahan serangan Kenji, Haru merasakan getaran pukulan yang semakin berat dan berulang. "Kenji, mantan putra mahkota dari raja Kenjurou, seorang pewaris takhta sungguhan! Bukankah benar itu yang dikatakan mereka?!" Jeritannya terbawa emosi dan keputusasaan, tetapi Kenji tetap tanpa merespon, matanya hanya penuh dengan kebencian dan kegelapan.

"Dari Hatamura Kimiko, seorang ratu yang terkenal akan keanggunan serta kelemahlembutannya, itulah darimana kau berasal, bukan??" Kenji lantas menghentikan pukulannya, terdiam sejenak sebelum melontarkan kalimat, "Diamlah... aku tidak tahu siapa dirimu, tetapi diamlah..." Dengan penuh tenaga, Kenji menarik baju Haru dan mengangkatnya. Haru hanya bisa terdiam, tubuhnya terasa hancur, "Kaulah yang akan menjadi penyelamat, kebencian yang kau pendam, semuanya hanya untuk melayani pemerintah tolol..."

Sementara Haru merasakan kekuatan yang menindas, ia menutup mata, menanti pukulan berikutnya. Namun, tiba-tiba terhenti. Haru membuka mata perlahan untuk menemui pandangan tajam Kenji. Seolah-olah waktu berhenti, mereka saling menatap, saling mencerna kata-kata yang terlontar. Haru tersenyum getir, "Aku hanya seorang pria yang mencari keadilan, Kenji. Aku tidak akan pernah melayani keegoisan pemerintahmu." Namun, sebelum Kenji bisa bereaksi, kilat menyambar, dan suara guntur memenuhi udara.

Di hadapan Haru, terungkaplah sosok manusia setengah tengkorak, seolah sebagian badannya telah terbakar, mengenakan pakaian koboi ala barat lengkap dengan topi khasnya. Suara langkahnya dengan sepatu boot khas barat bergema di udara. Itu adalah walikota dari kota kecil yang suram tersebut. 

Para Yōkai, meski sejenak mengepung Haru, tunduk dan membuka jalan di hadapan kehadiran sang walikota yang mendominasi medan. Hujan yang semakin reda mengiringi momen ini. "Sudah cukup, Kenji. Penyusup ini biar aku yang urus," ujar sang walikota, suaranya bergema di malam yang sunyi.

Fujiland ChroniclesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang